"Heuuuheuuheuuuu ... maafin aku Mas Reiko. Aku tadi nggak bermaksud membuat Mas Reiko jadi kepikiran dan kesal. Aku minta maaf karena aku juga gak tahu kenapa aku jadi bahas itu."
Aida masuk lagi ke dalam dekapan Reiko dan dia menangis kembali sambil menjelaskan. Tentu saja suaranya sesegukan dan air matanya membuat kemeja pria itu lagi-lagi basah.
Tapi, saat ini hati Reiko tidak terasa sakit seperti saat dirinya tadi mendengar ucapan Aida di ruang kerjanya.
Kondisinya sekarang sudah lebih baik.
"Hei, sudah jangan menangis lagi dong, Ai. Aku tidak kemana-mana dan aku menunggumu dari tadi di sini. Tapi, kamunya nggak masuk-masuk kamar."<
"Mas Reiko, aku bisa kok buka seatbeltnya sendiri!""Gapapalah, mumpung kita masih cuman berdua, aku mau perhatiin kamu ya kamu terima aja! Soalnya kalau nanti udah punya anak pasti akan repot! Perhatiannya akan kebagi-bagi. Dan aku belum tentu bisa perhatiin kamu terus kayak gini. Karena kita harus ngurus anak."Sambil membukakan seatbelt sambil Reiko bicara.Dan kata-katanya ini membuat Aida bergidik."Gak usah liatin aku begitu, kamu jangan khawatir! Aku buat anaknya nanti kok, kamu udah mau lulus kuliah. Soalnya aku nggak suka kalau anak aku harus dititip ke baby sitter karena ibunya lagi sibuk kuliah."
"Hehehe, Kakek jangan hukum akulah. Aku berantem dengannya karena dia tidak mau ikut denganku ke Abu Dhabi. Makanya aku agak sedikit putar otak untuk membujuknya, cuma Kakek harapanku."Adiwijaya masih mencebik dan tampaknya dia memang tidak percaya pada cucunya."Heish, Kakek ini pasti sudah mikir yang macam-macam, bukan? Semua yang ada di pikiran Kakek itu salah. Aku cuma ingin mengajaknya pergi dan honeymoon aja, Kek!""Kamu serius ndak bohongin Kakek?"Reiko menggelengkan kepalanya pelan dan senyum-senyum lagi."Nanti setelah kerjaanku beres, aku mau ke
Ini yang kutakutkan.Ya, Aida meringis dalam hatinya karena tak terbayang kalau dia pergi hanya berdua dengan Reiko, apalagi pria itu baru saja mengecupi bibirnya yang membuat tubuhnya merinding.CUP.Lihatlah, betapa Reiko memang benar-benar merindukan bibir itu sampai dia memberikan kecupan lagi di sana."Aku suka bibirmu. Tapi, aku ingin coba yang lain juga, Ai," bisik Reiko dan sebelum sempat Aida menjawabnya."Karena kalau kamu menyayangi kakekku, maka kamu harus mengizinkan aku mencoba yang lainnya. Nah itu yang bisa bikin kakekku ba
"Ehm …."Aida tak berani menjawab, malah wajahnya terlihat meringis."Hanya itu satu-satunya kemungkinan. Kamu sekarang harus memilihnya."Haduh … seharusnya aku bisa melawannya. Harusnya aku bisa mendorong tubuhnya atau minimal menjauhkan tangannya dari bagian situ. Tapi kenapa aku seperti membiarkan dia melakukan ini? Tapi sebenarnya aku tidak ingin bersama dengan pria ini. Karena dia sudah bersama dengan wanita lain.Aida tahu respon tubuhnya ini sangat berlawanan dengan pikirannya.Dan bukannya berhasil menjawab pertanyaan Reiko,
Aku harus bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan supaya dia gak menodaiku?Aida yang memejamkan mata, tapi tak tidur, sepanjang jalan dia tidak berhenti memikirkan ini.Tapi aku dan dia sudah terikat pernikahan. Bahkan aku tidak pernah melepaskan cincin kawinnya karena aku takut ibu akan tahu atau pas Ibu telepon aku nggak pakai ini dan nanti ketahuan!Tapi semakin dipikirkan, Aida jadi serba salah sendiri.Ya, dia memakai cincin itu terus-terusan hanya tak ingin ibunya mempertanyakan hubungannya dan Reiko. Termasuk kalau Adiwijaya video call juga, Aida tak ingin sampai cincin itu dilihat tak ada di jarinya.
"Kamu nanya?""Heeeh?"Dan belum sempat Aida merespon orang yang ada di sampingnya."Kamu bertanya-tanya?" Reiko sudah bicara lagi."Kamu nanya kenapa ada petal bunga dan balon di ruangan ini dan ada tulisan happy honeymoon?"Ish, dia ni ….Aida tidak bisa melanjutkan apa pun dari semua yang ingin dikeluarkan dari kerongkongannya karena orang yang mau diajak bicara sudah ngeloyor begitu saja masuk ke dalam kamar tidur mereka.
"Mas Reiko maunya aku habis mandi ngapain?"Kalau dia menatapku begini dan bertanya begini, aku harus menjawab apa?Keinginan Reiko sebenarnya bicara jujur pada Aida, kalau dia menginginkan sesuatu.Tapi entah kenapa ditantang pertanyaan seperti itu, dirinya malah tidak bicara dan terus saja memandang wajah Aida yang polosan tanpa make up itu. Biasa saja, tapi malah makin membuat Reiko menginginkannya."Mas Reiko mau jawab atau ndak?""Duduk bersamaku di sini nanti habis mandi. Ada yang mau kutunjukkan padamu."
"Ai ….""Mas Reiko, aku ngejaga keperawananku selama delapan belas tahun hidupku. Dan orang tuaku juga menjagaku dengan baik dari kecil. Mengajariku norma-norma kehidupan dan mereka juga mengajariku tentang agama, kebaikan dalam masyarakat hingga aku menjadi wanita dengan penuh penjagaan. Aku ndak pernah pacaran sama sekali seumur hidupku. Padahal kalau aku mau, dulu aku bisa melakukan itu. Aku memang ndak secantik pacarnya Mas Reiko, tapi aku juga dapat beberapa surat cinta dan ada juga temanku yang mengatakan cintanya padaku secara langsung zaman dulu aku sekolah. Tapi, aku berusaha menjauhi mereka yang suka sama aku, supaya aku ndak pernah ngelakuin kesalahan. Aku selalu menjauhkan diriku dari perbuatan zina apa pun bentuknya, Mas."Mata Aida masih menyala menatap Reiko saat dia menjel
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku