"Ma-maaf Mas …."
Aida teringat tentang memori yang membuat bibirnya kelu saat mau menjawab dan sudah benar-benar kacau balau hatinya.
"Bukan minta maaf yang harus kamu lakukan. Tapi kemarilah!"
Namun sebelum Aida punya persiapan pria itu malah memegang dua pipi Aida.
Huh, lagi-lagi dia tidak tahu malu mengecupku di taman seperti ini?
Berat sudah rasa hati Aida dan ingin sekali mendorong Reiko. Dia malu sekali kalau sampai ada orang yang melihatnya. Dan ada satu bagian hatinya yang masih terganggu dengan kata pria normal.
"Kalau mobilnya goyang-goyang ya pasti menarik perhatian. Tapi kaca mobilku sangat gelap, Ai! Dan ada tirai bisa ditutup. Apa pun yang kita lakukan di sana juga tidak ada yang tahu. Lagian aku parkir di basement. Kita cari saja parkirannya agak pojok. Yang penting aku ingin melakukannya denganmu!"Apa tidak salah yang kudengar? Kenapa jantungku jadi deg-degan begini? Dan tadi aku melihat Aida dengan pria yang lain dan sekarang dia sudah dengan yang lain lagi?Orang yang berjalan di koridor itu memang memikirkan apa yang ada dalam benak Aida.Meski dia tidak menyapa Aida dan hanya jalan lurus saja seakan-akan memang bukan siapa-siapa yang dikenal tetap saja tak bisa berbohong dengan pikirannya sendiri.
Duh, apa yang dia pikirkan tentang aku? cemas Aida meski orang yang dilihatnya tadi sudah lewat jauh tetap saja pikirannya masih ke sosok itu."Kalau mobilnya goyang-goyang, ya pasti menarik perhatian. Tapi kaca mobilku sangat gelap, Ai! Dan ada tirai bisa ditutup. Apa pun yang kita lakukan di sana juga tidak ada yang tahu. Lagian aku parkir di basement. Kita cari aja parkirannya yang agak pojok. Yang penting aku ingin melakukannya denganmu!"Reiko berceloteh seperti ini sebenarnya dia juga tidak bawa mobil sih. Hanya iseng saja menggoda istrinya.Dia mengenaliku? Tapi Mas Irsyad tidak sama sekali bicara padaku. Pastikan dia itu berpikir macam-macam tentang aku. Berpikir yang tidak-tidak begitu, k
"Nggak kenapa-napa kok Mbak Nada kalau mau bicara sekarang. Ada apa ya?"Malah Aida bingung sendiri melihat wajah Nada yang tegang."Oh itu! Ehm ... yang tadi kau katakan di mall tentang kedua putriku.""Oh yang itu …."Wajah Aida pun jadi makin sulit kini.Dia ingat sekarang apa yang ingin ditanyakan oleh Nada. Sesuatu yang hampir saja dia lupakan, tapi memang itu ucapan buruk sudah terlontar."Maafkan saya ya Mbak Nada. Tadi itu saya sudah terlanjur emosi. Jadi ya keluar aja kalimat seperti itu dan saya juga ngg
"Memang siapa yang bisa melarangku untuk melakukan apa pun pada istriku di sini?""Heeeh, Mas Reiko kalau berani mendekat nanti aku pencet tombol ini lho supaya susternya dateng!"Aida masih trauma karena khawatir sekali ada orang yang mengetuk dan nantinya akan lebih memalukan dari di lihat Inggrid.Kreeeek"Mas Reikooooo, jangan tutup tirainya!"Aida juga sudah meninggikan suaranya ingin sekali dirinya turun dan membuka kembali tirai yang ditarik oleh suaminya.Bayangan mengerikan sudah muncul dalam benaknya.
"Mas Reiko!""Apa? Kenapa melihatku dengan pandangan seperti itu? Kamu pikir aku tidak punya hati menyuruhmu tidur di kamarku sedangkan kamu selalu teringat dengan aku dan Brigita di dalam sana?""Huh, Mas Reiko sedang bercanda padaku?"Tapi dugaan Aida ini dipentalkan lagi oleh Reiko dengan gelengan kepalanya."Kamu merasa terganggu kan aku mengajakmu ke kamar itu? Kamu merasa terganggu dengan Brigita?" Reiko memastikan."Kapan kamu akan membiarkan aku bicara dengannya? Aku rasa aku harus memberitahukan padanya tentang kita!"
"Aku ndak mau."Bodoh! Aida memaki dirinya sendiri karena dia baru saja menolak sebuah pilihan yang seharusnya membuat dirinya mendapatkan kedamaian.Tinggal di sebuah rumah sendiri tanpa ada bayang-bayang Brigita dan di sana dia bisa menghabiskan waktunya bersama dengan Reiko tanpa ada gangguan dari siapapun, bukankah itu adalah sesuatu yang akan mempermudah hidupnya?"Kenapa?"Sebetulnya pertanyaan yang sama juga diberikan oleh Aida di dalam hatinya sendiri.Kenapa tawaran itu malah ditolak olehnya?
"Demi kebaikan bersama. Dan demi kebahagiaannya juga karena aku pun tidak akan pernah bahagia dengannya bila bersama Aifah. Kakekmu tak menyukainya. Ada Jessie juga yang sudah menungguku dan dia adalah kekasihku dan orang tuanya adalah rekan bisnis kakekmu. Kami memang sudah tumbuh bersama dan kami memang saling mencintai sebelumnya. Sama seperti Brigita yang menunggumu, untukku Jessie segalanya!"Tapi senyum itu muncul di bibir Reiko.Dia yang duduk di kursi kebesarannya, sedangkan papanya duduk di seberang mejanya, kini Reiko menaruh kedua tangannya menekan meja dengan tubuhnya yang condong ke depan sebelum bicara …."Ai! Aku mencintai Ai, Papa!" tatapan itu jelas mengintimidasi Endra.
"REIKO!""Papa aku memang masih kecil kala itu. Tapi aku tahu bagaimana hubungan seseorang dan saat itu aku tidak terlalu kecil untuk mengetahui kalau kalian sudah mulai lebih dulu hanya dalam waktu beberapa Minggu setelah meninggalnya Jessie. Apa aku perlu membeberkan di mana aku memergoki kalian bercinta di rumah kakek?"Pernyataan putranya yang membuat Endra menelan salivanya."Papa tidak pernah mengecek ruang kerja Papa secara teliti sepertinya. Bahkan seorang anak kecil yang bersembunyi di sana pun Papa tidak tahu, kan? Betapa nikmatnya bisa menghabiskan waktu berdua dengan sekretaris Papa dan Papa bilang Papa mencintai Jessie? Jangan-jangan Papa sudah memulai dengan yang lebih dulu saat Jessie masih hidup!"