"Hai, kalian berdua sedang membicarakan apa di belakang sana? Acara sudah akan dimulai. Ayo, cepat masuk!"
Inggrid masih belum menyatakan pernyataan apa pun pada Aida, tapi Dokter Juna sudah memanggil. Acara pernikahan sederhana itu akan segera dimulai dan orang-orang juga sudah hadir memenuhi undangan itu.
"Iya, sebentar, kami ke sana!" Aida tak mau memperlambat acara penting mereka dan dia mendorong kursi roda Inggrid.
"Sudah dengar kata-kataku tadi? Kamu ndak usah banyak pikiran dan ndak usah berspekulasi yang aneh-aneh! Calon Ibu tirimu itu adalah Ibu yang baik. Dia merawat anaknya Nyonya Denada Aprilia itu sangat mengagumkan. Didi pernah menceritakan padaku kalau tanpa bantuannya, Nyonya Denada pasti kewalahan. Dan aku yakin sekali dia juga pasti akan merawatmu tanpa membeda-bedakan dengan Dokter Juna.” Ini nasihat Aida yang terakhir
"Kenapa tidak bilang padaku jika ingin menghadiri satu acara yang banyak orangnya begini?"Aida belum sempat menengok saat Seno sudah memberitahukan ada seseorang yang datang. Tapi baru juga disapa seperti itu dia sudah menyeletuk dengan intonasi tinggi pada Aida."Apa aku harus selalu izin padamu?""Ya! Kau masih ada dalam tanggung jawab karena bayi-bayi yang ada di dalam kandunganmu itu!"Makanya membuat ngebul kepala Aida dan dia tidak peduli ada Seno di sana sudah bicara agak meninggi tanpa membalikan badannya. Hanya Seno yang bisa melihat ekspresi Aida dan dia sedikit ngeri di sini.Aku tidak pernah melihat Mbak Aida semarah ini sebelumnya. Bahkan sama Mas Reiko, dia selalu bisa menahan dirinya. Ternyata kalau sudah marah galak juga, ya.
"Itu bagus. Kita bisa menunggu di kamarmu dan sambil menunggu Mbak Fitri selesai, kau bisa menemaniku di kamar. Aku tidak harus ikutan ke pesta itu.""Apa aku mengizinkanmu untuk melakukan itu?""Aku ini perempuan bebas dan aku tidak perlu izin pada siapa pun, ingin melakukan apa yang kuinginkan. Kau hanya saudara suamiku, tapi kau tidak punya hak untuk mengaturku. Lagi pula aku merasa aman di dalam kamar ini bersama dengan Inggrid dan Mas Seno. Lagian kami saling menjaga. Jika kau tidak mau berada di sini juga tidak masalah."Reizo tentu tidak setuju dengan rencana yang dibuat oleh Inggrid, tapi akhirnya dia tak punya pilihan. Karena Aida sudah masuk ke sana dan seakan-akan tidak peduli dengan Seno maupun Reizo sudah memulai ceritanya.Apa saja mereka bicarakan. Tanpa terganggu dengan dua orang yang saling d
"Mas Reizo, apa akan duduk saja di sana dan tidak akan tidur?""Tidak, Inggrid. Dia akan tetap ada di sana saat aku tidur dan saat aku bangun juga posisinya tidak akan pernah berubah."Mereka sudah ada di rumah Adiwijaya dan ketiga wanita itu sudah berada di tempat tidur milik Reiko. Banyak yang sudah mereka bicarakan dan sebenarnya ini sudah larut, sudah waktunya untuk tidur.Tapi karena mereka bertiga sudah lama tidak bercengkerama, jadi saja mereka ngobrol ngalor-ngidul dan membahas apa pun. Meskipun tidak semua pembahasan dibicarakan karena adanya Reizo, membuat Inggrid ataupun Fitri menyaringnya sendiri apa yang mereka ingin katakan pada Aida.Setelah lama mengobrol, mulailah rasa kantuk timbul. Makanya Inggrid bertanya pada Reizo. Bukankah risih, jika dia tidur ada laki-laki di dalam kamar?
"Kenapa kau harus membahas ini di hadapan mereka?"Setelah di dalam wardrobe Aida tidak lagi bisa menahan diri, dia menarik pria yang ada di sampingnya dan berbisik.Sebetulnya selama tiga bulan kemarin, kedekatan mereka memang seperti ini. Bukan hanya Aida saja saat mandi, dia harus diperhatikan oleh Reizo. Pria itu tidak ingin Aida pergi tanpa dilihatnya. Dia hanya membiarkan Aida lepas dari pengawasannya saat ada di laboratorium dan bekerja dengan Alan. Laboratorium itu juga selalu dalam pengawasan Rafael dan teman-temannya. Tapi tidak di tempat lain. Makanya Aida merasa risih dan memprotesnya."Alexander tidak akan menggangguku. Karena saat aku tidur bersama dengan adikmu, aku tidak terganggu oleh siapa pun.”"Kau begitu yakin. Apa kau berpikir aku tidak mengawasimu saat itu?"
"Aku sedang berpikir bagaimana caranya aku bisa membunuhmu supaya kau tidak lagi mengganggu hidupku!""Kau pikir aku percaya?""Aku tidak butuh kau percaya. Cepat pakai bajumu dan kita bisa pergi dari sini!"Aida sudah berdiri dari tempat yang dia duduki. Tangannya juga sudah memegang handle pintu kamar mandi, ingin keluar dari ruangan itu."Dan perlu kau ingat. Aku tidak akan mudah membiarkan anakku dibawa olehmu. Saat aku baru melahirkan, aku mungkin dalam kondisi lemah, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka tinggal bersamamu."Aida sudah menegaskan apa yang ada di dalam hatinya karena memang dia merasa sangat terusik sekali berpikir tentang anaknya akan diambil oleh orang lain. Dia sendiri menunggu kehadiran anak-anak itu. Dia yakin sekali, dia adalah I
"Hahaha."Tak tahu lagi mau berkomentar apa, yang ada gelegar tawalah yang keluar dari bibir Aida."Maaf, tadi aku tertawanya agak kelepasan. Kau sudah selesai bicara belum?"Tapi memang Reizo tidak merespon tawa Aida. Dia membiarkan saja Aida terkekeh sampai akhirnya wanita itu berhenti sendiri dan bertanya pada Reizo."Dengar. Aku memberikan opsi kau menikah denganku bukan berarti kau akan melayaniku seperti seorang istri melayani suaminya. Terutama untuk masalah di tempat tidur, aku tidak sama sekali menginginkanmu. Opsi ini kuberikan padamu pertama, aku tidak ingin anak-anak itu memanggil orang lain dengan sebutan Ayah. Akan kubunuh siapa pun yang kau nikahi dan kau meminta mereka untuk menyebut anak-anak itu sebagai anaknya. Tapi berbeda denganku. Wajahku sama seperti Reiko. Aku saudaranya dan aku tidak
"Buka matamu dan lihat apa yang ada di hadapanmu. Itu adalah pusara orang yang kau rindukan!""Mas Reiko."Barulah suara tadi bisa mengalihkan pikiran Aida dari semua kegelisahan dan emosional dirinya.Tidak ada batu nisan di sana. Tidak ada tanda-tanda bahwa itu adalah tempat peristirahatan seseorang. Bahkan sudah tumbuh rumput liar di atasnya. Hanya satu tempat yang agak lebih tinggi seakan gundukan dari bekas galian yang membedakannya."Mas Reiko. Alhamdulillah."Dan Aida tidak berhenti berucap syukur setelah dia melihat pusara suaminya. Dia mendekat tanpa memotong rumput liar yang ada di atasnya. Dia memegangnya. Bibirnya tersenyum dengan air matanya yang bercucuran."Mas, di atas makammu tumbuh satu pohon. Aku nggak tahu dari mana
Bagaimana mungkin dia tidak terbawa denganku? Aku jelas-jelas memegangnya dan aku membawanya!Reizo bahkan tidak peduli dengan yang dikatakan Alan dan dia seakan hanya mendengar angin lalu. Tapi dia kini memperhatikan tangan kirinya yang tadi memang memegang lengan Aida. Wanita itu tertinggal di sana."Hei! Kenapa kau diam saja di situ? Ada apa di tanganmu?" Alan yang melihat Reizo karena terus memperhatikan tangan kirinya, jadi penasaran."Alan, apa alatmu ini rusak?""Alatku tidak pernah rusak. Apalagi jaket itu. Selalu kusempurnakan setiap saat dan tidak pernah ada masalah. Kenapa memangnya tiba-tiba menanyakan alatku? Kau merusaknya, lalu kau mengatakan alatku rusak, padahal kau ingin ganti yang baru, begitu?” Alan pun meringis.“Aish, kau ta
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku