"Fuuuh!"
Di saat Endra sudah meninggalkan ruangannya, Reiko menghempaskan napas pelan sambil menyandarkan tubuhnya di ergonomic chair dan membuat kepalanya terasa sedikit lebih baik, meski pening itu tetap tak hilang.
"Sssh!"
Pikirannya yang pelik, ditambah lagi dia belum makan dari siang ini membuat dirinya meringis sambil memegang perutnya.
Apa benar semua yang dibilang Papa, kalau Reyhan bersikap seperti itu?
Reiko maunya sih tidak mempercayai ini.
Tapi dia juga tidak bisa berbohong pada dirinya send
Reiko : Aku pun sepemikiran denganmu, Bee. Aku merasa khawatir juga kalau kamu dekat-dekat denganku maka kamu akan kena imbasnya juga. Apalagi aku tidak tahu seberapa mengerikan sepak terjang dari Reyhan Dharma Aji. Dan dia sekarang sudah memiliki aliansi yang kuat juga dengan Raditya Prayoga.Brigita : Ssssh, sulit sekali aku ingin bertemu denganmu saja. Kenapa se-merepotkan ini, sih?Reiko : Aku akan minta tolong pada papaku supaya aku bisa bertemu denganmu tanpa masalah. Tapi mungkin kau harus bersabar dulu.Brigita : Hmm. Oh iya ngomong-ngomong, soal Seno. Apa dia masih berada di apartemen itu? Kurasa kalau dia tidak ada di sana lagi itu akan mudah untuk kita.
"Maafkan aku Bee. Aku tidak ada niat untuk menipumu dan berbohong padamu soal perasaanku padanya. Tapi memang belum tepat kalau aku bicara denganmu sekarang."Reiko berpikir panjang."Bukan salah Bee tak mau menemuiku. Tapi memang semua impiannya yang telah kami bicarakan sejak dulu bisa gagal. Jadi wajar jika dia khawatir bertemu denganku karena masalah ini. Dan mungkin aku harus bicara dengan papa soalan Bee ke Abu Dhabi."Reiko sebenarnya punya perasaan tak enak juga karena Brigita tidak mau bertemu dengannya seakan-akan dia dihindari karena kondisinya yang sedang bermasalah meski dia juga inginnya tak menemui Brigita alasan keamanan, tapi tadi yang minta Brigita bukan ide darinya makanya dia merasa seperti dihin
"Kau …."Sebetulnya dia mau bicara, tapi matanya kini mengarah ke meja makan yang membuat Reiko tak lagi bisa berkata-kata."Kamu masak?"Terbayang sudah dalam pikiran Reiko seberapa lama Aida menunggunya di kursi makan tadi. Mengharapkan bisa makan bersama dengannya. Semua gambaran itu menggetarkan hatinya membuat campur aduk pikirannya."Iya, tadi aku udah siapin makan buat Mas Reiko dan tadinya aku mau makan bareng. Jadinya aku nungguin."Membuat Reiko yang mendengar kejujuran itu tak tahan lagi untuk tidak mendekat pada wanitanya dan memberikan k
"Mas Reiko takut ketahuan sama kakek bukan kalau ketemu di Indonesia?""Fuuuh, kalau aku pribadi sih aku gak akan masalah kalau ketahuan sama kakek juga. Aku juga ingin bicara dengan Brigita sebenarnya kalau gak kepentok janji padamu. Tapi sekarang yang jadi taruhan adalah perusahaan. Kerja keras papaku.""Heeh, kenapa sama perusahaan tah, Mas?" tanya yang membuat Reiko mencubit pipi Aida."Aku cuci piring dulu ya. Nanti aku cerita padamu."Reiko itu kan memang tidak suka melihat kalau ada bekas makan berantakan. Apalagi sekarang sudah waktunya beristirahat dan dia juga tidak suka kalau tidur dengan menyisakan cucian piring di dapur.
"Hihihi, berat sih, tapi aku seneng kalo Mas Reiko kayak gini, jadi aku kayak dipeluk sama Mas Reiko."Kata-kata Aida menimbulkan senyum di bibir pria yang kini gemas dan ingin mencubit hidung istrinya lagi."Makasih ya Ai, kamu ada di sini untukku malam ini!"Reiko kini menarik istrinya supaya istrinya gantian yang bersandar padanya dan untuk melepaskan rasa gemasnya, Reiko menggerakkan tangannya dari atas ke bawah mengelus rambut Aida.Itu harusnya memberikan rasa nyaman untuk Aida. Membuatnya merasa hangat dalam dekapan suami yang sangat di cintainya.
"Hmm, iya ngomong aja!""Ssssh! Mas Reiko!" Aida sudah melotot."Iya, iya, aku ga masuk situ."Reiko menyerah. Tapi bibirnya sudah tersenyum puas karena berhasil menggoda istrinya.Kalau memikirkan masalahku dan pekerjaanku rasanya dunia ini seperti hampir berakhir. Lelah sudah pikiranku. Tapi kalau sedang bercanda seperti ini dengannya rasanya ini bisa menghibur diriku. Walaupun cobaan itu terasa berat dan aku juga masih kesal, tapi aku masih bisa tersenyum kalau wanita ini mulai kesal karena aku menggodanya. Reiko menikmati keisengannya itu dan ….
"Ndak bisa lah, Mas!""Sudahlah, Ai." Reiko mencoba rasional saat Aida masih bersikeras untuk mempertahankan pendapatnya tadi soal ide yang mau disampaikannya ini."Dan sekarang yang aku pikirin bagaimana aku menyelamatkan papa. Karena di perusahaan itu, papa sudah berusaha keras sekali untuk membangunnya di saat pak lek gak mau peduli sama sekali. Dia juga sudah bilang padaku kalau dia gak mau mengurusnya. Tapi tiba-tiba ada orang suruhan Reyhan yang ditugaskan ke perusahaan. Makanya ini sudah saatnya aku gak main-main lagi dan melupakan semua tentang impianku itu demi menyelamatkan papa!"Wajah itu terlihat sulit saat bicara dan kini dia kembali menatap Aida dengan senyum di bibirnya mencoba untuk menunjukkan kala
"Hmm, aku tahu ini bisnis dan mereka bukan orang sembarangan dan mereka juga orang yang berbahaya karena orang kedua terkaya di Indonesia bahkan tidak bisa berbuat apa pun saat Mas Reiko harus ada di penjara."Aida bicara berdasarkan fakta dan saat ini pembicaraan memang bukan sesuatu yang mudah."Makanya aku nggak mau kamu bahas masalah ini lagi. Udah selesai pembicaraan di sini!"Dengan suara baritonnya Reiko tegas pada Aida.Tapi apa wanita itu mau mendengarkannya?"Sapa yang mo main-main, Mas? Aku serius loh. Ideku ini bisa bikin kondisi berbalik arah!"