Tiiiit!
Uhuk uhuk!
Woaah, setelah pintu dibuka pun dia tidak sama sekali menatapku dan dia pergi begitu saja ke dapur?
Kalau tidak melihat sendiri Aida sebetulnya tidak mau percaya.
Tapi, benar apa yang dilihat matanya, kalau pria itu tidak sama sekali memandangnya dan justru sudah langsung menuju ke arah dapur.
Reiko mengambil segelas air dan langsung meminumnya begitu saja tanpa peduli dengan Aida yang sedang berjalan masuk setelah menutup pintu.
Kalau dia tidak mena
"Pak? Dia memanggilku Pak Reiko? Cih!"Sesampainya di dalam ruang kerjanya, Reiko yang sudah menutup pintu memutar bola matanya sambil mengulang kata-kata itu."Dia memang tidak pernah mengindahkan apa yang kukatakan padanya! Aku sudah bilang, dia harus memanggilku dengan sebutan apa kan!"Hatinya merasa kesal ini juga yang membuat dia tadi tidak mau bicara dengan Aida dan memilih langsung naik ke atas."Lihat apa yang sudah kulakukan pada adiknya dan ibunya tadi. Kuanggap mereka apa sampai punggungku sakit! Dan dia masih memanggilku dengan sebutan Pak?"Re
"Jadi, Bapak dari tadi manggil nama saya 'Ai' itu Bapak ndak sama sekali ngeh?""Kapan aku memanggilmu begitu?" Reiko justru bertanya balik dan dia menyadari sesuatu."Ini ... eish, kamu mengerik tubuhku?"Aida jelas mengangguk lagi."Tadi tuh saya tanya sama Bapak, kalau saya panggil dokter saya harus pakai alasan apa? Tapi Bapak nggak jawab. Jadi saya tawarin aja Bapak kerikan. Bapak nggak jawab juga. Nah, daripada Bapak ndak bangun-bangun dan saya kesalahan kalau panggil dokter, ya sudah saya kerikin aja."Tak salah kan, kalau Aida bicara begitu karena k
Dari dia yang menghempaskan napas seperti itu, aku yakin sekali kalau wanitanya tidak pulang lagi! Dan dia tak perlu khawatir dengan bekas kerokannya, kan?Aida bisa mengambil sebuah kesimpulan seperti itu.Mudah baginya menilai dan hanya sebuah kesimpulan sederhana saja yang setiap orang andaikan tahu bagaimana hubungan Brigita dengan Reiko, pasti bisa menebak seperti dirinya.Tapi Aida tak sama sekali merubah mimik wajahnya, tetap sama dan menunggu sampai Reiko mengalihkan pandangan meresponnya."Terima kasih ya, sudah menolongku.""Terima kasih
"Ssssh."Sesaat, setelah pintu ruang kerjanya ditutup seseorang yang berada di dalam ruangan itu memijat dahinya sendiri, mangkuk bubur masih dipegang olehnya tapi dia sudah tidak lagi menyuap ke dalam mulutnya. Hatinya terasa nyeri."Ai …."Ada suara lirih seperti ini keluar dari bibirnya, tapi dengan perasaan yang campur aduk dan sesal. Dia kembali membuka matanya dan melihat lagi mangkuk buburnya, terlihat makin frustasi.Tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Hanya tangan yang bergerak kembali menyuap isi dari mangkuk buburnya masuk ke dalam mulutnya perlahan-lahan, makin disuap semakin membuat nyeri itu seakan-akan menyerua
Apa ini artinya dia memang membatasi diri untuk tidak bertemu denganku, lagi?Bukan memikirkan tentang tes-tes yang tadi disebut oleh Reiko dan juga tentang ujian masuk perguruan tingginya, selepas Reiko menjelaskan justru itu yang terbesit di dalam hati Aida.Tapi tentu saja dia tidak bertanya dan sudah mengangguk paham.Toh apa yang harus ditanyakan pada Reiko yang terlihat dingin di hadapannya? Mengkonfirmasi apakah dia mau bertemu lagi dengannya atau tidak?Sudah jelas hubungan mereka bukanlah sebuah hubungan yang memiliki status.Apa dia benar-benar marah karena aku pergi dengan Mas Dimas, makanya dia mengambil keputusan begini dan membatasi dirinya denganku karena dia pikir aku bukanlah gadis baik-baik?Pemikiran bodoh macam apa ini?Aida juga tahu. Ini adalah selintas pemikiran tak logic dalam benaknya. Tak seharusnya dia memikirkan hal ini tapi selepas suami di atas kertasnya tadi sudah menjelaskan itu dan pergi naik ke atas dengan makanan yang dia bawa, dirinya yang sendirian
"Reiko, kau dengar tidak sih Papa bilang apa?""Oh, ya dengarlah Papa."Secepat mungkin Reiko menjawabnya refleks. Dan berusaha menutupi kegugupannya. Hati Reiko ciut ketika mendengar papanya meninggikan suara kepadanya."Katakan kalau begitu apa yang tadi sudah Papa sampaikan!"Dan benar sudah dugaan Reiko, kalau papanya tidak bisa percaya begitu saja dan memintanya menjelaskan."Papa tadi membicarakan penjualan perusahaan kita dan tadi Papa lagi bahas kenaikan penjualan di Timur Tengah dan ini bisa menutupi penurunan penjualan di negara kita sendiri."
"Sudah. Dan aku sudah menyiapkan itu untuk kenyamananmu dan keluargamu nanti."Reiko memang melakukan sesuatu yang membuat dirinya tersenyum, sambil menaruh cardigan itu di mejanya lagi.“Anggap saja sekarang kau sedang menemaniku kerja, ya. Diam disitu dan jangan buat masalah denganku, jangan bicara denganku karena mulutmu pedas!" ucap Reiko pada cardigan sambil dia membuka kembali laptopnya. Siap untuk bekerja. Dia juga memutar rekaman suara papanya.Jam demi jam berlalu, hingga kerjaan itu sedikit demi sedikit berkurang."Dan aku rasa … aku semakin bodoh. Ada cardigan ini di mejaku, malah bisa membuatku konsen dan bisa f
"Stop berpikir tentang dirinya dan sekarang fokuslah sama pelajaranmu, Aida!"Setelah menghembuskan nafas kasar, Aida kembali menyemangati dirinya. Dia memaksa dirinya melakukan apa yang tadi dikatakannya dan kini sudah melipat mukenanya sehabis sholat dzuhur, lalu kembali lagi ke mejanya belajar."Biar perjuanganku semakin keren! Biar makin fokus dan berapi-api ngerjainnya!"Aida mengambil tali yang biasa digunakan untuk mengikat di pinggang.Tali dengan nuansa kain yang sama dengan bajunya. Tapi Aida tidak menggunakan talinya untuk baju gamisnya.Dia memang suka baju gamis yang longgar yang tidak p
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku