HMM. JADI JANGAN BERPIKIR AKU MENYUKAIMU! MAAF YA, AKU PRIA NORMAL. WANITA TANPA DUA YANG MENONJOL, SANGAT MENJIJIKKAN! ITU KAYAK AKU TIDUR SAMA LAKI-LAKI.
Ya, Kamu sudah tahu dari awal kan, kalau memang Dia tidak akan pernah punya rasa padamu, Aida! Lalu kenapa sekarang Kamu jadi begini? Bukankah Kamu sudah meneguhkan hatimu untuk tidak jatuh cinta padanya?
Aida tahu dirinya tidak boleh begini. Dia harus kuat menghadapi Reiko, bahkan kalau perlu, Dia sekarang berdiri dan kembali ke kamarnya, meninggalkan Pria itu.
Bukankah itu memang yang harus Dia lakukan.
"Aku bener-bener minta maaf sama Kamu ya, Ai. Aku bener-bener
Aida, apa Kamu hidup untuk selalu terlihat memalukan di hadapannya sih? Aida speechless.Memalukan sekali! Lihat bagaimana Dia menatapmu, Aida! Puas Dia tersenyum begitu? Ish, Aku kesal, kenapa semanis itu senyumnya? lemah sudah Aida.Saat tadi kesadarannya kembali, Aida juga menyadari kalau dirinya sedang memeluk sesuatu yang empuk dan hangat. Sebetulnya detak jantung seseorang yang didengarnya juga sudah membuat Aida tak mau membuka matanya.Tapi tidak mungkin kan Dia berpura-pura tidur terus-menerus?Karena itulah, Aida berhati-hati sekali membuka matanya dan berharap sekali orang yang ada di sisinya masih tetap terlelap saat dirinya turun dari sofa bed.Sayangnya, Aida lupa kalau mereka memiliki jam biologis yang sama. Sehingga dirinya kini terpaksa diam dulu untuk menyusun kata-kata."Tak perlu menatapku seperti itu. Aku hanya bercanda tadi padamu, Ai. Tapi bener kan, empuk dan hangat kalau gulingnya guling hidup?"CUP"Senang bukan Pak, pagi-pagi sudah menggoda Saya? Dan Bapak n
"Istri pura-pura, Pak! Eling!""Mahar yang Aku berikan padamu tidak pura-pura, akad itu juga tidak pura-pura! Nafkah yang kuberikan gak pura-pura."Senyum yang membuat Aida memutar bola matanya dan Dia tidak setuju sebetulnya."Bapak nih ya! Bapak yang sudah buat perjanjian dengan saya….""Kamu bersih-bersihnya di sini aja gak usah ke bawah."Tapi sepertinya, Reiko tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan Aida, Dia sudah bicara lagi dan membahas sesuatu yang tak ada hubungannya dengan itu."Lah, Saya punya kamar sendiri kok!" tapi ini juga penting untuk dikomentari oleh Aida yang ingin menolak sarannya."Udahlah nurut aja!" Reiko kembali protes."Kamar mandi di tempatmu itu terlalu kecil," ucapnya lagi sambil mendudukkan Aida di kloset."Eh, Pak, jangan!" Aida menahan tangan kekar itu yang mau menurunkan pakaian bawahnya."Diam! Jangan-jangan kamu bohong padaku!""Saya gak bohong, tapi Bapak gak boleh li….""Apa seorang Istri berhak melarang suaminya, untuk melihat properti yang ada
"Lah, laaah, dari tadi Aku ngoceh nggak digubris, Dia malah bahas rekontruksi. Aku gak mau, Pak!""Ssssh, Kamu tuh propertiku. Jadi sesuai dengan pekerjaanku sebagai seorang desain interior, kalau Aku punya properti tidak menarik, maka Aku akan membuat properti itu menarik supaya ada harga jualnya."Sebuah jawaban yang membuat Aida mencebik dan saat itu juga Dia bicara."Bapak mau jual Saya ke mana?""Terserah Akulah!""Oh, Bapak mau merekonstruksi supaya nanti kalau Saya sudah punya suami baru…."Pletak!"Aw!" Lagi-lagi kepala Aida kena pletak. Meski tak sakit, tetap membuat dirinya mengerucutkan bibirnya."Kalau tidak mau dapat hukuman lagi, jangan bicara macam-macam!" sinis Reiko."Ya Bapak yang mulai duluan. Malah ngomongin sesuatu yang gak ada gunanya kayak tadi."Benar sekali! Dari tadi Aida ngomel-ngomel karena Reiko tetap memaksakan diri membuka bajunya. Pria itu tak acuh dengan celetukannya malah tiba-tiba bahas rekontruksi yang membuat Aida kesal."Apanya yang gak ada guna?"
"Lah, bukannya Bapak mendesain tempat ini bersama dengan Ratu Lebah?""Khusus ruang kerjaku, Aku tidak membagi ide. Ini autentik, karena Aku ingin berekspresi sendiri dengan ruang kerjaku, sama juga dengan Brigita yang ingin berekspresi sendiri dengan ruang kerjanya di kantor dan rumahnya.""Jadi ruang kerja ini, semuanya Bapak yang membuatnya?""Hmmm!"Semua ruangan di apartemen itu dibuat bersama Brigita tapi tempat ini satu-satunya yang memang eksklusif untuk Reiko.Pantas, tempat ini sepertinya lebih maskulin. Ternyata Dia sendiri yang membuatnya? Termasuk kamar mandinya memang beda. Detailnya, semuanya simple tapi wah. Kaya film mafia aja, banyak ruang tersembunyinya. Aida berbisik sendiri dan entah kenapa hatinya merasa sesuatu yang sejuk.Kenapa perasaanku jadi begini? Padahal ini cuma wardrobe.Aida tak tahu, tapi Dia memang menyukai ruangan itu. Di dalamnya berkonsep sama minimalisnya dengan kamar mandi tadi yang di dominasi warna putih. Dan Aida yang memang merasa nyaman jug
"Pak buk…." Aida masih mengetok."Hei apa yang Kamu la….?" berbarengan dengan pintu terbuka."Heuuuu... heuuuuu..." Reiko diam melihat tangisan Aida pecah."Kenapa lama banget sih, Pak? Bapak ngerjain Saya bukan? Sengaja mau bunuh Saya?"Aida yang menangis sudah tak sabaran, dan tentu saja menarik perhatian Reiko.Dirinya sudah ketakutan setengah mati. Makanya Aida sudah menunjukkan emosi yang tak bisa dibendung."Ya ampun, tadi kan Aku sudah bilang, kalau Aku mulas, jadi Aku gak langsung ke kamarmu. Aku hampir setengah jam tadi di toilet. Baru Aku turun ke kamarmu.""Heuuuheuuuuu!" Aida tak peduli karena Dia masih ketakutan dan masih belum mau untuk berhenti menangis."Fuuuh, sini!""Lepasin Pak."Aida berusaha melepaskan tangan Reiko yang ingin memeluknya. Aida masih sesegukan saat ini."Jangan ngambek, sini!" Dan tak peduli dengan omelan Aida, Reiko memaksa."Maaf kalau Aku membuatmu cemas.""Bapak itu pelupa! Bapak selalu saja ingkar janji. Kalau Bapak bilang Bapak mau datang, Bap
"Hahaha!" Aida terkekeh mendengarnya hingga wajahnya memerah.Meski….Apa-apaan Dia bilang begini padaku? Sejak kapan Dia memikirkan, kalau Aku ini benar-benar istrinya? Orang ini otaknya konslet bukan? Atau Dia punya intrik apa denganku?Aida tetap berhati-hati dalam hatinya supaya tak melayang dan termakan ucapan Reiko itu."Lucu?"Ya, Aida sangat pandai sekali untuk menutupi isi hatinya dengan tawanya, sampai akhirnya Reiko bertanya begini."Seharusnya yang Bapak tunjukin isinya itu, Ratu Lebah Bapak bukannya Saya.""Kami belum menikah!"Reiko menjawab sesuai kenyataan, sambil menggandeng tangan Aida."Apa maksudnya sih, Pak? Bapak main-main dan punya rencana apalagi dengan Saya?" cicit Aida yang masih mencecar saat mereka melangkah keluar."Pak?"Aida makin gemas, karena Reiko tidak menjawab apapun. Dia hanya membawa Aida kembali ke ruang kerjanya."Heish, Bapak ni….""Aku mau kerja dulu! Kamu tidur lagi aja sana!"Perintah Reiko sambil menunjuk ke sofa bednya."Saya tanya apa, Ba
"Hahaha, Aku tahu dari wajahmu Kamu pasti ke-geer-an!"Reiko yang sudah sampai di dapur pun kembali terkekeh membayangkannya."Tapi, Kamu pintar juga untuk gak langsung percaya. Cuma Aku yakin sekali, kalau Kamu pasti percaya, hahahah!"Sungguh Dia benar-benar menahan geli dari tadi dan memang Reiko sangat pandai sekali bersandiwara, sehingga di dalam ruang kerjanya Dia terlihat cool."Dan seharusnya, Kamu tahu kalau tidak mungkin Aku menganggapmu menjadi Istriku betulan, karena di hatiku cuma ada Bee."Sudahlah tak jelas, bagaimana jalan pikiran Reiko.Candaan itu memang benar-benar masuk ke dalam hati Aida, meskipun Dia tetap berusaha untuk tetap berpikir waras.Aku tahu, tadi Kamu tuh senyum-senyum sendiri, pasti Kamu kepikiran bukan tentang ruangan itu?Untuk yang satu itu Aida missed. Isi hatinya terbaca. Saat tadi Aida sedang duduk di sofa bed dan berdzikir, Reiko memperhatikan sekilas Aida yang tersenyum namun gadis itu segera mungkin menghilangkan senyum di bibirnya dengan gel
"Bikin minum buat Bapak! Memangnya nanti Bapak kalau makan keselek gimana kalau gak ada air?"Celetukan yang membuat Reiko menengok ke meja dan dia menyadari sesuatu yang memang belum ada di sana, hingga bibirnya pun tersenyum kembali menetap Aida."Kayak tadi malam ya! Teh manis, gulanya kayak tadi malam juga.""Bukan air putih?""Aku mau teh manis. Bawa aja sekalian air putih segelas aja, ntar berdua sama Kamu.""Iya Pak!" jawab Aida yang sudah ngeloyor ke dapur, malas berdebat.Menyisakan Reiko di meja makan yang masih mengawasi punggungnya yang berjalan ke dapur. Tapi Reiko tak ada ekspresi hanya menatap saja sebelum menghela napas dan bicara…."Hari ini, Aku ada tamu." Bertepatan dengan Aida yang sudah berbalik arah menatapnya. Aida membawa gelas, menyiapkan untuk teh manisnya dulu.Aida sengaja memasak airnya. Dia tak menggunakan air dispenser."Temennya Bapak?" tanya yang meladeni pernyataan Reiko."Gardener yang sudah puluhan tahun dengan profesinya itu.""Oh!" Aida pun menjaw
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku