"Oh itu semua karena kesalahan saya, Mas Dimas. Bukan karena Mas Reiko." Aida lagi dan lagi melindungi Reiko.
"Itu saya lagi di dapur dan memang itu awal-awal saya tinggal di rumah Mas Reiko dan saya tidak mengerti bagaimana cara pakai peralatan di dapurnya."
"Kamu serius?"
Lagi lagi Aida membenarkan. Dari cara dia menatap Dimas memang dia seperti tidak menginginkan ada salah paham.
"Tapi Mas Dimas apa Pak Raditya tahu kalau Mas Dimas sudah tahu tentang hubungan saya ini?" Aida khawatir.
"Gak tahu!" Dimas berbohong. "Ini bukan urusan Raditya jadi aku nggak
"Mas Dimas itu makanan kita, bukan? Udah disajikan di meja!"Tapi bukan menjawab pertanyaan Dimas yang barusan, Aida malah menunjuk ke arah pelayan yang sudah menghidangkan makanan."Kamu ini malah ngalihin pembicaraanku lagi.""Ya soalnya sayang kan, kalau makanannya dibiarin kebuka gitu, Mas? Kita kan makannya di luar dan mending kita makan yuk!"Dimas terpaksa mengikuti Aida yang menuju ke arah meja. Apalagi melihat Aida begitu bersemangat. Dimas tak mengelak.Dia belum bisa membuat Aida melakukan apa yang diinginkannya.
"Jadi kau mau coba saingan denganku?"Ini sesaat setelah Reiko tahu Aida pergi dengan siapa dan Brigita sudah tidak lagi ada di apartemennya. Reiko berbisik dengan suara yang berat.Tapi senyumnya itu membuktikan kalau memang dia sudah memikirkan sebuah rencana.Reiko merogoh saku piyamanya dan memencet nomor telepon seseorang yang menjadi bagian dari rencananya.Ratna: Assalamualaikum nak Reiko?Reiko: Waalaikumsalam. Ibu sudah sampai mana sekarang? Karena saya akan menjemput ibu nanti di terminal.Ratna: Oh, nak Reiko yang datang?Reiko: Iya Ibu. Istri saya pagi ini gak bisa diganggu karena ada kursus bahasa Inggris untuk IELTS dan TOEFL-nya. Habis itu, dia ada juga kursus untuk ujian masuk kuliah dan saya meminta tolong pada teman saya, ibu mungkin masih ingat Mas Dimas yang datang ke pernikahan Mutia dan Farhan untuk membantunya? Karena ada workshop di perusahaan komunikasinya hari ini. Saya minta tolong istri saya diizinkan ikut, supaya dia bisa belajar tentang manajemen perusaha
"Yeaaaaay. Makasiiiiih Mas Reiko."Jelas saja, Lestari sangat senang sekali karena Reiko mengabulkan keinginannya.Meski begitu, bukan hanya Lestari yang senang soal ini.Kalau pergi ke Dufan, Arum dan Lingga sebetulnya juga senang hanya saja mereka me-manage perasaan mereka untuk melihat respon ibunya dulu.Menantuku ini memang benar-benar pandai memanjakan anak-anakku. Hanya Ratna yang mengurut dada sendiri sambil geleng-geleng kepala melihat putrinya yang sudah membayangkan berada di dalam Dufan sepertinya."Ibu naik dulu ya. Tidak perlu pikirka
"Hmm, cepet diangkat."Lingga menuruti apa yang diperintahkan oleh ReikoLingga: Mbak Aida. Udah selesai les IELTS ama TOEFL-nya? Aku udah ama Mas Reiko ni, nungguin cewek-cewek masih ganti baju, basah abis main arung jeram.Tapi Lingga justru mengangkatnya di loudspeaker.Aida: Arung jeram?Lingga: Iya, maaf ya Mbak Aida jangan marahin Mas Reiko. Tadi itu pas Mas Reiko jemput kita dan mau nganterin aku ke kosanku, eh si Lestari minta pergi ke Dufan jadi Mas Reiko yang emang selalu baik banget, jadi dia ngikutin maunya Lestari. Tapi sebenernya kita semua ju
Aduh … Ibu marah tidak padaku, ya? Dia ngadu apa ke Ibu, ya?Sambil deg-degan, Aida juga sudah berjalan mencoba setenang mungkin saat sudah berpisah dengan Dimas.Aida sudah ada di Dufan.Tempat yang memang jadi wishlist Aida untuk didatanginya. Tapi saat ini, di waktu Aida tidak mau datang malah dia datang ke sana!Kenapa juga mesti begini, sih! Kayaknya di sini cuman aku doang yang mukanya kelihatan sedih, soalnya orang-orang pada ketawa semua.Di waktu Aida belum bisa menikmati permainan di sana, dia justru melihat banyak orang yang terlihat ceria dan senang berada di sana.Kenapa aku selalu ada di satu tempat yang salah dan di waktu yang salah juga?Ya, Aida merengek sendiri di dalam hatinya.Itu adalah tempat yang dikunjunginya, tapi itu menjadi tempat yang salah hari ini. Makanya, Aida mengalihkan pikirannya dengan mengambil handphone dan ingin segera menghubungi seseorang.Lingga: Mbak Aida sudah di dalam?Aida: Sudah! Aku harus ke mana?Lingga: Mbak Aida tunggu aja di dekat ha
"Mas Reiko, makasih ya aku udah diajakin naik semua mainannya! Wah aku senang banget!""Iya, tapi Mas Reiko jadi keberatan harus ngegendong kamu terus, Lestari!"nanti"Sudah Ibu, nggak apa-apa. Lagian kakinya sakit, kalau dipaksain jalan malah jadi lama sembuhnya."Dan mereka memang sudah selesai main-main di Dufan. Ini sudah jam lima sore.Mereka baru berjalan keluar dan bisa dibayangkan berapa jam Reiko menggendong Lestari dari satu tempat ke tempat lain. Dia baru berhenti dan mengistirahatkan tubuhnya kalau mereka memang sedang duduk. Atau sedang ada di tempat permainannya dan makan. Setelah itu, dia menggendong lagi tak membiarkan Lestari turun sama sekali.Dan selama itu pula, dia tidak memperdulikan keberadaanku! Tapi karena dia memang menyibukkan dirinya dengan adik-adikku, Ibu dan yang lain kayaknya enggak nyadar!Reiko sama sekali tidak menegur Aida. tidak sama sekali memperhatikannya, menengok atau sekedar bertanya. Seakan-akan memang sibuk bermain saja."Lingga, kamu yang
"Hmm.""Ndak usah!" Tapi Ratna langsung menolaknya. "Ibu ndak perlu dianterin Nak Reiko.""Ibu yakin? Nggak apa-apa kok kalau aku antar. Lagian, bagaimana dengan Lestari nanti kalau aku gak antarin, Ibu? Kakinya kan masih sakit?""Ndak usah Nak Reiko. Ibu naik kendaraan apa nanti pulangnya? Nanti Ibu naik itu saja! Kasih tahu saja harus bagaimana dan Ibu yakin, orang-orang di sana juga pasti akan membantu Ibu dan Lestari."Tapi Ratna tetap menolak! Sudah terlalu banyak menurutnya mereka merepotkan Reiko, jadi Ratna tidak mau lagi membuat menantunya itu susah.
Tiiiit!Uhuk uhuk!Woaah, setelah pintu dibuka pun dia tidak sama sekali menatapku dan dia pergi begitu saja ke dapur?Kalau tidak melihat sendiri Aida sebetulnya tidak mau percaya.Tapi, benar apa yang dilihat matanya, kalau pria itu tidak sama sekali memandangnya dan justru sudah langsung menuju ke arah dapur.Reiko mengambil segelas air dan langsung meminumnya begitu saja tanpa peduli dengan Aida yang sedang berjalan masuk setelah menutup pintu.Kalau dia tidak mena
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku