Akhir-akhir ini Feli tak pernah menangis. Seolah-olah stok air matanya telah habis, mengering.Namun setelah mendengar putrinya diculik, hampir setiap menit air matanya menetes tak dapat terbendung. Sehari semalam ia terjaga dengan perasaan gelisah yang luar biasa.“Sayang, Papa dan Xavier sudah menemukan Archer dan Kimmy. Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah sakit. Kimmy nggak ada yang terluka, tapi Archer… seenggaknya dokter perlu mengeluarkan beberapa peluru dari tubuhnya.”Itu kata-kata yang ibunya ucapkan sebelum Feli bergegas pergi ke rumah sakit tadi malam.Bukan. Feli bukan datang untuk Archer, melainkan untuk Kimberly. Ia tidak ingin memedulikan pria itu, toh memang sudah kewajiban Archer untuk melindungi putri mereka apapun yang terjadi.Namun, entah mengapa seperti ada yang mengganjal di hati Feli ketika ia menolak semua informasi tentang Archer dari orang-orang yang datang ke ruang rawat Kimberly.Pukul delapan pagi. Feli masih duduk di tempat yang sama, di samping ran
Sore harinya Archer sudah siuman. Namun hatinya terasa hampa ketika tidak menemukan siapapun di ruangan rawatnya. Definisi dari anak yang ditelantarkan keluarga dan suami yang ditendang istri itu kini benar-benar ia rasakan. Rasanya sepi dan sunyi. Pintu ruangan terbuka. Archer langsung menolehkan kepala ke arah pintu. Namun detik berikutnya ia mendesah kecewa karena yang datang bukan wanita yang sangat ia harapkan kehadirannya. ‘Bagaimana perasaan Feli saat tahu aku di sini?’ batin Archer sembari menatap langit-langit ruangan. Archer langsung sadar kalau kemungkinan besar Feli tidak akan peduli kepadanya. Dia pria yang telah menyakitinya selama bertahun-tahun. “Saya periksa dulu ya, Pak, ya,” ucap perawat yang barusan membuka pintu. Archer mengangguk samar. Ia membiarkan perawat itu melakukan tugasnya. “Suster, apa tidak ada yang datang ke ruangan ini selama saya belum siuman?” tanya Archer penasaran. Tega sekali keluarganya jika tidak ada yang menjenguk, pikirnya. Sang peraw
Archer tertegun. “Bercinta?” ulangnya, memastikan kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik. “Apa maksudmu dengan aku bercinta bersama wanita itu?”“Pura-pura lupa?” Feli tersenyum sinis. “Sesuai dugaanku. Terus saja bersandiwara, Archer, sampai semua orang nggak ada yang akan percaya pada ucapanmu lagi!”Feli membalikkan badan, kakinya melangkah menjauhi Archer. Dengan cepat Archer menekan tuas di lengan kursi untuk menyusul Feli. Ditariknya tangan wanita itu hingga langkah kaki Feli terhenti.Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Archer bangkit berdiri. Ia bisa merasakan tubuh Feli menegang ketika ia memeluk dadanya dari belakang menggunakan satu tangan. Tangan yang lain Archer gunakan untuk memegangi infusan.“Lepas!” desis Feli, tapi ia tidak memberontak. Mungkin Feli tahu itu akan membuat Archer kesakitan. “Lepaskan aku, Archer!”“Sebentar saja,” gumam Archer, “aku ingin begini dulu, sebentar.”Feli menggigit bibir bawahnya yang gemetar, mencoba menahan rasa sakit ketika
“Seorang wanita ditemukan pingsan di pinggir jalan dalam kondisi tubuh tanpa busana dan luka memar di beberapa bagian tubuhnya. Wanita tanpa identitas ini diduga sebagai korban pelecehan seksual yang kemudian dibuang oleh pelaku di pinggir jalan.”Suara presenter berita pagi itu menggemparkan seisi restoran. Suasana mendadak riuh.“Apa dia sudah meninggal?”“Kurasa belum. Barusan kata presenternya dia pingsan.”“Penjahatnya keji banget sih, apa mereka nggak punya ibu dan saudara perempuan?”“Ya Tuhan, semoga aku dan keluargaku selalu dilindungi dari kejahatan keji begitu.”Feli yang baru saja membayar makanannya di kasir mendengarkan obrolan para pengunjung tersebut.Pagi ini ia sengaja membeli makanan di restoran di samping rumah sakit sekaligus ingin mencari udara segar, walau akhirnya udara yang ia dapati sudah tercemar dengan polusi udara.Karena penasaran, Feli lantas mengalihkan tatapannya ke layar televisi berukuran 21 inchi yang menempel di dinding, sedang menampilkan sosok per
“Bos, lima menit lagi!” teriak Erra sembari membetulkan balon berwarna hitam yang tatanannya sedikit tidak rapi. Balon-balon berwarna hitam, merah dan putih didesign membentuk huruf u terbalik di pintu masuk bagian luar.Mendengar seruan Erra, Archer pun melirik jam dinding, ia belum membeli jam tangan baru. Mungkin nanti kalau usahanya sudah sukses akan membeli arloji bermerek seperti dulu.“Oke, sudah paham sampai sini?” Archer kembali meluruskan pandangan pada Janu yang akan bertugas sebagai koki merangkap jadi barista.Di samping Janu ada seorang wanita yang merupakan influencer yang memiliki penggemar lebih dari satu juta followers. Lalu di sisi Janu yang lain ada tiga orang laki-laki muda berpenampilan ikonik dan keren. Mereka adalah grup band yang akan ikut meramaikan acara peresmian Fantastic Cafe hari ini.“Paham, Bos.” Janu mengangguk. Sebagai koki dan barista berpengalaman, harusnya ia biasa saja menghadapi pelanggan yang kemungkinan besar akan membludak hari ini. Namun Jan
Archer tidak terkejut dengan gugatan cerai ini. Sebab ia tahu, ayah mertuanya tengah mengusahakan perceraian untuknya dan Feli. Akan tetapi, yang membuat Archer terkejut; kenapa harus besok?! Kenapa cepat sekali waktu persidangannya? Itu membuat Archer tak bisa menyiapkan apapun atau mencegahnya. Ia hanya punya waktu kurang dari 24 jam saja. Dulu, ia berhasil mengagalkan rencana Feli saat menggugatnya secara diam-diam. Saat itu ia masih memiliki kekuasaan dan uang. Mudah sekali baginya untuk menghentikan proses gugatan cerai tersebut. Namun, kini… Archer tak yakin, apakah dirinya sanggup menghentikan sidang itu dengan ‘tangan kosong’ atau tidak? Bukan pesimis. Ia hanya berpikir realistis. Melawan ayah mertuanya yang memiliki kekuasaan menggurita bukanlah sesuatu yang mudah baginya, yang sudah miskin, tak punya kekuasaan pula. “Saya mau bertemu Papa, izinkan saya masuk!” desis Archer pada bodyguard yang menghalangi langkahnya, di depan teras mansion mewah sang ayah mertua. “Tuan
Feli tertegun. Jantungnya seakan terasa berhenti berdetak mendengarnya. Sungguh, ia berharap kalau apa yang ia dengar bukanlah mimpi atau bualan Archer semata. Namun, kepercayaannya telah dirusak. Masihkah ia bisa mempercayai Archer? “Wanita itu memalsukan hasil tes DNA janinnya, dan bodohnya aku langsung percaya begitu saja tanpa mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya,” jelas Archer kemudian, masih dengan suaranya yang lembut. Ia menumpukan dagu di bahu Feli, matanya memejam seraya menghirup aroma tubuh yang beberapa minggu terakhir ini sangat ia rindukan. Saat Feli masih terdiam, Archer kembali melanjutkan, “Karena kebodohanku saat itu, aku terpaksa menyakitimu dan membalaskan dendam padamu, yang sekarang aku sadari kalau aku telah melakukan sesuatu yang sangat salah pada wanita yang sama sekali tidak bersalah.” Archer mengeratkan pelukan lengannya yang melingkari punggung Feli. “Maaf…,” lirihnya, “maafkan aku telah menyakitimu selama bertahun-tahun, Fel. Aku mohon beri aku kes
Archer mengenakan kacamata, untuk menyamarkan perasaan gelisah dan sedihnya yang mungkin akan tergambar melalui sorot matanya. Ia duduk di meja tergugat, sedikit berjarak dari meja penggugat yang diduduki Feli.Di belakangnya, ada keluarga dari dua belah pihak. Mereka sama-sama terdiam, membuat ruang sidang itu terasa sunyi senyap.Jantung Archer berdetak kencang. Ia tak pernah membayangkan akan duduk di meja pengadilan, seperti hari ini. Duduknya tidak nyaman. Jika mengikuti egonya, detik ini juga ia akan menyeret Feli keluar dari ruang persidangan, memaksanya untuk kabur bersamanya meski wanita itu akan semakin terluka.Namun, Archer telah memutuskan, dirinya tak ingin memaksakan kehendak yang akan menyakiti Feli untuk kedua kali. Ia ingin Feli bahagia, walau bukan bersamanya.Persidangan dimulai. Archer seakan kehabisan napas ketika mendengar palu diketuk.Majelis Hakim bertanya kepada Feli terlebih dulu mengenai keputusannya untuk bercerai.Feli tak langsung menjawab. Wanita itu m