Meeting hari itu berlangsung lancar dan teratur sesuai dengan harapan Feli. Kini ia mengantarkan kliennya yang ditemani asistennya, keluar dari ruangan meeting. “Terima kasih atas kesempatan yang Anda berikan Mr. Han. Suatu kehormatan bagi saya dapat bekerjasama dengan pengusaha profesional seperti Anda.” Feli menaruh tangan kirinya di depan perut saat ia menyalami pria bermata sipit dan berambut setengah botak itu. “Sama-sama, Nona Felicia. Saya senang bisa berdiskusi dengan designer berbakat, muda dan cantik sepertimu.” Mr. Han tertawa, tawa khas pria matang yang terdengar formal. “Ngomong-ngomong, saya punya anak laki-laki yang baru menyelesaikan program doktor di Harvard. Dia sedang mencari calon istri. Saya rasa… kamu adalah tipe yang dia cari-cari. Dia pasti akan langsung menyukaimu.” Feli tersenyum, pipinya tersipu-sipu. “Ah… itu… terima kasih pujiannya Mr. Han, tapi saya berharap suami saya tidak mendengar hal ini, kalau dia tahu, kemungkinan dia akan cemburu,” kelakar Feli
Bukan sesuatu yang mudah memaafkan orang yang telah menyakitinya bertahun-tahun, bahkan sampai membuat hatinya hancur berantakan. Feli tidak menolak, tapi juga tidak menjawab permintaan maaf Belvina. Ia hanya langsung pergi dari hadapan wanita itu tanpa mengucapkan satu patah katapun.“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Suara lembut Archer mengeluarkan Feli dari ingatannya tentang hari kemarin.Feli menoleh ke samping. Ia tersenyum kecil pada Archer yang menghampirinya dengan langkah tegap. Pria itu terlihat semakin maskulin dengan tuksedo hitam dan dasi kupu-kupu di lehernya.“Cuma lagi memandangi taman aja, kok.” Feli menunjuk taman hotel yang ada di bawah mereka. Sudah sepuluh menit ia berdiam diri di sini, di balkon hotel bintang lima ini.Archer menoleh ke arah yang ditunjuk Feli sekilas. “Apapun itu yang sedang kamu pikirkan, aku harap kamu bukan memikirkan laki-laki lain.”Feli memutar bola matanya malas. Rupanya Archer tidak percaya dengan jawabannya barusan. “Acaranya mau dimula
“Emily, kenalkan, ini Feli istriku.”Feli yang sudah merasa kecewa pun berjuang keras untuk menyunggingkan senyuman simpul. Di saat seperti ini ia dituntut untuk profesional.Archer lalu menoleh ke arah Feli. “Fel, ini Emily, klienku.”Oh, klien? Hebat ya, klien tapi bisa sampai cium pipi kiri dan kanan.Feli ingin sekali menyuarakan kalimat tersebut di depan Archer dan Emily. Namun ia masih punya rasa malu. Ia bukan anak kecil yang asal tabrak saja demi perasaannya sendiri.Seulas senyum simpul tersungging di bibir Feli. Ia menjulurkan tangan kanan dan menjabat tangan Emily yang terulur lebih dulu.“Hai, Emily. Senang bertemu denganmu,” dusta Feli. Ia tetap harus profesional, bukan?“Oh? Ya, salam kenal, Feli. Saya dan suamimu cukup akrab setelah bekerjasama dalam beberapa proyek." Bibir merah cabai Emily tersungging amat manis. Lalu mengerutkan kening, mengamati Feli cukup lama, yang membuat Feli merasa risih. “Archer, bukankah sebelumnya aku pernah bertemu dengan istrimu? Tapi… kura
“Feli, kamu masih di dalam?!”Seruan Archer yang baru saja membuka pintu toilet, membuat mata Feli perlahan terbuka. Tidak. Feli tidak tidur. Ia hanya masih berusaha menghilangkan mualnya dengan mengatur napas.“Aaa! Kenapa ada laki-laki masuk ke toilet perempuan?!” seru seseorang yang sedang mencuci tangan di wastafel.“Maaf, saya sedang mencari istri saya.”Bunyi air kran berhenti. Feli tersenyum kecut mendengar suara Archer yang terdengar panik. Namun Feli enggan keluar untuk menemuinya.“Oh, istri Bapak lagi hamil, ya?”“Ibu tahu?”“Iya, soalnya tadi saya dengar ada yang muntah-muntah di situ. Saya rasa belum keluar.”Feli memutar bola matanya ketika derap langkah kaki Archer terdengar mendekat. Disusul dengan ketukan di pintu berulang kali.“Sunshine, kamu di dalam?” lirih Archer, “kamu nggak kenapa-napa, ‘kan?”Nggak kenapa-napa gimana? Hatinya yang kecewa dan sakit! Feli menggerutu dalam hati, lalu berusaha bangkit berdiri.“Fel, please… aku tahu kamu di dalam. Kamu dengar suar
Dengan perasaan kacau, Archer kembali ke ballroom. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan, lalu terhenti pada sosok wanita berambut pirang yang duduk di salah satu meja, tengah berbincang dengan seorang pria. Archer menyeret langkah mendekatinya.Emily sudah menyadari kedatangan Archer, wanita itu menghentikan obrolannya dan tersenyum ke arah Archer.“Emily, bisa kita bicara sebentar?”“Oke.” Emily bicara pada pria di sebelahnya sejenak, lalu beranjak dari kursi dan mengikuti langkah Archer ke tempat yang lebih sepi. “Ada apa? Nggak mungkin membicarakan pekerjaan di saat seperti ini, ‘kan?”“Ini tentang istriku,” tukas Archer dengan cepat, ekspresi wajahnya tampak datar, tak seramah biasanya ketika mengobrol dengan klien. “Maksudku Feli. Hanya dia satu-satunya istriku.”“Oh, ya. Jadi… apa yang dikatakan wanita bernama Belvina waktu itu nggak benar?”“Belvina yang mengakui itu tapi kenapa kamu bilang kalau aku yang mengakuinya?” Archer mengusap wajahnya dengan gusar. “Maksudku di
“Kondisi kandungan istri Anda cukup rentan, Pak. Bu Feli harus banyak istirahat. Dan yang paling penting, jangan biarkan istri Anda stres. Apalagi ini masih trimester awal, di mana kandungan sangat rentan terkena resiko yang tidak diinginkan.”Ucapan dokter beberapa jam yang lalu terngiang-ngiang di telinga Archer, membuat wajah Archer semakin kuyu.Sekarang sudah pukul dua pagi, tapi Archer sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya kacau dan semrawut. Ia kepikiran tentang kesalahpahaman di antara mereka berdua. Khawatir kalau Feli masih tidak mau memaafkannya. Belum lagi kondisi tubuh Feli sekarang, yang membuat Archer semakin gelisah.Kepada dokter Feli mengeluh perutnya sakit dan mual, tubuhnya lemas dan tremor. Namun, wanita itu sama sekali tidak mau jujur kepada Archer mengenai hal tersebut.“Kim… Kimmy….”Gumaman Feli membuat Archer keluar dari lamunannya. Ia mengeratkan genggaman tangan Feli, yang sejak tadi ia genggam.“Jangan khawatir, Sunshine, Kimmy sekarang bersam
Archer keluar dari mobil sembari tersenyum senang. Di tangannya tergenggam sebuah bingkisan berisi dua porsi mie tek-tek yang diinginkan istrinya. Penjual itu sengaja membuatkan dua porsi dengan harga yang sama—sebanyak pendapatan dia hari itu.Setibanya di depan ruangan rawat Feli, Archer sudah mempersiapkan diri dengan segala tanggapan yang akan diberikan istrinya itu setelah mendapat apa yang dia inginkan.Archer tersenyum. Ia yakin Feli akan senang. Dengan begitu Archer akan mudah merayunya agar Feli memaafkannya lagi.Didorongnya pintu di hadapannya. Tidak terkunci. Archer mengembuskan napas kasar, ia sedikit kesal karena Feli tidak menuruti ucapannya untuk mengunci pintu. Bagaimana kalau ada orang yang tiba-tiba masuk?“Sunshine, lihat! Aku bawa apa untukmu?” seru Archer dengan raut muka cerah. Dengan langkah cepat dihampirinya sang istri.Namun, saat melihat pemandangan di hadapannya senyuman Archer pun perlahan lenyap. Semangat yang semula menggebu-gebu pun akhirnya sirna.Bag
“Please… jangan mengabaikan aku,” pinta Archer dengan penuh permohonan. “Kamu boleh marah-marah, meneriaki aku, atau memukuliku sepuas kamu, tapi jangan mengabaikan dan mendiamkan aku seperti ini, Sunshine.”Melihat ekspresi Archer yang tampak memelas, Feli nyaris goyah dan merasa tak tega mendiamkan Archer terlalu lama. Namun ucapan Emily yang terus terngiang-ngiang membuat Feli bersikeras pada pendiriannya.Pada saat yang sama, pintu terdengar diketuk, membuat Archer urung untuk berbicara lagi. Ia pun menaruh makanannya yang tinggal separuh ke atas rak. Kemudian membuka pintu dan mendapati wanita berambut pirang di sana.Archer menyapa wanita itu dan memintanya masuk.Feli terkejut melihat siapa yang datang. Emily. Dia menghampiri Feli sambil tersenyum canggung. Semakin jelas saja ucapan Emily tadi malam saat Feli melihat sosoknya sekarang, membuat hati Feli semakin merasa tak karuan.“Bagaimana kondisimu? Tidak ada sesuatu yang serius, bukan?” tanya Emily.Feli berusaha untuk terse