Setelah mengantar ke sekolah, Alana lekas ke bengkel. Di sana, ia meminta kepada pemilik bengkel agar mereparasi mobilnya. "Kira-kira selesai berapa lama?""Bisa satu bulan bahkan lebih, Bu. Apalagi untuk jok dan karpetnya custom.""Duh, tidak bisa dipercepat, Pak? Masalahnya mobil ini saya pakai untuk antar-jemput anak sekolah."Setelah berdiskusi secara alot, akhirnya sang pemilik bengkel menyewakan mobilnya kepada Alana setengah harga dari biasanya. Alana pun setuju dan sangat berterimakasih kepada sang pemilik bengkel. Setelah transfer sejumlah untuk reparasi dan uang sewa, Alana meninggalkan bengkel. Tak lupa ia meminta nomor sang pemilik bengkel. Ada waktu dua jam lagi sebelum menjemput putrinya. Alana pun memilih pergi ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan dan camilan yang sudah habis. *Mobil berwarna hitam yang Alana sewa sudah teronggok di area parkir sebuah supermarket. Lekas ia melepas sabuk pengaman, lalu turun dan membuka pintu belakang dimana ada Alina di s
"Bagaimana? Apa bayinya laki-laki?" tanya Yuni kepada Alana dengan binar bahagia. "Maaf, Bu. Bayinya perempuan lagi," jawab Alana. Raut wajah Yuni seketika berubah drastis. Wanita paruh baya itu menatap Alana nyalang. "Katanya kalian program. Mana hasilnya?!"Kevin yang baru saja masuk angkat bicara. "Maaf, Bu. Aku dan Alana sudah berusaha. Apa yang kata dokter anjurkan sudah kami lakukan. Tapi, Tuhan kembali mempercayakan kami memiliki bayi perempuan.""Pokoknya, Ibu tidak mau tau ... setelah Alana pulih, kalian program lagi. Ingat! Bayi laki-laki!""Tapi, Bu, Alana ...," Ucapan Kevin menggantung karena Yuni sudah ke luar dari kamar. Yuni yang sengaja datang tanpa memberi kabar kepada Kevin maupun Alana merasa kecewa. Kevin sudah menduga hal itu. Oleh karenanya ia tidak memberitahu Yuni jenis kelamin anak ketiganya. Ia berniat akan memberi tahu nanti. Alana duduk tertunduk di atas ranjang. Badannya masih lemah karena tiga hari yang lalu Alana sudah melahirkan putri ketiganya. Dari
"Itu tidak akan terjadi, Bu! Aku tidak akan mengkhianati istriku!"Rasa lega berpendar dalam hati Alana. Ia yakin jika Kevin tidak akan melakukan itu. Ia sangat percaya jika Kevin setia seperti komitmennya dari awal menikah."Kamu perlu generasi penerus perusahaan, Kevin!" Suara Yuni meninggi.Alana menarik napas dalam-dalam. Jadi, Yuni ingin cucu laki-laki untuk meneruskan perusahaan? Ah, bukankah di zaman sekarang ini kaum hawa juga memiliki kedudukan yang sama dengan kaum adam? Dimana perempuan juga bisa memimpin sebuah perusahaan, bahkan sebuah negara, pikir Alana. Alana mendengar suara langkah Kevin mendekat. Alana mengatur napas agar emosinya stabil dan berlaga seperti orang yang baru saja datang. "Loh, Mas belum berangkat?" tanya Alana. "Ini mau, Sayang. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ke mari, hem?Alana tersenyum sambil mengelus perutnya. "Aku lapar, Mas.""Biar Mas siapain, ya?" Kevin berbalik, tetapi Alana mencegahnya. "Tidak usah, Mas. Jemput anak-anak saja. Kasian, takut
Kevin meminta Alana menunggu di kamar untuk menenangkan Alina. Sesekali matanya mengedar ke arah pintu berharap Kevin cepat kembali."Apa yang terjadi?!" tanya Alana saat pintu kamar baru saja terbuka. Tampak Kevin menuntun Liana juga Ilana yang masih sesenggukan. Liana dan Ilana berlari memeluk kaki Alana. "Ada apa?" tanya Alana lagi. Kevin mengembuskan napas kasar. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu mengempaskan tubunnya di sofa. Kevin mengatakan jika Yuni memukul bokong dan menjewer telinga Liana dan Ilana karena mereka sudah menumpahkan segelas teh ke ponsel Yuni.Deg! Seketika hati Alana terasa berkedut. Sakit. "Teh?" Alana balik bertanya dengan kening mengkerut dan kedua mata yang berkaca-kaca. "Yah .... Mereka membawakan segelas teh untuk ibu sebagai permintaan maaf."Alana terdiam sesaat. Andai saja tadi ia tidak menyuruh putrinya untuk meminta maaf, maka hal itu tidak akan terjadi. Walaupun demikian, Alana merasa bangga dan terharu atas usaha Liana dan Ilana dengan
Alana sudah sadarkan diri setelah Kevin memanggil seorang dokter. Hanya saja ia tampak murung. Ketika baby Alina menangis, Alana justru ikut menangis. Jangankan menyentuh, menyusui saja Alana tidak mau. Sikap Alana tentu saja membuat Kevin sedih sekaligus bingung. Belum lagi Liana dan Ilana yang tadinya meminta ditemani tidur justru ikut menangis melihat kondisi Alana. Melihat gelagat Alana, Dokter menjelaskan bahwa istri Kevin itu terkena baby blues syndrom. Awalnya Kevin tidak percaya karena Alina bukan anak pertama. Nyatanya, baby blues syndrom tidak hanya menimpa kepada ibu baru saja. Hal ini bisa menimpa kepada ibu yang sudah melahirkan beberapa anak juga, bahkan tidak mengenal usia. Semua dipicu karena banyak hal. Salah satu diantaranya karena perubahan hormon yang signifikan setelah melahirkan, pikiran, lingkungan sekitar yang membuat seorang ibu tertekan dan tidak percaya diri. "Istirahat yang cukup, berpikir positif. Dan yang paling penting adalah dukungan suami dan keluar
Satu minggu sudah berlalu. Setelah kejadian malam itu, Alana memilih untuk menjaga jarak dengan Yunia. Untung saja kamar Alana berada di bawah. Mertua serta adik iparnya berada di lantai dua tepat di samping kamar Liana. Alana merasa bersyukur karena saat itu Kevin lebih percaya kepadanya. Bahkan Kevin melarang Yunia maupun Yuni untuk masuk kamar utama. Lekakinya itu selalu membela ketika Yuni menghujatnya. Kevin selalu ada di sisinya saat ia merasa terpuruk, sedih, dan rasa takut melanda. Perlahan Alana bisa melewati hari-hari yang menurutnya berat itu. Kewarasan harus tetap terjaga karena ada Liana, Ilana dan Alina yang harus diperhatikan. Ia tak peduli lagi yang dikatakan oleh Yuni maupun Yunia. Seperti pagi ini. Pagi saat sarapan ketika mereka bertemu."Kamu harusnya bersyukur, Alana. Ibu sudah merestui kamu untuk menikah dengan Kevin walaupun kamu entah dari keluarga mana," tutur Yuni. "Keluarga gak jelas!" timpal Yunia. "Yunia!" pekik Kevin. Yunia mendelik dan memilih kemba
Prang! Alana terbangun oleh suara yang terdengar seperti kaca yang pecah. Alana melihat ke arah box bayi. Untung saja Alina tidak terganggu sama sekali. Alan bergegas turun mencari di mana arah suara kaca itu. Alangkah terkejutnya ia ternyata bingkai foto yang membingkai foto pernikahannya terjatuh dan pecah. "Ya, Tuhan, pertanda apa ini?" Alana mengusap lengannya karena embusan angin dingin menyapa. Alana menoleh. Rupanya jendela di pojok kamar lupa ia tutup. Alana bergegas menutup jendela itu sambil merutuk diri sendiri kenapa sampai ia lupa menutup jendela. Setelah memastikan jendela tertutup rapat, Alana membersihkan pecahan kaca. Alana mendongak. Jarum jam sudah menunjuk pada angka sebelas malam itu. "Mas Kevin sudah pulang apa belum? Duh, tidurku nyenyak sekali sampai tak sadar." Alana cepat-cepat membereskan kekacauan itu. Ia bergegas ke ruang kerja Kevin. Tidak ada, bahkan ruangan itu lampunya saja padam. Alana kembali mendekat ke ranjang. Diraihnya ponsel y
Ingin sekali Alana menerima panggilan itu. Akan tetapi, ia tidak ingin ikut campur dengan urusan kantor atau mungkin jika ia menjawab panggilan, takut jika Kevin mengatainya lancang. Akhirnya, Alana membangunkan Kevin. "Mas, bangun!"Hanya mengguncang bahu saja Kevin terbangun. Perlahan Kevin membuka matanya. "Ada apa, Sayang?""Ada telepon.""Kenapa gak kamu angkat saja," ucap Kevin dengan nada malas karena rasa kantuk masih melanda. "Ini dari nomor yang tertulis di kertas semalam itu.""Apa?!" Kevin terlihat kaget, lalu menyambar ponselnya cepat. Sikap Kevin tentu saja membuat Alana terkejut dan curiga. Ponsel sudah di tangan Kevin seiring dengan matinya panggilan tersebut. "Siapa, sih, Mas? Kenapa sampe segitunya? Mau bahas bisnis di jam segini? Pengusaha, apa wanita yang berusaha menggoda?!"Pertanyaan Alana berhasil membuat jantung Kevin hampir copot. Karena pasalnya, pemilik nomor itu memang seorang wanita. Hanya saja, Kevin merasa sulit untuk menjelaskan karena wanita itu
Setelah mengantar ke sekolah, Alana lekas ke bengkel. Di sana, ia meminta kepada pemilik bengkel agar mereparasi mobilnya. "Kira-kira selesai berapa lama?""Bisa satu bulan bahkan lebih, Bu. Apalagi untuk jok dan karpetnya custom.""Duh, tidak bisa dipercepat, Pak? Masalahnya mobil ini saya pakai untuk antar-jemput anak sekolah."Setelah berdiskusi secara alot, akhirnya sang pemilik bengkel menyewakan mobilnya kepada Alana setengah harga dari biasanya. Alana pun setuju dan sangat berterimakasih kepada sang pemilik bengkel. Setelah transfer sejumlah untuk reparasi dan uang sewa, Alana meninggalkan bengkel. Tak lupa ia meminta nomor sang pemilik bengkel. Ada waktu dua jam lagi sebelum menjemput putrinya. Alana pun memilih pergi ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan dan camilan yang sudah habis. *Mobil berwarna hitam yang Alana sewa sudah teronggok di area parkir sebuah supermarket. Lekas ia melepas sabuk pengaman, lalu turun dan membuka pintu belakang dimana ada Alina di s
"Apa-apaan, sih, Mas?!" Alana meradang. Bagaimana tidak? Kevin merampas ponselnya, lalu dilempar sekencang-kencangnya dan berakhir hancur menjadi beberapa bagian. "Jangan harap kamu bisa lepas dari Mas, Alana!" ucap Kevin tegas. "Perceraian itu tidak akan pernah terjadi!"Napas Alana memburu. Ia merutuki kebodohannya dalam hati. Kenapa ia tidak melihat situasi sekitar tadi? Jika saja ada Kevin, ia akan bergegas kembali ke kamar. Bukan tak beralasan Alana memilih di teras. Ia takut jika Liana atau Ilana ternyata terbangun dan mendengar pembicaraannya dengan Dita. Namun, nyatanya di teras semuanya jadi kacau-balau. "Mas egois! Sangat egois!" desis Alana. Kevin tersenyum penuh kemenangan. "Belajarlah menerima nasib, Sayang."Alana hanya diam, tetapi matanya menatap Kevin tajam, lalu memilih pergi.Masuk kamar, Alana lekas mengunci pintu dan memilih merebahkan diri di samping Alina. Amarah yang tadi sudah sampai di ubun-ubun perlahan sirna saat melihat wajah tenang Alina, Liana dan Il
Langit yang semula biru seketika dihiasi semburat jingga dan akhirnya berubah gelap. Malam itu jarum jam tepat menunjuk di angka delapan. Setelah selesai makan malam, ternyata keluarga Kevin memilih masuk ke kamar masing-masing. Namun, suasana yang seketika hening tiba-tiba saja menjadi ramai karena tangis bayi. Di kamar, Melani terus menimang bayinya. Bayi berusia empat hari yang diberi nama Rajendra Putra Chandra itu menolak untuk meminum ASI. "Duh, kamu kenapa, sih?!" Melani mulai kesal. "Mas? Mas Kevin?!" Melani berteriak-teriak memanggil suaminya itu, tetapi tak kunjung datang. Wanita itu bergegas ke ruang kerja Kevin. Nihil. Ia tidak menemukan Kevin di sana. Melani keluar dan mengetuk pintu kamar Yuni. "Bu? Boleh aku masuk?""Cup, cup, cup!" Melani menunggu Yuni membukakan pintu sambil menimang. "Bu?" Yuni tak kunjung keluar. "Ini juga ... pada ke mana, sih?" gerutu Melani. Melani memberanikan diri menerobos masuk kamar Yuni yang tenyata tidak dikunci. Di dalam, Melani
Tiga hari sudah berlalu setelah Melani melahirkan. Sekarang wanita itu sudah berada di rumah. Sedari pagi Alana dan Sumi disibukkan di dapur karena Yuni mengundang teman arisannya. Ya, bisa dibilang pesta kecil menyambut kedatangan Melani dan bayinya. Tak menampik jika ada rasa iri di hati Alana. Lebih sakit lagi ketika Yuni melarang kedua putrinya untuk bergabung. Keduanya hanya melihat Kevin dari kejauhan. Kevin yang sedari tadi menimang bayinya tentu saja membuat mereka merasa cemburu. "Silakan!" Alana menyajikan aneka minuman berwarna tepat di hadapan para tamu. "Ya ampun, Nak Alana ini hebat, loh. Kalau saya, mana mau dimadu. Apalagi sampai satu atap sama si madu," ucap salah seorang dari mereka yang kemudian terkekeh-kekeh. "Ya mau, dong, Jeng. Soalnya kalo dia cerai dari Kevin, pasti jadi gembel," timpal tamu lainnya. "Risiko gak bisa ngasih keturunan impian mertua, ya, begini ini," kata Yuni."Lumayanlah, itung-itung Sumi ada temannya," sambung Yuni. Alana hanya tersenyum
Alana menatap wajah Kevin dengan tatapan kosong, bahkan air matanya mengalir cukup deras. Ia benar-benar tidak menikmati aktivitas Kevin di atas tubuhnya karena pria itu mengambil haknya dengan kasar. Ya, tadi Kevin memeluknya dari belakang dan berhasil mengunci pergerakan Alana. Alana berontak saat Kevin hendak menciumnya. Kevin tidak mau tahu dengan kondisi hati Alana. Yang terpenting baginya, Alana masih istrinya. Ia berhak atas tubuh Alana. Kevin berdalih jika ia tidak memaksa, hal ini tidak akan pernah terjadi. Ya, benar! Rasa yang sudah mati untuk Kevin tak takkan sudi lagi bagi Alana untuk sekadar berciuman apalagi sampai memadu kasih. Air mata yang terjatuh tidak hanya menahan sakit di area intimnya, tetapi di dasar hati juga. Alana membayangkan dan merasa jijik bagaimana Kevin bercinta dengan Melani. Tak ada balasan dari Alana membuat Kevin menyudahi aktivitasnya. Biasanya ia akan berkali-kali melakukan pelepasan. Namun, kali ini Alana seperti gedebok pisang yang membuat ha
Alana sudah di rumah. Ia bergegas menidurkan Alina yang ternyata pulas, lalu ke luar lagi karena Kevin sedang menunggunya di ruang tamu. "Siapa pria tadi?""Emm ... siapa, ya?" Alana mengerutkan keningnya dengan jari telunjuk yang ia tempelkan di dagu seolah-olah sedang berpikir. "Kamu punya pria idaman lain?" Alana tersenyum lebar. "Tentu saja! Mas mencari kenyamanan di luaran, sampai-sampai punya bayi. Akupun sama! Aku akan lakukan seperti yang Mas contohkan!"Rahang Kevin mengetat. "Jangan membalikkan ucapanku! Dan jangan macam-macam!""Kenapa? Aku juga berhak bahagia!""Kamu tidak bahagia bersama Mas?"Sejenak Alana melongo, lalu tertawa. "Hahahaahaha ...." Tawa yang terdengar begitu renyah, padahal terasa hambar karena karena banyak luka di sana. Alana seketika terdiam dan memasang wajah datar. "Menurut Mas?!"Tanpa memberi Kevin waktu untuk menjawab, Alana kembali berkata, "Akkhh, pria tak punya hati seperti Mas pasti akan merasa istrinya selalu bahagia! Padahal ...,""Mas ga
Alana memeluk Liana dan Ilana. Rupanya mereka menangis saat mendengar teriakan Kevin, ditambah lagi Alana yang membanting pintu. Mereka ketakutan. Alana tak hentinya meminta maaf. Dirinya menjelaskan jika terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Kevin layaknya seorang teman jika bermain. "Seperti Kak Ana dan Ila. Kadang kalian juga berantem sedikit, lalu baikan lagi, kan?"Liana dan Ilana mengangguk mengerti. Alana meminta mereka untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum makan malam tiba. Sementara Liana dan Ilana mandi, Alana menyusui Alina. Makan malam tiba. Alana meminta Sumi untuk membawakan jatahnya dan anak-anak di kamar. Alana malas jika tiba-tiba Kevin atau Yuni datang lagi dan memaksanya untuk menyusui bayi Melani. Malam ini bisa lolos, tetapi besok dan besoknya lagi? Alana dibuat pusing memikirkannya. *Di rumah sakit, ada Melani yang merasa stress karena bayinya terus menangis. Ia mencoba memberinya ASI, tetapi sang bayi belum pandai menyedot puting. "Yang s
Siang itu Alana datang ke rumah sakit dengan membawa kado bersama ketiga putrinya. Semula, tak ada niatan sama sekali untuk datang. Hanya saja, ketika Ilana melakukan panggilan vidio dengan Kevin, Yuni memintanya untuk datang. Berdasarkan arahan dari Kevin, akhirnya mereka tiba di salah satu kamar ibu dan anak. Kevin menyambut kedatangan mereka. Liana dan Ilana yang sedari tadi mengekor, kini berada di samping kiri-kanan Alana. Keduanya kompak memegang baju Alana. Tampak di dekat ranjang bayi ada Yuni yang tak hentinya memandangi penuh kagum cucunya itu. "Selamat, ya Mbak," ucap Alana sambil menyimpan kado itu di lantai. Melani tersenyum lebar. "Terima kasih!"Alana mengangguk dan terdiam. Entah apa yang harus ia katakan dan lakukan lagi. "Kenapa diem di situ?" tanya Yuni, "liatlah cucu kesayangan, Ibu! Tampan, loh!"Alana tersenyum samar. Rupanya sang mertua hanya ingin pamer atau memanas-manasi? Alana mendekat dan memandangi wajah bayi itu. Seketika hatinya berkedut kembali m
Hari-hari Alana lalui dengan perasaan campur aduk. Kadang senang, kadang sedih. Senang ketika dirinya mengerjai Melani dan sedih saat melihat kenyataan jika dirinya berada dalam situasi memprihatinkan. Ya, sekarang usia kandungan Melani sudah masuk sembilan bulan. Perhatian Yuni dan Kevin tercurah kepadanya. Liana dan Ilana pun merasa sedih karena Kevin tak lagi mengajaknya bermain. Keadaan mereka tak ubah seperti orang-orang yang numpang hidup di rumah itu. Miris. Ya, Kevin mengabarkan bahwa rumah mewah itu kembali dikembalikan kepada Melani --orang yang seharusnya menerima hadiah itu. Alina. Bayi itu kini berusia tujuh belas bulan. Sudah pintar berjalan dan mulai berbicara dengan kosakata yang mulai bisa dimengerti. Sudah hampir empat bulan ini pula Kevin jarang menyapa dan menggendongnya. Sehingga, besar kemungkinan Alina tidak akan terlalu akrab. Malam ini jam dua belas malam. Alana yang tak bisa tidur memilih membuat secangkir teh cokelat panas di dapur. Pantulan cahaya rembula