Sebelum dikonsumsi, semua buah gowok sudah langsung Dimas cuci bersih. Bagi Dimas yang belum mencicipinya, dari aroma buah berwarna ungu cenderung gelap tersebut, tak hanya terbilang wangi. Sebab rasa kecut juga terbilang kuat. Alasan tersebut pula yang membuat Dimas tak berani memakannya bahkan untuk sekadar sedikit mencicipi. Sebab hanya menghirup aroma sekaligus menyaksikan istrinya makan saja, ia sudah sibuk menelan air liurnya sendiri.“Sayang, ... wajahnya mundur dulu. Aku mau ngulek sambel,” lembut Dimas kepada Melati yang memeluknya manja dari samping kiri.Di sebelah wastafel, Dimas siap mengulek bumbu rujak. Tadi, semua porsi di cobek, merupakan hasil arahan dari Melati. Sementara itu, sampai detik ini Melati masih sibuk memakan buah gowok. Melati mengambilnya dari wadah di wastafel. Melati tetap bertahan mendekap suaminya. Setelah arahan dari suaminya beberapa saat lalu, ia sengaja membenamkan wajahnya di punggung suaminya. Agar tidak terkena bumbu rujak yang akan suaminya
Dering telepon masuk di ponselnya, dan itu dari Dimas, membuat Ravael buru-buru menjawabnya.“Iya, Dim ... gimana—”Mendengar Ravael sedang teleponan dengan Dimas, Amira tak segan mengambil foto Melati berikut bingkainya. Keduanya sengaja Amira taruh ke dalam tas yang menghiasi pundak kanannya. Wajah Amira tampak menahan kesal, sementara lirikannya teramat tajam.“Melati sudah pembukaan tiga? Oh oke ... iya, iya. Biar Chiki sama aju saja. Aku jemput Chiki sekarang. Enggak ... aku enggak sibuk, kok! Sekarang juga aku ke rumah kamu.” Sambil terus berbicara mmebalas Dimas, Ravael buru-buru mematikan laptopnya menggunakan tangan kiri yang tidak memegang ponsel.“Chiki sudah sama sus-nya,” ucap Dimas dari seberang terdengar agak panik.“Oke, Dim. Oke. Ini aku langsung ke rumah kamu!” balas Ravael.Padahal selama setengah hari, Amira saja hanya Ravael cueki dengan dalih, bahwa pria itu sedang sangat sibuk. Namun giliran yang berkaitan dengan Melati, Ravael langsung sanggup.“Jangan-jangan,
“Melati, ... dengarkan aku baik-baik. Cari tempat yang banyak sinyalnya karena di kampung kamu terkenal susah sinyal!” “Iya, Mas Rava. Ini saya sudah di depan rumah dekat sawah. Di sini banyak sinyal. Suara saya sudah jelas, kan?” “Baik, tetap di situ. Sekali lagi, dengarkan aku baik-baik.” “Iya, Mas. Baik.” “Melati, ... aku mau menerima perjodohan kita. Aku mau menikahi kamu, bahkan membiayai pengobatan bapak kamu sampai beres. Namun, kamu harus mengizinkan aku menikahi kekasihku. Bapak kamu harus segera operasi, tapi BPJS yang kalian buat belum bisa dipakai, kan?” Selain meminta Melati mengizinkannya menikahi sang kekasih. Ravael juga tak mengizinkan Melati bertemu dengannya, bahkan meski sekadar melihat pria itu. “Kamu juga harus tetap merahasiakan pernikahan kita. Selain kamu yang tidak usah ikut ke Jakarta. Kalau orang tua kita tanya alasannya, bilang saja kamu mau jaga bapak kamu, sementara aku mengizinkan kamu!” “Terus, ... sebenarnya status saya apa, Mas?” tanya M
Sampai Jakarta selaku tujuan tempatnya bekerja, perasaan Melati jadi tak karuan. Sebab meski tengah berada di kota sang suami berikut mertuanya tinggal, Melati tetap tidak diizinkan mengabari apalagi menampakan diri. Tentu Ravael yang melarangnya. Pria yang telah menikahi Melati di atas kesepakatan itu masih memegang kendali aturan dalam hubungan mereka. Awal Melati jujur, bahwa dirinya akan bekerja di Jakarta pun, Ravael langsung marah-marah di telepon. Namun sambil terisak pilu, Melati mengurai alasannya kepada sang suami. Bukan hanya uang bulanan pemberian Ravael dan paling besar bernominal tiga ratus ribu, yang sama sekali tidak mencukupi. Namun karena Melati sudah telanjur tanda tangan kontrak. Melati bisa terkena denda besar, andai Melati tak lanjut kerja dan itu melanggar kontrak. Tentunya, bapak Melati juga masih butuh banyak biaya untuk berobat. Sedangkan Ravael tak mungkin memenuhinya. Karena jangankan mengurus bapak Melati yang hanya mertua, mengurus istri kedua Ravael
Melati mengetik pesan-pesan untuk sang suami sambil berderai air mata. Ia duduk di tempat duduk yang disediakan di teras alfa. Sementara bukannya diminum, air mineral yang Melati beli, justru Melati pakai untuk membasuh wajah khususnya membasuh kedua matanya. Lagi-lagi kedua matanya jadi sembab hanya karena pengabaian yang selalu ia terima dari suaminya. Seperti biasa, lagi-lagi pesan yang Melati kirimkan kepada sang suami, hanya dibaca. “Mas Rava memang menganggap aku sangat tidak penting. Atau memang ada alasan lain hingga semua pesan dariku tidak pernah dia balas? Atau memang karena mas Rava sedang sakit?” Namun, Melati memutuskan untuk mencari tahu besok. Hari besok juga, Melati akan menghubungi mama mertuanya. Di lain sisi, di tempat berbeda, pesan-pesan dari Melati membuat Ravael merenung serius. Ravael yang berdiri di ruang sebelah Nilam terbaring lemah, melongok Nilam. Nilam masih tidur, hingga Ravael kembali fokus ke ponsel. Di ponselnya masih dihiasi ruang obrolan WA d
Kebersamaan di bangku tunggu yang ada di depan restoran, masih berlangsung hangat. Orang tua Ravael masih menatap sang menantu penuh harap. Jejak lelah begitu kentara dari gelagat Melati. Buih keringat yang masih kerap jatuh dan sudah membuat rambut sekaligus wajah basah. Keadaan itu membuat orang tua Ravael yakin, Melati yang harusnya masih mengeyam bangku kuliah, sudah sangat bekerja keras.Hingga meski Melati tidak menyanggupi permintaan kedua mertuanya. Caranya yang santun, juga perjuangan Melati yang nyata untuk sang bapak jauh di kampung sana, membuat orang tua Ravael maklum. Terlebih, Melati berdalih akan berusaha pulang ke rumah setelah dirinya beres bekerja. Jadi, Melati tak akan tinggal di mess restoran lagi yang keberadaannya ada si lantai paling atas restoran berlantai empat di sana.“Aku kira mereka akan membahas perceraian karena kemarin, aku sudah membahasnya dengan mas Rava. Meski lagi-lagi, tidak ada balasan karena setiap pesanku memang hanya beliau baca. Namun terny
Dering tanda telepon masuk di ponselnya, membuat Melati amat sangat girang. Berdebar-debar hatinya seiring senyum di wajah lelahnya yang benar-benar lepas, hanya karena telepon masuk tersebut dari Ravael. Meski biasanya alasan suaminya itu menelepon karena untuk menjabarkan semua peraturan dalam hubungan mereka, dan semuanya merupakan larangan untuk Melati. Kali ini Melati yakin, alasan sang suami menghubunginya bukan untuk itu. Melati berpikir, bisa jadi Ravael yang sudah tahu kepulangan Melati ke rumah, akan menawarkan jemputan, maupun menawarkan perhatian lainnya.Kebahagiaan Melati juga sampai dirasakan oleh pak Dimas yang kebetulan datang. Dari luar kamar mess Melati yang tak sepenuhnya tertutup, pria berkacamata itu menyaksikan wanita muda yang diam-diam mencuri perhatiannya, terlihat sangat bahagia.“Enggak biasanya Melati begitu. Melati kelihatan bahagia banget,” batin pak Dimas.“Assalamualaikum, Mas? Mas, ... malam ini juga aku akan pulang ke rumah! Aku baru beres siap-siap
“Ternyata ... dia ... dia Mas Ravael? Kami pernah bertemu, ... dia ... dia temannya pak Dimas ....” Walau hanya berbicara dalam hati, pertemuannya dengan Ravael membuatnya tak kuasa melakukannya. Iya, sekadar berkata-kata dalam hati, mendadak sangat sulit Melati jalani. Lidahnya terlanjur kelu selain rasa aneh yang membuat dadanya menghangat.Gugup Melati rasakan karena ternyata, suaminya sangat tampan. Bisa Melati pastikan, tak ada wanita yang tidak terpikat kepada suaminya, terlebih jika suaminya sampai memberikan perhatian. Pantas selama ini, Ravael selalu semena-mena kepadanya. Karena Ravael pasti merasa Melati yang hanya gadis desa, tak pantas bersanding dengannya.Dunia seorang Melati seolah berputar lebih lambat dibuatnya, menjadikan Ravael sebagai porosnya. Tiga tahun lebih dinikahi, tetapi temu di antara mereka benar-benar baru terjadi. Sungguh hubungan yang sulit dimengerti, tetapi Melati berharap, temu kali ini akan menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka.Diam-diam, s
Dering telepon masuk di ponselnya, dan itu dari Dimas, membuat Ravael buru-buru menjawabnya.“Iya, Dim ... gimana—”Mendengar Ravael sedang teleponan dengan Dimas, Amira tak segan mengambil foto Melati berikut bingkainya. Keduanya sengaja Amira taruh ke dalam tas yang menghiasi pundak kanannya. Wajah Amira tampak menahan kesal, sementara lirikannya teramat tajam.“Melati sudah pembukaan tiga? Oh oke ... iya, iya. Biar Chiki sama aju saja. Aku jemput Chiki sekarang. Enggak ... aku enggak sibuk, kok! Sekarang juga aku ke rumah kamu.” Sambil terus berbicara mmebalas Dimas, Ravael buru-buru mematikan laptopnya menggunakan tangan kiri yang tidak memegang ponsel.“Chiki sudah sama sus-nya,” ucap Dimas dari seberang terdengar agak panik.“Oke, Dim. Oke. Ini aku langsung ke rumah kamu!” balas Ravael.Padahal selama setengah hari, Amira saja hanya Ravael cueki dengan dalih, bahwa pria itu sedang sangat sibuk. Namun giliran yang berkaitan dengan Melati, Ravael langsung sanggup.“Jangan-jangan,
Sebelum dikonsumsi, semua buah gowok sudah langsung Dimas cuci bersih. Bagi Dimas yang belum mencicipinya, dari aroma buah berwarna ungu cenderung gelap tersebut, tak hanya terbilang wangi. Sebab rasa kecut juga terbilang kuat. Alasan tersebut pula yang membuat Dimas tak berani memakannya bahkan untuk sekadar sedikit mencicipi. Sebab hanya menghirup aroma sekaligus menyaksikan istrinya makan saja, ia sudah sibuk menelan air liurnya sendiri.“Sayang, ... wajahnya mundur dulu. Aku mau ngulek sambel,” lembut Dimas kepada Melati yang memeluknya manja dari samping kiri.Di sebelah wastafel, Dimas siap mengulek bumbu rujak. Tadi, semua porsi di cobek, merupakan hasil arahan dari Melati. Sementara itu, sampai detik ini Melati masih sibuk memakan buah gowok. Melati mengambilnya dari wadah di wastafel. Melati tetap bertahan mendekap suaminya. Setelah arahan dari suaminya beberapa saat lalu, ia sengaja membenamkan wajahnya di punggung suaminya. Agar tidak terkena bumbu rujak yang akan suaminya
“Aku lupa nama buahnya—” Melati menatap putus asa wajah suaminya. Bibirnya mengerucut manja atas kesedihan yang tengah ia rasa. Kepada Dimas, Melati memang sangat bebas. Marah, manja, cemburu, bersedih, Melati tuangkan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Di hadapannya, Dimas yang berlutut jadi tertawa pasrah.“Aduh Sayang, ... suamimu enggak bisa baca pikiran kamu. Buah apa, ya? Sayang pengin buah apa? Coba dikatakan ciri-cirinya, nanti aku usahakan. Mana tahu, setelah makan buah itu, si Adik lahir,” lembut Dimas masih menyikapi istrinya penuh senyuman.Dimas sama sekali tidak marah pada serangkaian drama mengidam dari Melati. Di pangkuan Melati, kedua tangan mereka masih saling genggam. Sementara tatapan Dimas kepada Melati, amat sengat perhatian. Tatapan sekaligus perlakuan yang amat sangat membuat Melati nyaman. Hingga bersama Dimas, Melati juga merasa sangat bebas dalam berekspresi.Kebersamaan Dimas dan Melati berlangsung di halaman rumah Dimas. Keduanya sedang berjemur, memanfaatkan
“Coba Sayang dekati Ravael, bilangin dia jangan begitu. A—aku ... aku beneran bingung, Sayang!” ucap Dimas kepada Melati yang ia harapkan bisa memberi Ravael arahan.Bagi Dimas, sudah selayaknya dirinya yang diberi kemudahan dalam segala hal, merangkul sesama bahkan itu sahabatnya, untuk menjadi sosok yang lebih baik. Dimas percaya, hal semacam itu mampu membuat hidupnya jauh lebih berguna. Yang mana setiap hal yang ia lakukan, juga akan berdampak pada orang-orang di sekitarnya, tanpa terkecuali, orang-orang yang ia sayangi.“Dim, ... si Ravael cinta banget ke Melati. Mama bahkan yakin, alasan Ravael terpuruk begitu karena penyesalan yang amat sangat dalam, setelah dia menyia-nyiakan dan berakhir kehilangan Melati. Lah kok, ... kamu justru minta istrimu menemui Ravael? Berasa sengaja nyerahin istri ke kandang buaya. Ya ... ya pokoknya itu, lah. Kamu sudah menciptakan kesempatan buat Ravael mendekati Melati!” nyonya Filma berucap lirih dan merasa sangat geregetan kepada putranya. Bisa-
Dimas tidak bisa untuk tidak terkejut. Di malam pertamanya dan Melati, ia mendapatkan fakta yang amat sangat mencengangkan. Ia jadi tak hentinya merinding. Selain, Dimas yang jadi sangat bingung. Otak Dimas mendadak tidak bisa bekerja. Bagaimana mungkin, Melati yang sebelumnya pernah menikah dengan Ravael, dan statusnya merupakan janda dari sahabatnya. Yang mana, pernikahan Melati dan Ravael berlangsung lebih dari tiga tahun, justru masih suci?Sungguh, Dimas menjadi orang pertama ‘yang melakukannya’ kepada Melati. Di bawahnya, Melati masih sesenggukan tanpa keluhan berarti. Tadi, saat awal-awal Dimas nyaris menerobos ‘kesucian' Melati, Melati memang sempat merintih kesakitan. Namun setelahnya, Melati buru-buru menggunakan kedua tangannya untuk membekap wajahnya erat. Selain isak tangis lirih Melati tak lagi terdengar, Dimas juga tak lagi bisa melihat wajah kesakitan Melati dan sempat Dimas pergoki berlinang air mata.“Jika kondisinya begini ... harusnya aku bahagia, tetapi aku just
Melati dan Dimas akhirnya resmi menikah secara agama. Sementara untuk urusan pernikahan secara hukum, juga langsung diurus. Iya, Dimas tak hanya menikahi Melati secara agama, layaknya pernikahan yang sebelumnya Melati dapatkan dari Ravael.Beres ijab kabul, Dimas langsung meminta bantuan pak RT untuk mengurusnya. Karena pernikahan beda wilayah bahkan sekadar beda kecamatan, tetap harus diurus khususnya perihal domisili KK hasil pernikahan akan dibuat. Terlebih nantinya, baik Melati maupun pak Sulaiman akan diboyong ke Jakarta.Berbeda dari pernikahan lain, pernikahan Melati dan Dimas justru terus diwarnai gunjingan. Padahal, keduanya bukan pasangan selingkuh, atau pasangan yang terpaksa dinikahkan. Hanya karena usia Melati yang masih muda, tetapi sudah menikah dua kali padahal belum lama menjadi janda. Juga, kenyataan Dimas yang tak lebih tampan dari Ravael. Tetangga terus saja menggunjing sekaligus menertawakan keduanya.“Ya Allah ... jalan ke dapur, tahu-tahu tetangga yang masih di
Dimas terus saja dibanding-bandingkan dengan Ravael, mantan Melati dan bagi semuanya, jauh lebih good looking ketimbang Dimas. Setelah tetangga tak segan mengatakan, bahwa Melati yang masih muda sekaligus sangat cantik, bisa mendapatkan yang lebih dari Dimas. Pak Sulaiman juga terang-terangan meminta Dimas untuk segera menceraikan Melati, setelah keduanya resmi menikah. Hal tersebut harus Dimas lakukan agar Ravael bisa kembali menikahi Melati.Niat baik Dimas dan nyonya Filma, berikut bawaan keduanya yang sangat banyak, tak mampu menyentuh hati pak Sulaiman. Sebagai anak, Melati jadi malu sendiri.“Aku benar-benar minta maaf, Mas. Ma.” Melati bahkan terlalu bingung harus memulai dari mana.Melati berdiri di samping meja kayu berbentuk persegi panjang yang menghiasi ruang tamu. Di ruangan yang juga merangkap menjadi ruang keluarga tersebut, obrolan berlangsung. Bawaan dari Dimas dan jumlahnya banyak, memenuhi lantai keramik putih di sana.“Aku ... aku bahkan terlalu bingung harus mula
“Aku benar-benar minta maaf, Mel! Selama ini aku enggak tahu wujud kamu—”“Bagaimana mungkin Mas bisa tahu, kalau melihatku saja, Mas jijik?” Melati berucap tegas. Ia melongok dari balik punggung calon suaminya hanya untuk menatap mantan suaminya. Di hadapannya dan masih memohon kepadanya, Ravael juga tetap berlutut. “Iya, ... aku tak memungkirinya. Bahwa aku sudah berulang kali menegaskan kepadamu, bahwa aku jijik kepadamu,” ucap Ravael.“Aku jijik kepadamu yang mau-mau saja dijodohkan denganku. Padahal selain kamu baru lulus SMA, kita sama sekali tidak saling mengenal. Kita bahkan belum pernah bertemu.”“Hingga karena itu juga, aku yakin, hanya wanita murahan, dan juga menjijikan yang mau-maunya dijodohkan dengan orang asing. Tentu karena kamu mau, ... kamu juga masuk ke dalam golongan yang aku maksud!”Ravael masih menatap saksama kedua mata mantan istrinya. Di balik punggung Dimas, Melati balas menatapnya.“Namun perlu kamu tahu, ... aku sudah langsung jatuh cinta kepadamu, sejak
Dunia orang tua Ravael seolah menjadi berputar lebih lambat dan bahkan nyaris berhenti berputar. Kedua mata mereka langsung mengenali Melati. Alasan tersebut pula yang membuat keduanya refleks berdiri, meninggalkan kursi yang awalnya mereka duduki.Hati pak Bagyo maupun sang istri seketika teriris pedih. Terlebih, perubahan Melati justru dibarengi dengan mantan menantunya itu yang mau-mau saja digandeng mesra oleh Dimas. Iya, Dimas, sahabat Ravael—anak mereka. Padahal, baik ibu Irma maupun pak Bagyo pikir, Melati akan memperbaiki pernikahan dengan Ravael. Namun kini, wanita yang tengah mereka nantikan kabarnya itu justru menjadi bagian dari Dimas. Padahal, mereka berpikir bahwa wanita yang Dimas gandeng, merupakan wanita paling beruntung. Mereka sungguh baru memuji-muji, dan sampai memanjatkan doa terbaik.Kedua orang tua Ravael merasa sangat kecewa kepada Melati. Fitnah perselingkuhan yang sebelumnya sempat Ravael sampaikan kepada keduanya, seketika menjadi keyakinan di pikiran mere