Share

Butiran Salju

Penulis: Komalasari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Memangnya, kamu mau ke mana?" tanya Pramoedya cukup nyaring, karena Laila berjalan cepat meningglkannya. "Silakan pergi sendiri, dan berharaplah bertemu seseorang yang bisa bicara Bahasa Indonesia,” ujar Pramoedya, karena Laila tak menanggapi pertanyaannya.

Namun, setelah mendengar ucapan tadi, seketika Laila tertegun. Apa yang Pramoedya katakan memang benar. Bukan hanya tak tahu rute jalan, dia juga tidak paham sama sekali Bahasa Belanda. Akhirnya, Laila hanya berdiri terpaku. Dia harus mengesampingkan segala kekesalannya terhadap sang suami.

Pramoedya tersenyum kalem, seraya berjalan mendekat. Dia berdiri tepat di belakang Laila, hingga tubuh mereka merapat. “Kenapa berhenti?” bisiknya nakal.

“Mundur! Jangan dekat-dekat!” sergah Laila. Meski suaranya terdengar pelan, tapi kemarahan masih tersirat jelas dalam nada bicara wanita cantik dua puluh lima tahun tersebut.

“Ini bukan Indonesia. Aku bisa menciummu sesukaku di sini. Tak harus sambil bersembunyi,” ujar Pramoedya enteng, mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kembali ke Indonesia

    Pramoedya terdiam beberapa saat, sebelum mengalihkan perhatian kepada Laila yang kembali terlelap. Cuaca dingin bersalju, membuat wanita cantik itu malas beranjak dari tempat tidur. Terlebih, karena semalam Laila mengeluh sakit di bagian pinggang.“Sayang.” Pramoedya mengecup pipi sang istri, sambil membelai pucuk kepalanya penuh kasih. Dia menunjukkan perasaan yang begitu tulus terhadap wanita cantik berusia dua puluh lima tahun tersebut. “Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa pinggangmu masih sakit?” tanyanya lembut.Laila menggeliat pelan sambil membuka mata, lalu menoleh perlahan pada pria tampan di belakangnya. “Selamat pagi,” sapa Laila parau. “Aku malas bangun.” Bukannya menjawab pertanyaan sang suami, dia justru berbalik dan langsung memeluk Pramoedya.“Ya, Tuhan. Mulai manja rupanya.” Pramoedya tersenyum lebar, seraya membalas pelukan Laila. Pria tampan bermata hazel itu berkali-kali meng

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Situasi yang Memanas

    Widura sontak membelalakkan mata. Dia yang sedang risau karena Pramoedya tak dapat dihubungi, menjadi tambah pusing mendengar jawaban Elang. Selama dirinya bertugas menjaga serta mengelola harta kekayaan milik Reswara, baru kali ini Adnan bertindak di luar batas. “Di mana Pak Adnan sekarang?” tanyanya dengan sorot tajam kepada Elang.“Saya tidak tahu, karena Pak Adnan tadi menghubungi lewat telepon. Beliau meminta saya datang dan berbicara dengan Anda tentang masalah ini,” jawab sang akuntan muda, yang menaruh perhatian lebih kepada Laila tersebut.Widura terpaku beberapa saat, dengan tatapan tajam yang masih terarah kepada pria muda di hadapannya. Dia sadar bahwa Elang tak tahu-menahu tentang pengkhianatan serta segala kejahatan yang Adnan lakukan. “Saya akan bicara terlebih dulu dengan Pak Adnan. Barulah mengambil keputusan,” ucap Widura sesaat kemudian. Nada bicaranya terdengar sangat tegas dan penuh wibawa.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Gagal Bercinta

    “Anda berdua tidak berhak mengusir saya dari rumah ini!” lawan Widura. Dia tak akan tinggal diam, dengan perlakuan Adnan dan Mayang. “Dulu, saya bekerja kepada Pak Reswara. Saat ini, saya mengabdi pada Nona Laila. Hanya dia yang bisa memecat dan mengusir saya dari rumah ini!” tegas pria paruh baya itu penuh penekanan.“Kamu lihat Laila ada di sini?” tantang Adnan, seraya mengarahkan pandangan ke setiap penjuru ruangan, seakan tengah menyindir dan mengolok-olok ucapan Widura. “Di mana majikanmu sekarang? Jika Laila masih hidup, sudah pasti dia akan langsung kembali ke rumah ini. Namun, lihatlah kenyataannya. Sudah lebih dari satu bulan, keponakanku tak juga pulang.”“Keponakan kita sudah pulang, Pa. Dia kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Itulah yang belum orang bodoh ini sadari,” cibir Mayang. K

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Tak Percaya

    Pramoedya menoleh sekilas pada Laila, yang baru selesai mengancingkan baju. Embusan napas pelan meluncur, seiring dengan suara beberapa notifikasi yang masuk ke ponsel miliknya. Pramoedya tersenyum dan berusaha terlihat tenang. Dia lalu duduk di sebelah sang istri, yang kembali memasang ekspresi cemberut. Semenjak menikah dengan Pramoedya, Laila memang jadi sedikit manja. Itu semua karena Pramoedya memperlakukannya seperti ratu. Laila yang selama menjalani pernikahan dengan Aries tidak pernah mendapat perlakuan demikian, merasa menemukan kehidupan baru.“Kamu tahu kenapa kita pulang mendadak?” Pramoedya menggenggam ponsel yang sudah dinyalakan. Laila yang tengah cemberut, langsung menoleh. Dia menggeleng pelan. “Informanku mengatakan, bahwa Adnan dan istrinya berniat untuk mengaudit perusahaan pengolahan tuna milikmu. Segala hal yang berkaitan dengan perusahaan itu, akan dialihkan atas namanya.” “Apa?” Laila sontak berdiri. Dia menatap tajam Pramoedya, seakan hendak melayangkan pr

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Drama Penangkapan

    Mayang membelalakkan mata, melihat pemandangan yang membuat jantungnya seperti berhenti berdetak. Ibunda Marinka tersebut bergerak mundur. Mayang bahkan sampai tak menyadari, bahwa Adnan sudah berdiri di belakangnya.Adnan pun sama terkejut seperti Mayang. Pria paruh baya itu berdiri terpaku, menatap Laila dan Pramoedya yang sudah berdiri di hadapannya. “Ka-kamu ... ma-masih hid-up?” Dia tergagap. Jika Laila masih hidup, sudah dapat dipastikan bahwa semua rencananya akan gagal total. “Kenapa, Om? Om dan Tante sepertinya tidak senang melihatku ada di sini?” Laila tersenyum sinis, seraya mengarahkan pandangan pada Adnan dan Mayang secara bergantian.Adnan menggeleng kencang, sebagai tanda bantahan atas ucapan Laila. Sedangkan, Mayang hanya terpaku tanpa mengatakan apa pun. “Te-tentu saja tidak. Apa maksudmu? Kami sangat senang melihatmu pulang. Bukankah begitu, Ma?” Adnan melirik Mayang sekilas. Namun, wanita itu tak merespon. Seulas senyuman tersungging di bibir Laila. Wanita cantik

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Penyesalan Tak Berguna

    Laila tertegun, lalu menoleh kepada Aries. Dia menatap sang mantan suami, yang sudah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya wanita itu terlihat heran. Tanpa memberikan jawaban, Aries langsung menarik tangan Laila agar menjauh dari mobil. Apa yang Aries lakukan, tentu saja membuat Pramoedya tak terima. Dia langsung mencekal pergelangan tangan mantan suami Laila tersebut. Pramoedya mencengkram erat, hingga Aries meringis kecil. “Berani sekali kamu menyentuh istriku!” sergahnya. Tatapan pria tampan berdarah Belanda tadi sangat tajam, seakan hendak menghujam dan menghabisi putra sulung Kartika tanpa ampun.“Sudah! Hentikan!” Laila yang menangkap gelagat tak baik dari kedua pria di dekatnya, langsung memisahkan mereka. “Tolong jangan membuat keributan di sini.” Nada bicara Laila melunak. Pramoedya mengempaskan kasar tangan Aries. Dia tak ingin memedulikan pria itu. Pramoedya membuka pintu mobil, “Masuklah, Sayang. Kita harus segera ke kantor polisi,” ujarnya. Laila tak membantah. Wani

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Berakhir di Penjara

    Mobil yang membawa Pramoedya dan Laila, telah tiba di area parkir gedung kepolisian. Pramoedya turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk sang istri. Namun, Laila tetap bergeming di tempatnya, sambil mencengkeram tali sabuk pengaman.“Ayo, Sayang. Mereka sudah menunggu kita,” ajak Pramoedya lembut.Laila menggeleng lemah, kemudian menunduk.“Kenapa?” Pramoedya mengernyitkan kening.Cukup lama Laila tak menjawab, hingga akhirnya dia mendongak dan menatap sang suami dengan sorot sendu. “Di dalam sana, ada orang-orang yang mencoba membunuhku malam itu,” ucapnya lirih.“Tidak apa-apa, Sayang. Mereka sudah ditangkap dan berada di bawah penjagaan ketat," bujuk Pramoedya lembut.Akhirnya, Laila menurut. Dia membiarkan Pramoedya menuntunya, hingga mereka tiba di ruang pemeriksaan.Di ruangan itu, Laila mendapati Adnan sekeluarga duduk di salah satu sisi ruangan bersama beberapa orang berseragam tah

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kembali Merasa Ragu

    “Ada apa?” tanya Laila, setelah Pramoedya mengakhiri perbincangannya di telepon bersama Widura.“Marinka dinyatakan bersih. Dia tidak terlibat dalam upaya pembunuhan, yang Adnan dan istrinya rencanakan,” jawab Pramoedya.“Lalu?” tanya Laila lagi.Pramoedya tidak segera menjawab. Pria tampan itu menatap Laila beberapa saat, sebelum mengembuskan napas pelan. “Marinka memaksa kembali ke rumah ini. Mungkin, dia tak memiliki tujuan lain untuk pulang. Bagaimana menurutmu?”Kali ini, giliran Laila yang tak segera memberikan jawaban. Wanita cantik berambut panjang tersebut melipat kedua tangan di dada. “Sudah kuduga,” ucapnya malas. Laila mengarahkan perhatian kepada Lena. “Siapkan penyambu

Bab terbaru

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Akhir Perjalanan Panjang

    Selagi Aries dan Dara saling mengungkapkan perasaan, Laila dan Pramoedya pun melakukan hal yang sama. Mereka memisahkan diri dari para kerabat, yang tengah bersuka ria dalam pesta itu. “Bagaimana perjalananmu tadi?” tanya Pramoedya lembut. Sesekali, dia menyingirkan anak rambut yang menutupi kening Laila. Sikap pria itu benar-benar manis sehingga membuat Laila tersanjung. “Tadinya, aku mau mandi dan beristirahat sebentar sebelum makan malam. Akan tetapi, tiba-tiba mama mengatakan bahwa Mas Pram mengalami kecelakaan.” Laila menatap sang suami penuh cinta. “Kamu sangat mengkhawatirkanku.” Pramoedya tersenyum kalem. Ada rasa bangga dalam hatinya, yang tak harus dia ungkapkan. Pria itu cukup memberikan bukti nyata, melalui perlakuan tak biasa kepada Laila. “Aku ingin menculikmu sebentar dari sini,” bisiknya.Laila tersipu malu. Dia tak memberikan jawaban. Namun, bahasa tubuh wanita cantik tersebut, menunjukkan bahwa dia setuju dengan keinginan Pramoedya.Tanpa banyak bicara, Pramoedya

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kejutan Istimewa

    Beberapa hari setelah itu, Laila dan Aries berangkat ke Belanda. Setelah melewati perjalanan panjang melalui jalur udara, akhirnya mereka tiba di Kota Amsterdam. Kebetulan, Pramoedya sudah menyiapkan sopir yang menjemput keduanya. Dari bandara, Aries dan Laila langsung menuju kediaman Wilhelm van Holst. “Selamat datang kembali, Laila,” sambut Wilhelm hangat. “Senang sekali kamu bisa datang lagi kemari, Sayang.” Naheswari memeluk erat Laila. Dia begitu bahagia atas kehadiran sang menantu di rumahnya. “Di mana Lara dan Zehra?” tanya Laila, seraya mengedarkan pandangan. “Um … mereka … mereka sedang pergi dengan Pram. Ada sedikit urusan yang harus diselesaikan,” jelas Naheswari sedikit tak nyaman. Sesekali, dia melirik sang suami yang menatap penuh arti padanya. “Ya, sudah. Sebaiknya, kalian beristirahat dulu.” Wilhelm berdehem pelan, seakan memberi kode rahasia kepada sang istri. Naheswari tersenyum lembut. Dia memanggil pelayan, lalu menyuruhnya mengantar Aries ke kamar yang sudah

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kepergian Pramoedya

    “Mas akan tetap berangkat ke Belanda?” tanya Laila, dengan sorot harap-harap cemas.“Ya. Semua sudah siap,” jawab Pramoedya pelan, seraya menarik selimut. Dia menutupi tubuh polosnya dan sang istri, yang baru selesai bercinta. Pramoedya memejamkan mata.Laila mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Wanita itu seperti menahan rasa kecewa. Ekspresi tadi terpancar jelas dari raut wajahnya. Namun, Laila tak berani mengungkapkan apa yang dia pikirkan.“Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan?” Pramoedya membuka mata. Dia menatap lekat Laila yang tampak memendam kesedihan.“Aku tidak ….” Laila seakan sengaja menggantungkan kalimatnya. Dia menatap Pramoedya dengan mata berkaca-kaca.“Apa?” Pramoedya menautkan alis, menunggu Laila menyelesaikan kata-katanya. Namun, sang istru justru membalikkan badan. Laila seperti menghindar dari perbincangan yang dirinya mulai.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Diiringi Rintik Gerimis

    “Mas,” sapa Laila, yang tiba-tiba menjadi salah tingkah. Wanita cantik tersebut sadar betul seperti apa penampilannya, meski Pramoedya pernah melihat dia dalam kondisi lebih acak-acakan dari itu.“Lihatlah, Pram. Laila menyiapkan semua menu untuk makan malam kita kali ini,” ujar Naheswari, seraya tersenyum lebar. Ibu tiga anak itu tahu, bahwa menantunya merasa canggung berhadapan langsung dengan sang putra. “Jangan katakan, jika Mama memaksa Laila mengerjakan ini semua,” tukas Pramoedya kalem. Dia menghadapkan tubuh pada Naheswari. Namun, ekor mata pria tampan itu justru tertuju pada Laila, yang sibuk sendiri menanggulangi rasa kikuk. Seulas senyuman muncul di sudut bibir Pramoedya. “Adakalanya kita harus memaksa, Sayang,” ujar Nahwswari, sambil berjalan mendekat pada putra sulungnya. “Mandi dan segeralah berganti pakaian. Setelah itu, kita makan malam sama-sama.” Wanita paruh baya tersebut menepuk pelan pipi Pramoedya, lalu berbalik pada Laila. 

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Lusuh dan Berminyak

    Laila berdiri terpaku, menyaksikan kepergian Pramoedya dengan sedan hitam yang dikendarai sendiri. Pria itu serius akan kata-katanya, tentang perceraian dan rencana kepergian dia ke Belanda. Karena, sang pengusaha tampan berdarah campuran tadi berlalu tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Putra sulung pasangan Naheswari dan Wilhelm tersebut, seakan sudah pasrah menerima kisah cintanya yang tak berjalan mulus. Sementara itu, Aries masih berdiri di teras sambil menyandarkan lengan kiri pada pilar penyangga. Tatapan mantan suami Laila tersebut kosong, menerawang menembus kegelapan malam. “Kupikir, kamu sudah pulang.” Laila melangkah ke teras, lalu berdiri di sebelah Aries. Namun, dia tetap memberi jarak dari sang mantan suami. “Pak Pram memintaku agar tetap di sini, sampai dia mengirimkan pengawal pribadi untuk menjagamu,” balas Aries, seraya menoleh sekilas pada Laila yang memandang ke depan. “Dia sangat mengkhawatirkanmu.” Laila tidak menyahut. Wanita cantik itu hanya menundukkan

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Keputusan Akhir Pramoedya

    “Mas,” panggil Laila lirih. Tak terkira betapa bahagia hatinya, saat melihat Pramoedya ada di sana. Dia dan Marinka yang sudah putus asa, kembali mendapat kekuatan. Terlebih, Pramoedya datang bersama Aries dan tiga pria berjaket kulit.“Hentikan, Pak Widura.” Nada bicara Pramoedya terdengar sangat tenang, tapi penuh wibawa. “Anda adalah orang yang cerdas. Anda pasti tahu seperti apa konsekuensi, bila tidak bisa bersikap kooperatif terhadap petugas.”“Petugas apa?” Widura menyeringai pada Pramoedya, yang tak memberikan jawaban.Pramoedya menoleh pada tiga pria berjaket kulit tadi. Dia mengarahkan tangannya ke arah Widura. “Silakan, Pak. Semua barang bukti sudah saya kantongi, dan akan segera diserahkan pada pihak yang berwajib,” ucap pengus

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Widura yang Sebenarnya

    “Pertanyaan macam apa itu, Bu Laila?” Widura terkekeh pelan.“Jawab saja, Pak,” desak Laila. Sekilas, dia melirik Marinka yang terlihat tegang.“Apa saja yang Non Marinka ceritakan pada Anda?” Widura tak lagi seramah biasanya. Rait wajah pria itu berubah menakutkan. “Banyak,” jawab Laila singkat. Tatapannya lekat, tertuju pada Widura. “Salah satunya adalah tentang obat-obatan, yang tersimpan di laci kamar ayah saya.”Setelah mendengar ucapan Laila, Widura jadi makin tak bersahabat. Tak ada lagi sosok lembut, bijak, dan pelndung yang selama ini menjadi ciri khas dirinya. Widura bagaikan seekor singa yang menemukan mangsa, dan bersiap untuk menerkamnya.Melihat bahasa tubuh Widura, Marinka mundur perlahan. Dia berbalik, kemudian berlari menuruni undakan anak tangga menuju halaman. Namun, belum sempat Marinka melarikan diri, Widura sigap mencegahnya. Pria paruh baya itu mencengkeram erat tangan Marinka, hingga sepupu Laila tersebut meringis kesakitan. “Lepaskan aku, Tua bangka!” umpat

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Wanita Keras Kepala dan Pencemburu

    Semua mata sontak tertuju pada Marinka. Celetukan wanita muda itu memang terdengar keterlaluan. “Kenapa? Apa ada yang salah?” Marinka yang telah menghabiskan setengah dari isi dalam piringnya, meneguk air putih tanpa menghiraukan tatapan aneh yang lain. “Aku hanya mengatakan sesuatu yang memang kerap terjadi di zaman sekarang. Persahabatan jadi cinta, atau cinta segitiga antar sahabat. Lebih parah lagi, jika ada dua pria yang bersahabat dekat mencintai satu wanita. Tak jadi masalah apabila si wanita tidak memilih salah satu.”Naheswari menautkan alis, setelah mendengar ucapan Marinka barusan. Ibunda Pramoedya tersebut memaksakan tersenyum, meski ada sesuatu yang tiba-tiba mengusik hatinya. “Tante rasa, teorimu tadi tidak berlaku untuk Reswara dan Widura. Buktinya, Widura mendukung hingga sekarang. Sampai Anita tiada, Widura tetap mendampingi Reswara sebagai sahabat sekaligus orang kepercayaan yang banyak membantu. Bahkan, saat Reswara terbaring sakit dalam waktu yang terbilang lama.”

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kisah Empat Sahabat

    Laila terpaku beberapa saat, sebelum memutuskan untuk menjawab panggilan tadi. Setelah mendengar cerita Marinka tentang Widura, pandangannya terhadap pria paruh baya itu jadi berubah. Jujur saja, dia terpengaruh dan mulai ragu. Walaupun, dirinya belum mendapatkan bukti yang benar-benar valid tentang semua pernyataan Marinka tadi.“Siapa, Sayang?” tanya Pramoedya lembut. Meskipun saat ini hubungannya dengan Laila belum membaik seperti biasa, tapi tak mengubah sikap manis pria itu terhadap sang istri.“Pak Widura,” jawab Laila ragu.“Angkat saja. Katakan bahwa kamu sedang bersamaku sekarang.” Raut wajah Pramoedya seketika jadi serius.Laila tak membantah. Dia langsung menggeser ikon hijau, untuk menjawab panggilan

DMCA.com Protection Status