"Vivi!" Ya Allah benar itu Vivi. Aku kaget bukan main, reflek aku menutup mulutku dengan telapak tangan.Perempuan itu pun langsung menoleh saat aku mengucap namanya tadi. Sejenak kami saling tatap. Dunia seakan berhenti untuk beberapa saat, mengingat semua memori yang tersimpan di dalam ingatanku. Memori masa kecil kami hingga dewasa, sampai memori saat ia datang menjadi duri dalam rumah tanggaku. Menghancurkan keutuhan rumah tanggaku.Walau kini semua itu telah berlalu dan tergantikan oleh kebahagiaan yang datang padaku berlipat-lipat dari sebelumnya. Tapi tetap saja, hati yang retak oleh perbuatan keji seseorang, tak akan mampu membuat hati itu utuh kembali seperti semula meski kata maaf telah terlahir dari dalam sanubari dan lisan itu sendiri.Vivi pun mengerejap beberapa saat, seakan memastikan jika yang berdiri di depannya kini adalah aku. Ya aku, Anisa Andhara Putri Hadiwijaya, sepupunya yang dulu pernah disakitinya dengan begitu kejam. Wanita yang ia singkirkan hanya demi mer
Aku menatap langit-langit kamar hotel tempat kami menginap, mata ini masih juga belum mengantuk, sedangkan Mas Raffi sudar terlelap, sejak tadi, terdengar dengkuran halus dalam lelapnya.Aku menggeser tubuh untuk ke kamar mandi, lebih baik aku berwudhu sebelum tidur agar sejenak bisa melupakan semua masalahku, dan bisa tidur dengan nyenyak malam ini.Pelan aku menggeser tubuhku, menyingkirkan lengan kekar suamiku yang memeluk erat perutku. Setelah berhasil terlepas baru aku beringsut turun dari ranjang.Aku pun mencuci muka kemudian berwudhu. setelah itu kembali ke kamar, merebahkan tubuhku di samping Mas Raffi.Namun baru saja aku merebahkan punggungku di bantal, Mas Raffi menggeliat. Pelan ia mengerjap dan menatapku beberapa saat."Sayang kamu belum tidur?" Aku hanya menggeleng."Ini aku baru tidur Mas. Dari tadi nggak bisa tidur," sahutku. Mungkin karena tadi di mobil aku sempat tertidur walaupun sebentar."Owh, sini." Mas Raffi merentangkan kedua tangannya, memintaku untuk masuk d
"Oke, kalau kamu nggak mau ke rumah sakit, ayo ikut aku pulang!""Nggak.""Kenapa? Lalu maumu bagaimana?" Aku merasa putus asa.Beberapa saat kami berdua sama-sama diam."Sebenarnya siapa laki-laki itu Vi? Kenapa memanggilmu Vini?" "Dia ... Dia pacarku.""Apa pacarmu? Kenapa dia kasar sekali padamu? Apa yang dia minta saat di pinggir jalan itu? Aku lihat kalian berdebat cukup alot. Dia terlihat ... Seperti meminta sesuatu padamu," cecarku.Vivi terdiam yang terlihat hanyalah linangan air mata. Aku membuang pandangan, muak. Semuanya seperti tanggung, setengah-setengah dan penuh teka-teki. Vivi masih belum mau cerita semuanya secara gamblang. Sedangkan aku sendiri tak sabar karena rasa penasaran yang memuncak."Setiap malam aku harus memberinya jatah lima ratus ribu."Degh!Pacar model apa begitu? Yang tega memeras kekasihnya sendiri. Sebagai perempuan tentu inginnya di hargai, di hormati, di manjakan oleh pacarnya bukan? Bukan justru mau dimanfaatkan seperti ini. Bodoh atau gimana ka
"Vivi! Alhamdulillah Sayang, kamu pulang Nak," pekik Tante Ranti saat melihat kami diambang pintu rumah. Ia langsung berlari dan memeluk tubuh Vivi.Vivi hanya tersenyum tipis, dengan menatap nanar wajah ibunya, juga melihat penuh haru wajah mungil Arka. Arka berdiri menyaksikan neneknya yang sedang memeluk Vivi.Mungkin bocah kecil itu tak tahu kalau wanita yang ada di hadapannya ini adalah ibunya. Wanita yang melahirkannya ke dunia ini.Tante Ranti memeluk Vivi dengan bahu bergetar, ia pasti sangat rindu, dan juga khawatir dengan Vivi, seperti apapun buruknya kelakuan sang anak, di hati seorang ibu, tentu akan tetap menjadi permata hatinya."Vivi, Alhamdulillah, ya Allah, kamu kembali Nak," ucap Tante Ranti dengan suara parau.Vivi mengangguk."Maafin aku Ma. Maafin Vivi, Ma." Vivi berusaha melepaskan pelukan ibunya dan hendak bersujud memeluk kaki Tante Ranti, namun Tante Ranti langsung mencegahnya, dan meminta Vivi untuk tetap berdiri dan kembali memeluk putrinya. Suasana hati men
"Lebih baik nggak usah pulang sekalian, daripada hanya membuat Papa teringat semua kelakuan kamu Vi," ucap Om Edwin terdengar dingin tanpa ekspresi.Om Edwin melangkah menjauhi kami, sampai membuat Vivi terjengkang karena tadi memeluk lutut papanya."Papa! Sudahlah Pa! Kita sebagai orang tua, sudah sepatutnya memaafkan kesalahan anak, apalagi Vivi sudah minta maaf," seru Tante Vivi."Terus saja kamu bela anakmu itu Ma. Dia jadi begini itu karena kamu, kamu terlalu memanjakan dia!" sentak Om Edwin. Terlihat jelas raut kecewa tergambar di wajahnya."Papa! Mama!" panggil Vivi yang kini tertududuk di sofa, wajahnya yang pucat serta kedua matanya sembab. "Maafin Vivi Ma, Pa. Maaf." Vivi terlihat sangat lemah, lamat-lamat ia terpejam dan kehilangan kesadaran."Ya Allah Vi! Om, Tante, Vivi pingsan! Ayo cepat kita bawa dia ke rumah sakit." Om Edwin yang tadinya hendak melangkah keluar rumah pun langsung menoleh ke arah Vivi." Hanya helaan napasnya yang terdengar, sebelum akhirnya ia mela
Pov Vivi.Aku terkejut bukan main, ketika tiba-tiba aku hampir keserempet mobil, dan saat seorang laki-laki keluar dari mobil, aku seperti mengenalnya, tapi di mana. Aku baru menyadari saat Mbak Nisa keluar dari mobil yang sama. Ya, aku ingat sekarang dia adalah Raffi laki-laki yang menolong Mbak Nisa saat dulu pernah kecelakaan. Kini mereka telah bersatu dalam ikatan pernikahan.Ya, Mbak Nisa berhak mendapatkan laki-laki sebaik Raffi.Aku kembali harus sembunyi dari Arya, aku sudah muak dengannya.Flashback empat tahun lalu..."Ren, kamu nggak bisa gitu dong! Kamu nggak bisa tinggalin aku gitu aja setelah semua yang sudah kita lakukan sama-sama, aku bahkan sudah berjuang sejauh ini lho untuk bisa sama-sama dengan kamu, bahkan aku rela nikah sama Mas Adrian untuk menyelamatkan anak ini agar dia tak lahir sebagai anak haram!" sentakku pada Rendi hari itu, ketika ia menyampaikan akan pindah ke Bandung."Aku mengerti Vi, terimakasih sudah menjaga anakku. Terimakasih, tapi maaf, kita tak
Pov Vivi 2Sejak aku berada dalam kehidupan gelap ini, aku lebih dikenal sebagai Vini, bukan lagi nama Vivi.Hubunganku dengan Arya makin dekat meski sudah kukatakan aku mulai bekerja sambilan open BO, ia tetap tak peduli, tetao perhatian dan sangat mengerti aku. Hingga akhirnya ia mengajakku untuk berpacaran dengannya.Tentu gaya pacaran kami sudah seperti suami istri, tinggal satu rumah, berhubungan layaknya suami istri. Aku tak peduli itu, asalkan dia mau menerimaku apa adanya. Jatah untuknya setiap malam lima ratus ribu tetap berjalan, bagaimanapun dia sudah banyak membantuku, dan yang paling utama, dia sayang padaku.Hingga tiba-tiba aku merasa tubuhku tidak baik-baik saja. Aku kerap kali demam dan sering diare. Berat badanku pun turun drastis dalam waktu beberapa bulan saja. Melihat pekerjaanku yang seperti ini tentu aku khawatir, aku beranikan diri untuk periksa ke dokter.. ternyata benar penyakit sialan itu menghampiriku. Memang menjadi seorang pekerja Se*s komersial harus di
"Pa, sudah Pa, sudah, ini rumah sakit, malu teriak-teriak," ucap Tante Ranti mengusap lengan Om Edwin."Malu Ma, Papa malu, punya anak perempuan satu, begini kelakuannya, nggak cukup bikin malu keluarga dengan semua kelakuanya!""Iya Pa, iya, Mama paham, tapi Papa harus sabar." Tante Ranti masih berusaha menenangkan Om Edwin."Astaghfirullah, Astaghfirullah.""Duduk dulu Pa, duduk dulu, minum Pa." Tante Ranti mengangsurkan segelas air putih untuk Om Edwin.Beliau meneguknya hingga habis."Ya Allah Ma, dosa apa kita, sampai di uji begini berat," tukas Om Edwin."Maaf Pa, Vivi menyesal Pa," ucap Vivi dengan begitu pilu.Om Edwin langsung membuang muka."Muak Papa lihat wajah kamu Vi, menjijikkan!" sergah Om Edwin kemudian langsung bangkit dan pergi keluar ruangan."Pa! Mau kemana lagi, Pa!"Om Edwin tak menjawabnya."Papa!" panggil Vivi sambil menangis."Ya Allah Papa," ucap Tante Ranti sambil menatap anak dan suaminya, terlihat bingung. "Biar Nisa yang kejar Om Edwin Tante, Tante tena
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m