Setelah langit berubah warna menjadi jingga keemasan, Akira akhirnya menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan. Langkah-langkah kakinya yang lelah membawanya kembali ke rumah, sebuah mansion yang megah, dikelilingi taman yang tampak seperti surga dunia. Cahaya remang-remang dari lampu taman menari di permukaan kolam ikan yang jernih.Wanita muda itu menjatuhkan tubuhnya di tepi kolam ikan, melepas napas panjang seolah ingin mengusir beban yang selama ini ia pikul. Wajahnya yang biasanya ceria kini tampak kusut, penuh kelelahan. Udara malam terasa dingin, namun menenangkan. Ikan koi yang berenang lincah di dalam kolam seolah mencoba menghiburnya."Minumlah ini, Sayang." Sebuah suara lembut memecah keheningan. Selena--ibunya, berjalan mendekat dengan senyum yang tak pernah gagal menenangkan Akira.Wanita paruh baya itu meletakkan sepiring potongan buah segar dan segelas milky orange dingin di meja kecil di samping Akira."Terima kasih, Mom," ujar Aki
Selena melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih serius, "Kamu juga harus berhati-hati. Dunia kerja itu keras, dan tidak semua orang yang terlihat baik punya niat baik. Jadi, gunakan intuisi dan akal sehatmu, ya."Wanita paruh baya itu memberikan nasihat kepada putrinya agar lebih berhati-hati dalam bekerja dan juga bergaul dengan orang baru.Akira mengangguk pelan, "Aku mengerti, Mom. Terima kasih sudah mendengarkan semua keluhanku."Selena tersenyum, lalu menggoda lagi, "Jadi, kapan kamu mau mengenalkan Noah ke Mommy!""Mom!!" protes Akira dengan wajah yang memerah."Dia hanya sebatas rekan kerja, tidak lebih!""Tapi kamu tadi bilang dia lebih dari itu." Selena tertawa kecil, merasa puas bisa menggoda putrinya.Akira hanya menggeleng-gelengkan kepala, mencoba menyembunyikan senyumnya. Namun, sebelum dirinya sempat menjawab, suara dering ponselnya memecah keheningan. Ia mengambil ponselnya dari meja dan melihat nama
Malam itu, Akira duduk di sudut sebuah kafe kecil di pusat kota, menikmati secangkir teh hangat sembari menatap keluar jendela. Udara dingin menyeruak melalui celah pintu, namun kehangatan suasana di dalam kafe membuatnya merasa nyaman. Dengan mengenakan pakaian sederhana berupa sweater abu-abu yang sudah agak lusuh dan jeans yang sedikit pudar, Akira tampak seperti seseorang yang tidak menonjol di keramaian.Namun, kesederhanaan itu menjadi sorotan bagi seorang pria tua yang duduk di meja tak jauh darinya. Pria itu, bernama Darius, mengenakan jas mahal dan jam tangan berkilauan. Dia sudah lama memperhatikan Akira, memandangi wajahnya yang polos dan penuh ketenangan. Di matanya, Akira adalah seseorang yang menarik meski tampak miskin.Darius akhirnya berdiri dan berjalan mendekati meja Akira, "Sendirian, Nona?" tanya pria paruh baya itu dengan suara rendah, tapi penuh percaya diri.Akira mengangkat wajahnya, sedikit terkejut, "Iya, ada yang bisa saya bantu?""Ah, saya hanya ingin mena
Noah kini memasang wajah dingin dan juga aura yang mahal, pemuda itu duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh para bodyguardnya, di depannya adalah pria paruh baya yang sudah mengganggu Akira sebelumnya."Kenapa takut, Pak? Bukankah Anda tadi arogan dan tampak sombong sebagai orang yang usianya sudah sangat senja dan hampir....... Ah iya bukannya Anda mau bersenang-senang tadi," ujar Noah dengan wajah tenang namun setiap kata yang dia ucapkan sangat menakutkan."Siapa kamu sebenarnya!" tanya pria paruh baya tersebut dengan nada lantang, aku tidak takut sama orang seperti kamu!""Oh, masih penasaran sama saya, saya adalah calon suami dari wanita yang Anda lecehkan tadi, dan kedua....... Tahu perusahaan Hydra Star Group yang merupakan perusahaan ternama dan nomor satu, sayalah pendiri perusahaan tersebut," tegas Noah kepada sosok pria paruh baya tersebut."Kamu pasti hanya membual agar aku takut," ucap Darius sambil tertawa.Saat itu juga salah satu pengawal Noah menyumpal mulut Darius
Noah memutuskan untuk menikmati malam dengan sedikit istirahat setelah semua yang terjadi. Namun, pikirannya tak pernah sepenuhnya tenang. Saat dia duduk di ruang kerja pribadinya yang mewah, suara pintu diketuk pelan. Salah satu pengawalnya masuk dengan hormat. "Tuan Muda, ada seseorang yang ingin bertemu Anda. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Willy, teman lama Anda," kata pengawal saat berada di depan pintu ruang kerja Noah. Noah mendongak dengan alis terangkat. Nama itu membawa ingatan masa lalu yang tak sepenuhnya dirinya sukai. Willy adalah teman lamanya, tetapi sifat liciknya membuat hubungan mereka renggang. Noah tahu Willy tidak pernah melakukan sesuatu tanpa kepentingan pribadi. "Suruh dia masuk," ujar Noah singkat, meskipun di dalam hatinya sudah menduga bahwa kedatangan Willy membawa masalah. Tak lama, Willy masuk dengan senyum lebar di wajahnya. Pria itu mengenakan jas mahal, menunjukkan bahwa ia telah mencapai kesuksesan tertentu. Namun, senyum itu tampak dibuat
Noah yang tidak suka dengan cara licik Willy pun, akhirnya membuat sebuah jebakan kecil untuk teman dekatnya, bukannya apa, pemuda tampan itu berharap jika perusahaan milik Akira tidak terkena dampak dari Willy. Noah menghubungi seseorang yang merupakan rekan bisnisnya dan mulai membicarakan rencananya untuk menjebak Willy. Esok paginya, Akira sudah duduk manis di kursi kebesarannya, dia sedang membaca sebuah surel yang masuk, kemudian ketukan pintu mulai terdengar nyaring, "Permisi, Bu Akira apakah Anda sedang sibuk," ujar Noah dengan nada ramah. "Masuk saja, Noah," sahut Akira lembut sambil membaca surel yang dia terima. "Bu Akira sedang apa? Kelihatannya Anda sedang sangat sibuk?" ucap Noah kepada atasannya tersebut. "Oh ini ada surel dari Pak Willy, dia ingin bekerjasama dengan kita." Mendengar itu rahang Noah mengeras, dirinya mengepalkan tangannya dengan erat, namun tetap profesional. "Apa yang dia kirim, Bu Akira?" "Dari surel ini terlihat bagus sekali pengajuan
Dimas memegang telepon di tangannya sambil mendengarkan cerita Noah dengan saksama. Setelah mendengar semua penjelasan, ia hanya mendengus kecil, "Sepertinya musuhmu ini tipe orang yang sangat licik. Tapi jangan khawatir, Tuan. Saya ahli dalam mengungkap kebohongan seperti ini." Noah mengangguk meski mereka hanya terhubung lewat suara, "Aku hanya butuh satu bukti kuat yang bisa mengaitkan Willy dengan berita palsu ini. Kalau aku bisa membuktikan bahwa ini semua ulahnya, nama perusahaan Akira akan bersih." Dimas langsung menyusun rencana, "Kirimkan semua informasi yang Anda punya tentang Willy dan berita palsu itu. Saya akan mulai dari sana." Noah menghabiskan waktu sepanjang malam mengumpulkan dokumen, surel, dan pesan-pesan yang ia yakini bisa menjadi petunjuk. Pemuda itu tahu bahwa Willy tidak akan berhenti sampai Akira dan perusahaan mereka benar-benar hancur. *** Pagi itu, kantor Center Group dipenuhi oleh ketegangan. Akira memanggil rapat darurat dengan semua manajer ut
Akira menatap layar laptop dengan campuran emosi, antara kemarahan dan kelegaan. Noah hanya diam, membiarkan wanita muda itu melihat semuanya. Setelah beberapa menit, Akira menutup laptopnya dengan gerakan pelan dan memandang Noah."Ini bukti yang kita butuhkan," jelas.pemuda dengan suara tegas, meski nadanya menyimpan ketegangan.Noah mengangguk, "Dengan ini, kita bisa membersihkan nama Center Group dan mengungkapkan siapa sebenarnya Willy. Tapi saya butuh persetujuan, Bu Akira untuk langkah berikutnya."Akira mencondongkan tubuhnya ke depan, "Langkah berikutnya?""Kita harus membawa ini ke publik, tapi tidak langsung," jelas Noah."Jika kita terburu-buru, Willy mungkin akan menemukan cara untuk membantah semuanya. Kita harus memastikan dia tidak punya kesempatan untuk melarikan diri."Akira menghela napas panjang. "Jadi apa rencanamu?"Noah mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya dan menyerahkannya pada Akira, "Kita akan menyusun konferensi pers besar. Tapi sebelum itu, aku ingin me
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m
Pagi di kediaman keluarga Mahendra begitu tenang, nyaris terlalu tenang jika dibandingkan dengan malam sebelumnya. Burung-burung berkicau seperti tak tahu bahwa dunia di luar pagar besar itu tengah bersiap meledak dalam badai yang lebih besar dari sebelumnya.Di dalam ruang latihan rahasia, Arka yang kini berusia tujuh tahun, mengenakan seragam khusus dengan lambang Phoenix kecil di dadanya. Di depan layar kaca transparan, ia mempelajari ulang taktik bertahan, membaca kode sinyal, dan membedakan pola gerakan drone musuh. Noah berdiri tak jauh darinya, mengamati.“Kamu sudah makin cepat, Arka. Tapi ingat, bukan soal kecepatan. Ini tentang ketepatan dan niat.”Arka menoleh, berkeringat namun penuh semangat. “Papa, kenapa mereka mau menyakiti kita? Padahal kita tidak pernah mengganggu mereka.”Noah menarik napas. Ia tahu, anaknya terlalu cerdas untuk dibohongi, tapi juga terlalu muda untuk menanggung semua kebenaran.“Karena mereka takut. Karena kita punya sesuatu yang tidak bisa mereka
Malam itu langit Jakarta berwarna gelap pekat. Awan hitam menggulung seakan menyembunyikan badai yang akan datang. Di ruang observasi Phoenix of Gold, cahaya layar komputer menyala redup. Noah berdiri di tengah ruangan seperti bayangan diam yang sedang menyatu dengan gelap. Di hadapannya, lusinan monitor menampilkan gambar-gambar: aktivitas Black Shadow, pergerakan logistik Rio, dan pesan-pesan terenkripsi yang telah berhasil dibuka oleh sistem keamanan rahasia mereka.“Aku akan turun langsung,” gumam Noah.Akira yang berdiri di belakangnya mengernyit. “Maksudmu ke Montenegro? Noah, kamu baru saja menarik perhatian dunia. Kamu akan menjadi target utama jika kembali menyamar.”Noah memalingkan wajahnya. “Bukan menyamar. Aku akan kembali menjadi diriku yang dulu. Phantom. Hanya itu cara untuk menuntaskan semuanya.”Akira menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu masuk terlalu dalam… bagaimana caranya kamu kembali ke kami?”Noah melangkah pelan mendekati istrinya, menangkup wajahnya dengan ked
Phoenix of Gold kini menjadi sorotan dunia. Media internasional menyoroti perusahaan yang tak hanya bergerak di bidang energi hijau, tetapi juga menjadi simbol ketahanan keluarga di tengah ancaman global. Akira dan Noah menjadi pasangan fenomenal yang disegani—bukan karena kekayaan mereka, tapi karena integritas dan keberanian mereka mempertahankan nilai.Namun di balik sorotan itu, ada ketegangan yang terus menguat. Noah kini tidur hanya dua hingga tiga jam sehari. Sisanya ia habiskan untuk memperkuat keamanan digital, memperluas jaringan intelijen, dan yang paling penting: menyusun serangan balik terhadap Rio Vasilyev.Di ruang bawah tanah Phoenix of Gold—ruang yang tak diketahui siapa pun kecuali Akira dan beberapa orang kepercayaannya—Noah berdiri di hadapan layar besar yang menampilkan peta dunia.“Operasi Valkyrie akan dimulai dalam empat puluh delapan jam,” ucap Raka sambil menunjukkan serangkaian data. “Kami sudah menanam orang dalam di markas Rio di Montenegro. Namun mereka m
Pagi itu, langit Jakarta tampak kelabu, mendung menggantung berat seolah memantulkan perasaan yang memenuhi hati Akira. Ia berdiri di balkon rumahnya, menatap taman tempat anak-anak biasanya bermain. Namun hari ini, taman itu kosong. Arka sedang di kamar bersama tutor privatnya, sementara Eiden masih tidur dalam pelukan pengasuhnya.Akira baru saja menerima laporan bahwa kantor pusat Phoenix of Gold kembali diserang secara digital. Sistem keamanan mereka diretas, dan beberapa dokumen rahasia hampir bocor ke publik jika tim IT tidak sigap memblokir akses asing yang berasal dari luar negeri.“Noah, ini bukan cuma tentang bisnis lagi. Mereka sudah menjadikan Phoenix of Gold sebagai simbol. Dan kita adalah target berikutnya,” ucap Akira dengan nada serius saat Noah masuk ke balkon membawakan secangkir teh hangat untuknya.Noah meletakkan cangkir itu di meja kecil. “Aku tahu. Rio ingin menjatuhkan semua yang pernah kita bangun. Dia tak hanya menyasar bisnis kita, tapi juga keluarga kita.”
Matahari sore menyelinap di balik jendela besar kamar keluarga Noah dan Akira. Di ruang bermain yang hangat dengan karpet berbentuk awan, Eiden tertawa ceria saat Akira menyuapi potongan buah kecil ke mulutnya. Sementara itu, Arka duduk di pojok ruangan, menggambar dengan pensil warna yang ditekan kuat-kuat ke kertas.“Nooo! Itu apelku, Mama!” Arka tiba-tiba berseru, melihat potongan buah yang diberikan ke adiknya.Akira menoleh, sedikit kaget. “Sayang, kamu 'kan tadi sudah makan dua potong. Ini buat Eiden.”“Tapi aku mau sekarang juga!” Arka bangkit dan berjalan cepat, hampir mendorong Eiden yang sedang duduk di kursi bayi.“Arka!” Akira memanggil tegas. “Kamu tidak boleh dorong adikmu seperti itu.”Anak laki-laki berusia lima tahun itu memelototi adiknya. “Kenapa sih semuanya selalu tentang Eiden! Dia selalu dapat pelukan, buah, bahkan mainan baru. Aku ini anak pertama, kan?”Akira menelan ludah, hatinya perih. Ia tahu kecemburuan ini bukan muncul tiba-tiba, tapi sudah ia lihat seja
Pagi itu di rumah keluarga Noah Mahendra, suasana tampak seperti biasa—hangat, nyaman, dan penuh cinta. Namun di balik ketenangan itu, ada mata kecil yang memandang dengan diam-diam. Arka, anak pertama Noah dan Akira, berdiri di balik pintu ruang keluarga, memperhatikan sang ibu menyuapi adiknya, Eiden, sambil tertawa bahagia.“Eiden pintar banget sih… mama makin sayang sama adek,” kata Akira dengan lembut.Eiden tertawa kecil, tangan mungilnya menepuk-nepuk pipi Akira. Sementara itu, dada Arka terasa sesak. Ia tak mengerti mengapa dalam beberapa minggu terakhir, dirinya merasa seperti kehilangan tempat.Dulu, Akira selalu punya waktu untuknya. Dulu, Noah selalu mengajak Arka bermain catur atau membaca buku sebelum tidur. Tapi kini, semuanya seolah berubah. Segalanya tentang Eiden—jadwal makan, imunisasi, bahkan mainan terbaru.Arka tidak bodoh. Ia tahu adiknya masih bayi dan butuh perhatian lebih. Tapi kenapa ia merasa diabaikan?Di sekolah, Arka menjadi lebih pendiam. Gurunya bahkan