Noah menghampiri Akira yang terlihat ketakutan, dia mendekap kekasihnya yang seakan melindungi dirinya sendiri, "Hei sayang apa yang kamu khawatirkan aku di sini bersama dengan kamu, jangan takut sayang kamu aman bersamaku saat ini," hibur Noah yang seakan mengerti tentang ketakutan kekasihnya tersebut."Tenang, sayang!"Akira sedikit merasa nyaman saat Noah meyakinkan dirinya, wanita muda itu menatap kekasihnya dengan penuh harapan, "Janji ya kamu akan tetap bersamaku, disampingku." Noah mengangguk tanda dia berjanji kepada Akira."Apa yang harus kita lakukan?" gumam Akira yang masih bingung.Noah meraih kedua tangan Akira dan menggenggamnya erat."Kita tidak bisa membiarkan mereka berpikir bahwa kita lemah. Aku sudah menyiapkan semuanya. Mereka tidak akan bisa menyentuh kita."Akira menatap mata Noah yang penuh keyakinan. Dan di saat itu, diw tahu bahwa tidak peduli seberapa besar ancaman yang datang, Noah akan selalu melindunginya.Namun, Leon dan Andre tidak menyerah. Mereka menc
"Apa semua sudah beres, Noah!" ujar Gabriel yang ikut mendekat kepada Noah dan Akira setelah menyelesaikan urusannya, "Bagaimana bisa mereka nekat kepada kalian, bahkan di negara orang Leon malah semakin gencar, tetapi bukankah diatas Leon masih ada orang lain?""Benar, tetapi kita tidak tahu siapa dia, dan ada masalah apa denganku," sahut Noah dengan helaian napas berat."Sabar, Noah kamu adalah pemimpin Hydra Star Corp jadi.......""Apa maksudnya pemimpin Hydra Star Corp?" tanya Akira yang meminta sebuah penjelasan."Noah jawab aku!""I-Itu......""Baiklah kalau kamu ingin terus merahasiakan sesuatu yang penting dariku."Akira langsung pergi tanpa mendengar penjelasan dari Noah, Gabriel yang keceplosan itu hanya bisa menyengir ketika sepupunya bingung akan penjelasan yang belum tepat menurutnya."Gabriel!" seru Noah yang marah kepada sepupunya tersebut."Maaf aku hanya keceplosan saja tadi, aku tidak bermaksud untuk membocorkan hal itu kepada Akira," ucap Gabriel yang memang keceplo
Akira menggigit bibirnya, menahan isakan yang berusaha keluar. Suara itu. Panggilan samar dari luar jendela. Itu hanya imajinasinya, bukan?Dia tahu betul suara itu pernah ada di masa lalunya, suara yang menghantuinya selama ini. Suara itu dalah milik Andre, mantan suaminya.Meskipun pria itu telah pergi, meskipun dia tahu Andre tidak mungkin ada di luar sana, ketakutan itu tetap menghantui. Wanita muda itu kembali teringat bagaimana dulu Andre memanipulasinya, berbohong, dan akhirnya meninggalkan luka yang tak kasatmata.Dan sekarang? Noah.Pemuda yang dia percayai sepenuh hati ternyata menyembunyikan sesuatu darinya. Sama seperti Andre dulu.Air matanya kembali jatuh. Akira benci merasa seperti ini."Kenapa aku selalu jatuh cinta pada laki-laki yang berbohong padaku?" gumam Akira lirih seorang diri.Dirinya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Jika dia terus maju dengan Noah, apa jaminannya bahwa pemuda itu tidak akan menyakitinya suatu hari nanti?Dengan tangan gemetar, Akira
Akira melihat ibunya yang sedang membawa bunga, "Dari siapa, Mom!" "Tidak ada namanya, Sayang mungkin teman kamu atau dari Noah!" Akira diam, dia tidak menjawab ucapan dari ibunya, wanita paruh baya itu seakan mengerti lalu mengajak putrinya untuk makan bersama. Akira duduk di meja makan dengan tatapan kosong. Ibunya, Selena, duduk di seberangnya sambil mengaduk secangkir teh. Sejak Akira pulang dengan wajah muram dua hari lalu, ibunya tahu ada sesuatu yang tidak beres. "Kamu yakin ingin mengakhiri semuanya dengan Noah?" tanya Selena dengan nada lembut. Akira mengangguk, meski hatinya terasa berat, "Aku tidak bisa menerima kebohongannya, Mom. Aku tidak bisa membiarkan diriku jatuh ke lubang yang sama." Selena menghela napas, "Tapi kamu mencintainya, bukan?" Akira menggigit bibirnya, "Cinta saja tidak cukup kalau tidak ada kepercayaan." Selena menatap putrinya dalam-dalam, "Mom tahu kamu takut. Tapi Noah bukan Andre, Nak. Kamu tidak bisa terus membandingkan mereka." Aki
Di dalam ruangan yang pengap dan sempit, Leon dan Andre duduk di sudut penuh dengan amarah, setelah upaya penculikan Akira yang gagal keduanya harus menerima kenyataan yang pahit yaitu ditangkap polisi cdan terancam hukuman berat."Ini semua karena Noah!" Andre mengepalkan tangannya karena emosi, dia menyalahkan orang lain padahal dia sendiri yang salah sudah melukai hati Akira, "Dia selalu datang di saat yang tidak tepat."Leon yang duduk di sebelahnya hanya dia mendengarkan ocehan orang yang sedang frustasi di dekatnya itu, pemuda itu juga sama marah dan kesal kepada Noah dan berniat untuk membalas dendam, "Santai dulu Andre, kita akan balas dia dengan cara lain, tetapi kita butuh sekutu lagi untuk membebaskan kita dari sini.""Kamu benar!""Kita juga tidak akan lama berada di sini!"Andre mengerutkan keningnya, "Maksud kamu?"Sebelum Leon sempat menjawab suara langkah kaki menggema dari luar sel, hal itu mencuri atensi Leon yang sangat santai dengan duduknya dan Andre yang masih bi
Noah yang sengaja mengajak Gabriel dan beberapa orang pun segera mengikuti tanda yang ada di ponselnya, GPS itu masih berjalan di jalan raya, karena hal itu Noah meminta beberapa orang berpencar untuk menghentikan orang yang mereka kejar. Noah mendapatkan mobil yang membawa Akira, di sana dia langsung menggedor pintu mobil dan mendapatkan tiga orang lawannya berkumpul.Akira masih ada di dalam mobil, sementara Leon, Andre, dan Marco keluar secara bersamaan."Kita berjumpa lagi teman lama?" ujar Marco dengan nada santai."Jangan basa-basi. Lepaskan dia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah kita."Leon tertawa, "Takut ya jika dia lecet?" ejek pemuda itu sambil bersedekap dada."Kalian pecundang mainnya keroyokan," imbuh Gabriel yang kini menemani Noah, berdiri di samping sepupunya tersebut."Kalian bertiga ada masalah apa dengan Akira, kenapa dia yang menjadi korban kalian?"Marco terkekeh, "Dia hanya umpan untuk membawa kamu ke sini, itu saja.""Kalau begitu lepaskan dia!"Andre m
Malam itu, setelah menghabiskan waktu cukup lama di taman, Akira menatap Noah dengan perasaan yang campur aduk. Ia memang telah memaafkan pria itu, tetapi hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab."Noah," panggil Akira dengan nada pelan.Noah menoleh dan tersenyum lembut, "Ya?"Akira menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku ingin tahu alasan sebenarnya. Kenapa kamu menyembunyikan identitasmu dariku?"Mata Noah menatap Akira dengan penuh kesungguhan. Pemuda itu tahu inilah saatnya untuk berbicara jujur. Dengan suara tenang, dia mulai menjelaskan."Aku tidak pernah berniat membohongimu, Akira. Tapi ada beberapa alasan kenapa aku menyembunyikan siapa diriku sebenarnya."Akira diam, menunggu kelanjutan penjelasan Noah."Pertama, aku ingin melihat sifat aslimu jika aku hanya seorang bawahan biasa. Aku ingin tahu apakah kamu akan tetap baik terhadapku atau justru memperlakukanku berbeda."Akira menelan ludah, hatinya sedikit bergetar."Kedua, aku ingin t
Setelah malam penuh kejujuran itu, hubungan Noah dan Akira terasa lebih kuat dari sebelumnya. Namun, kehidupan mereka yang penuh dengan konflik akhirnya harus kembali pada realitas. Noah kembali ke Hydra Star Corp sebagai pemimpin utamanya, sementara Akira tetap bekerja di Center Group.Awalnya, mereka berusaha mempertahankan hubungan seperti biasa. Mereka masih mengirim pesan setiap hari, berbicara melalui telepon saat malam, dan bertemu setiap akhir pekan. Namun, seiring berjalannya waktu, Akira mulai merasakan ada sesuatu yang berubah.Di kantor Center Group, Akira duduk di mejanya sambil memandang ponselnya. Sudah tiga hari sejak terakhir kali Noah menghubunginya lebih dulu. Biasanya, kekasihnya itu selalu mengirim pesan setiap pagi atau menelepon sebelum tidur. Tetapi kini, pesannya hanya singkat, bahkan kadang tidak dibalas hingga berjam-jam.Saat jam makan siang, Akira mencoba menelepon Noah. Wanita cantik itu ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja."Halo?" suara Noah t
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m
Pagi di kediaman keluarga Mahendra begitu tenang, nyaris terlalu tenang jika dibandingkan dengan malam sebelumnya. Burung-burung berkicau seperti tak tahu bahwa dunia di luar pagar besar itu tengah bersiap meledak dalam badai yang lebih besar dari sebelumnya.Di dalam ruang latihan rahasia, Arka yang kini berusia tujuh tahun, mengenakan seragam khusus dengan lambang Phoenix kecil di dadanya. Di depan layar kaca transparan, ia mempelajari ulang taktik bertahan, membaca kode sinyal, dan membedakan pola gerakan drone musuh. Noah berdiri tak jauh darinya, mengamati.“Kamu sudah makin cepat, Arka. Tapi ingat, bukan soal kecepatan. Ini tentang ketepatan dan niat.”Arka menoleh, berkeringat namun penuh semangat. “Papa, kenapa mereka mau menyakiti kita? Padahal kita tidak pernah mengganggu mereka.”Noah menarik napas. Ia tahu, anaknya terlalu cerdas untuk dibohongi, tapi juga terlalu muda untuk menanggung semua kebenaran.“Karena mereka takut. Karena kita punya sesuatu yang tidak bisa mereka
Malam itu langit Jakarta berwarna gelap pekat. Awan hitam menggulung seakan menyembunyikan badai yang akan datang. Di ruang observasi Phoenix of Gold, cahaya layar komputer menyala redup. Noah berdiri di tengah ruangan seperti bayangan diam yang sedang menyatu dengan gelap. Di hadapannya, lusinan monitor menampilkan gambar-gambar: aktivitas Black Shadow, pergerakan logistik Rio, dan pesan-pesan terenkripsi yang telah berhasil dibuka oleh sistem keamanan rahasia mereka.“Aku akan turun langsung,” gumam Noah.Akira yang berdiri di belakangnya mengernyit. “Maksudmu ke Montenegro? Noah, kamu baru saja menarik perhatian dunia. Kamu akan menjadi target utama jika kembali menyamar.”Noah memalingkan wajahnya. “Bukan menyamar. Aku akan kembali menjadi diriku yang dulu. Phantom. Hanya itu cara untuk menuntaskan semuanya.”Akira menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu masuk terlalu dalam… bagaimana caranya kamu kembali ke kami?”Noah melangkah pelan mendekati istrinya, menangkup wajahnya dengan ked
Phoenix of Gold kini menjadi sorotan dunia. Media internasional menyoroti perusahaan yang tak hanya bergerak di bidang energi hijau, tetapi juga menjadi simbol ketahanan keluarga di tengah ancaman global. Akira dan Noah menjadi pasangan fenomenal yang disegani—bukan karena kekayaan mereka, tapi karena integritas dan keberanian mereka mempertahankan nilai.Namun di balik sorotan itu, ada ketegangan yang terus menguat. Noah kini tidur hanya dua hingga tiga jam sehari. Sisanya ia habiskan untuk memperkuat keamanan digital, memperluas jaringan intelijen, dan yang paling penting: menyusun serangan balik terhadap Rio Vasilyev.Di ruang bawah tanah Phoenix of Gold—ruang yang tak diketahui siapa pun kecuali Akira dan beberapa orang kepercayaannya—Noah berdiri di hadapan layar besar yang menampilkan peta dunia.“Operasi Valkyrie akan dimulai dalam empat puluh delapan jam,” ucap Raka sambil menunjukkan serangkaian data. “Kami sudah menanam orang dalam di markas Rio di Montenegro. Namun mereka m
Pagi itu, langit Jakarta tampak kelabu, mendung menggantung berat seolah memantulkan perasaan yang memenuhi hati Akira. Ia berdiri di balkon rumahnya, menatap taman tempat anak-anak biasanya bermain. Namun hari ini, taman itu kosong. Arka sedang di kamar bersama tutor privatnya, sementara Eiden masih tidur dalam pelukan pengasuhnya.Akira baru saja menerima laporan bahwa kantor pusat Phoenix of Gold kembali diserang secara digital. Sistem keamanan mereka diretas, dan beberapa dokumen rahasia hampir bocor ke publik jika tim IT tidak sigap memblokir akses asing yang berasal dari luar negeri.“Noah, ini bukan cuma tentang bisnis lagi. Mereka sudah menjadikan Phoenix of Gold sebagai simbol. Dan kita adalah target berikutnya,” ucap Akira dengan nada serius saat Noah masuk ke balkon membawakan secangkir teh hangat untuknya.Noah meletakkan cangkir itu di meja kecil. “Aku tahu. Rio ingin menjatuhkan semua yang pernah kita bangun. Dia tak hanya menyasar bisnis kita, tapi juga keluarga kita.”
Matahari sore menyelinap di balik jendela besar kamar keluarga Noah dan Akira. Di ruang bermain yang hangat dengan karpet berbentuk awan, Eiden tertawa ceria saat Akira menyuapi potongan buah kecil ke mulutnya. Sementara itu, Arka duduk di pojok ruangan, menggambar dengan pensil warna yang ditekan kuat-kuat ke kertas.“Nooo! Itu apelku, Mama!” Arka tiba-tiba berseru, melihat potongan buah yang diberikan ke adiknya.Akira menoleh, sedikit kaget. “Sayang, kamu 'kan tadi sudah makan dua potong. Ini buat Eiden.”“Tapi aku mau sekarang juga!” Arka bangkit dan berjalan cepat, hampir mendorong Eiden yang sedang duduk di kursi bayi.“Arka!” Akira memanggil tegas. “Kamu tidak boleh dorong adikmu seperti itu.”Anak laki-laki berusia lima tahun itu memelototi adiknya. “Kenapa sih semuanya selalu tentang Eiden! Dia selalu dapat pelukan, buah, bahkan mainan baru. Aku ini anak pertama, kan?”Akira menelan ludah, hatinya perih. Ia tahu kecemburuan ini bukan muncul tiba-tiba, tapi sudah ia lihat seja
Pagi itu di rumah keluarga Noah Mahendra, suasana tampak seperti biasa—hangat, nyaman, dan penuh cinta. Namun di balik ketenangan itu, ada mata kecil yang memandang dengan diam-diam. Arka, anak pertama Noah dan Akira, berdiri di balik pintu ruang keluarga, memperhatikan sang ibu menyuapi adiknya, Eiden, sambil tertawa bahagia.“Eiden pintar banget sih… mama makin sayang sama adek,” kata Akira dengan lembut.Eiden tertawa kecil, tangan mungilnya menepuk-nepuk pipi Akira. Sementara itu, dada Arka terasa sesak. Ia tak mengerti mengapa dalam beberapa minggu terakhir, dirinya merasa seperti kehilangan tempat.Dulu, Akira selalu punya waktu untuknya. Dulu, Noah selalu mengajak Arka bermain catur atau membaca buku sebelum tidur. Tapi kini, semuanya seolah berubah. Segalanya tentang Eiden—jadwal makan, imunisasi, bahkan mainan terbaru.Arka tidak bodoh. Ia tahu adiknya masih bayi dan butuh perhatian lebih. Tapi kenapa ia merasa diabaikan?Di sekolah, Arka menjadi lebih pendiam. Gurunya bahkan