Share

Bab 4

Author: Irstia88
last update Last Updated: 2023-07-24 11:27:10

Perlahan Nadine memapah suaminya menaiki anak tangga. Cukup sulit apalagi Sadam berjalan sempoyongan dan Nadine harus menahan bobot tubuh suaminya yang cukup berat. Tapi akhirnya Nadine berhasil membawa Sadam ke kamar.

Sadam dibaringkan di atas tempat tidur. Dengan telaten Nadine membuka beberapa kancing kemeja yang di pakai suaminya, tak lupa sepatunya pun dia lepas.

Nadine duduk di samping Sadam. Menatap suaminya dengan tatapan miris. Tangannya mengusap rambut Sadam yang basah karena keringat.

"Maafkan aku, Mas. Gara-gara aku, kamu jadi seperti ini. Asal kamu tau Mas, aku tak pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun sebelumnya. Kamu adalah orang pertama yang melepas kesucianku. Masalah darah yang keluar atau tidak, bukanlah tolak ukur untuk menentukan apakah seseorang itu masih perawan atau bukan. Dan hal seperti itu seharusnya kamu juga tau, jangan jadikan masalah kecil menjadi pemicu hancurnya hubungan kita, Mas," lirih Nadine lantas menyandarkan kepalanya pada bahu Sadam yang sudah tertidur pulas.

Hal paling nyaman bersandar di bahu suami seperti ini. Membuat Nadine kantuk dan terlelap tidur.

***

Sadam memijit pusing kening, kepalanya terasa berat hingga ia belum membuka mata meski sudah terbangun dari tidur.

Sadam merasa ada seseorang yang bersandar di bahunya. Perlahan pria itu membuka mata, meski baru setengah terbuka namun dia bisa melihat jika Nadine lah yang sedang tertidur di bahunya.

Sontak Sadam mengenyahkan kepala Nadine dengan kasar. Menjauhkan wanita itu dari tubuhnya.

Nadine yang saat itu sedang tertidur nyenyak pun akhirnya bangun.

"Beraninya kamu tidur di sini!" bentak Sadam kini posisinya sudah duduk di tempat tidur berukuran King itu.

Nadine mengucek matanya sebentar, lalu segera turun dari ranjang tersebut.

"Mas, kita ini suami istri. Wajar kalau kita tidur satu ranjang," sergah Nadine.

"Kita memang suami istri, tapi aku tak pernah mau tidur satu ranjang dengan wanita kotor sepertimu! Ikatan pernikahan antara kita hanya sebuah formalitas belaka di mataku, jadi jangan harap kamu akan mendapatkan hak mu sebagai seorang istri," ujar Sadam.

"Cukup Mas, jangan sakiti aku lagi dengan kata-katamu itu. Aku tak seperti yang kamu pikirkan. Hanya karena tak ada bercak darah yang keluar saat kita melakukan malam pertama, lantas kamu tiba-tiba saja berubah membenciku seperti ini? Sungguh tak adil bagiku, Mas. Sepenting apa darah keperawanan itu bagimu? Apa melebihi rasa cintamu padaku? Tak keluar darah keperawanan bukan berarti tak perawan, Mas!" bela Nadine kali ini dia tak kuat memendam perasaannya.

"Tentu saja penting! Mungkin memang ada kasus semacam itu, ada wanita yang tak mengeluarkan darah keperawanan. Tapi siapa tau hal semacam itu dijadikan alasan olehmu. Jadi aku tak mau tertipu untuk yang kedua kalinya, aku tak yakin kamu berkata jujur!" ujar Sadam sambil menunjuk-nunjuk wajah Nadine.

"Bagaimana cara agar kamu percaya? Apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan bahwa tuduhan kamu itu tidak benar. Berkata jujur pun kamu tetap tak percaya, Mas. Apakah ini yang dinamakan cinta? Tanpa ada rasa saling percaya satu sama lain?" lirih Nadine mulai terisak.

"Lakukan saja apa yang harus kamu lakukan layaknya seorang istri. Aku akan tetap memberikan nafkah lahir tapi jangan pernah mengharapkan aku untuk menyentuhmu lagi, aku tak sudi!" Sadam melangkah menuju kamar mandi setelah sebelumnya meraih handuk putih yang tergantung di dekat pintu kamar mandi tersebut.

Nadine menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang. Menutup wajah dengan kedua telapak tangannya sambil menangis. Tak menyangka pernikahannya akan bernasib buruk seperti ini.

Semula dia pikir tak salah memilih pasangan. Sadam yang dulu dia kenal begitu baik dan mencintainya. Tapi karena sebuah kesalahpahaman membuat pria itu tiba-tiba saja berubah seperti orang asing baginya.

Nadine mengusap kasar air mata yang membasahi wajahnya. Ia tak boleh larut seperti ini. Dia yakin suatu saat Sadam akan luluh dan percaya padanya. Rasa cinta pada Sadam membuatnya begitu mudah memaafkan sikap kasar suaminya, apalagi sikap itu nampak hanya karena sebuah kesalahpahaman saja.

Nadine harus menjadi istri yang baik, melayani suaminya dengan baik agar bisa meluluhkan hati Sadam. Ya, Nadine akan tetap bersabar menghadapi suaminya.

Segera Nadine berdiri membereskan tempat tidur yang berantakan. Kemudian melangkah menuju lemari pakaian. Menyiapkan baju untuk suaminya.

Di simpannya baju itu di atas ranjang yang sudah dia bereskan sebelumnya.

Lalu dia keluar kamar berniat membuat kopi untuk suaminya.

"Selamat pagi, Non Nadine," sapa Mbak Nur asisten rumah tangga di kediaman Prasetyo.

"Pagi, Mbak." Nadine meraih cangkir kecil, mengisinya dengan kopi dan gula yang tersedia di sana.

Kemudian menuangkan air panas ke dalam kopi tersebut.

"Bikin kopi buat Tuan Sadam ya?" tanya Mbak Nur.

Nadine mengangguk pelan, melirik sekilas sambil melempar senyum.

Sadam baru selesai mandi dan hendak mengambil pakaian. Namun belum sempat ia menuju lemari, matanya tertuju pada pakaian yang sudah tersedia rapi di atas tempat tidur.

Sebenarnya pakaian yang dipilih Nadine yang ingin dia pakai hari ini. Tapi karena Sadam ingin menyakiti perasaan istrinya, maka dengan sengaja dia mengambil baju yang lain di lemari dan membiarkan baju yang di ambil Nadine tergeletak di tempat tidur.

Matanya celingukan mencari keberadaan istrinya. Tak dipungkiri perasaan cintanya pada wanita itu masih ada, hanya saja kebencian seakan menutupi perasaan cinta itu.

Ceklek

Terdengar suara pintu terbuka. Nadine muncul dari balik pintu dengan membawa cangkir kopi di tangan. Nampak asap tipis masih mengepul di atas cangkir tersebut. Aroma kopi menguar di udara, tercium harum dan membuat Sadam ingin mencicipinya.

Nadine melempar senyum tertahan saat melihat pakaian yang dikenakan Sadam bukanlah pakaian yang disediakan olehnya. Bahkan pakaian yang sengaja dia sediakan masih ada di atas kasur.

Nadine berusaha untuk berpikir positif, mungkin suaminya memang ingin memakai baju yang lain.

Wanita itu melangkah ke dekat nakas. Menyimpan kopi yang masih panas di atas nakas kecil di samping ranjang.

"Aku buatkan kopi untukmu, minum gih." Nadine berjalan mendekat ke arah suaminya, meraih handuk yang masih di genggam Sadam.

Tak ada jawaban dari suaminya. Nadine menggantungkan handuk di tempatnya lalu membuka jendela kamar agar udara pagi yang segar masuk ke dalam.

Sadam duduk di tepi ranjang, meraih cangkir kopi yang disuguhkan istrinya. Melihat hal itu Nadine diam-diam tersenyum. Akhirnya Sadam mau mencicipi kopi buatannya yang dibuat spesial dengan penuh cinta.

"Cih!" Sadam berdecih setelah menyeruput kopi buatan Nadine.

"Kopi apa ini? Rasanya tak enak! Istri macam apa kamu ini? Bikin kopi saja tak becus," tukas Sadam bangkit melangkah keluar kamar meninggalkan Nadine yang mematung dengan senyuman yang luntur di wajah cantiknya.

"Mas ... biar aku buatkan yang baru." Nadine tak menyerah, dia menyusul langkah suaminya menuju dapur bersih yang bersatu dengan ruang makan.

Di sana sudah ada Saras dan Prasetyo, orang tua Sadam yang sedang sarapan di meja makan.

Keduanya menoleh melihat Nadine mengejar Sadam yang berjalan cepat.

"Mbak Nur, tolong buatkan kopi seperti biasa," titah Sadam dengan nada masih kesal. Pria itu duduk bergabung bersama kedua orang tuanya.

Mbak Nur hanya bengong tak segera mengerjakan perintah majikannya. Ia heran karena tadi Nadine istri dari Sadam sudah membuatkan kopi, lantas kenapa sekarang malah memintanya membuatkan kopi lagi? Mbak Nur malah bertanya-tanya dalam hati sambil mematung menatap Sadam dan Nadine secara bergantian.

"Malah bengong sih? Mbak denger perintahku gak?" ucap Sadam.

"Ba-baik, Tuan. Mbak cuma heran saja, bukannya tadi Non Nadine sudah bikin kopi?" ucap Mbak Nur segera membuatkan kopi dengan mesin.

"Gak enak!" jawab Sadam singkat tanpa menoleh pada Nadine.

"Ya ampun, istri kamu gak bisa bikin kopi doang? Ck ... ck ... " Saras geleng-geleng kepala.

Nadine hanya tersenyum kecut, dia masih mematung berdiri di tempat tak beranjak sedikitpun. Hatinya sakit di kata-katai di depan mertuanya sendiri oleh suaminya. Padahal masalahnya sepele, hanya soal kopi saja. Nadine bisa belajar membuatnya dari Mbak Nur, seharusnya Sadam tak perlu menjatuhkan dirinya di hadapan orang tua, terutama di depan Ibu Saras.

Related chapters

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 5

    "Salah sendiri pilih dia jadi istrimu," ucap Saras mendelik pada Nadine."Bu ...." Prasetyo menoleh pada istrinya, seolah matanya mengatakan agar istrinya tak ikut campur urusan rumah tangga mereka.Mbak Nur nampak iba pada Nadine. Kasihan karena baru sehari saja menginjakkan kaki di rumah ini sudah dijadikan bahan pergunjingan mertua dan suaminya."Maaf, Mas, Bu. Nanti saya akan minta diajarin sama Mbak Nur, gimana bikin kopi yang sesuai selera Mas Sadam," ucap Nadine bersuara pada akhirnya."Kalau perlu bantu beres-beres sama masak di dapur. Kamu lebih cocok dijadikan pembantu kok daripada jadi istrinya Sadam," pungkas Saras sambil melempar sapu tangan putih dengan kasar ke atas meja. Ia bangkit dan melengos pergi meninggalkan ruang makan."Ya ampun, Ibu ... mulutmu itu loh!" Prasetyo berdiri menyusul langkah istrinya.Kini hanya ada Sadam dan Nadine di sana, sedang Mbak Nur buru-buru pergi ke belakang ke dapur kotor untuk mencuci piring bekas sarapan. Mbak Nur tak mau mendengar hi

    Last Updated : 2023-07-24
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 6

    "Barusan teman sekolah mengundangku ke acara reuni, dia juga minta agar aku ajak kamu, sekalian mengenalkan kamu sama teman-temanku. Kalau kamu keberatan aku gak akan ikut," ucap Nadine ragu-ragu menyampaikannya."Kapan?" tanya Sadam tanpa menoleh ke arah Nadine lawan bicaranya."Lusa." Nadine merasa lega saat Sadam merespon perkataannya."Aku akan menemani kamu ke acara itu." Sadam menoleh sekilas lalu kembali sibuk dengan layar laptopnya.Senyuman terbit di sudut bibir Nadine, hatinya makin terasa lega. Dia pikir Sadam akan menolak pergi bersamanya ke acara reuni nanti, tapi ternyata Sadam mau ikut dengannya. "Ngapain masih berdiri di situ?" Sadam membuyarkan lamunan Nadine yang terlihat tersenyum-senyum sendiri."Jangan ge-er dulu karena aku mau mengantarmu ke acara reuni. Aku hanya tak ingin orang lain curiga dengan hubungan kita yang kacau. Biarkan mereka menganggap kita ini sepasang suami istri yang harmonis," oceh Sadam sambil tersenyum miring.Baru saja Nadine merasa bahagia

    Last Updated : 2023-09-08
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 7

    Nadine bergegas melangkah ke dekat meja kompor dimana mertuanya berdiri di tempat yang sama.Beruntung api belum merambat ke atas wajan penggorengan hingga tak terjadi kebakaran. Hanya saja makanan yang sedang dimasak menjadi berwarna hitam dan gosong. Sudah pasti tak bisa di konsumsi, lalu Nadine mengambil lap dan membuang makanan gosong itu ke tong sampah."Bagus ya, buang-buang makanan seenaknya. Kamu pikir makanan itu hasil mungut? Itu aku beli loh pake uang bukan pake daon!" geram Saras."Maaf, Bu. Tadi aku gak sengaja bikin makanannya gosong, aku ngangkat telepon dari bapak sebentar, lupa matiin kompor." Nadine tertunduk."Dasar ceroboh! Ambil lagi makanan itu, cepat!" titah Saras membentak."Tapi, Bu. Makanannya udah gak layak makan, buat apa diambil lagi," ucap Nadine."Buat makan malam kamu karena sudah buang-buang makanan. Pokoknya malam ini gak ada makan malam buat kamu! Kalau mau makan, pungut tuh dari tong sampah. Lebih cocok untuk gembel seperti kamu," bentak Saras.Kemu

    Last Updated : 2023-09-09
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 8

    "Apa kamu mencintai Nadine?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Prasetyo ketika Sadam menghampirinya di taman belakang dimana terlihat permukaan air kolam renang yang begitu tenang dan berwarna biru gelap."Kenapa Ayah menanyakan hal itu?" Sadam malah balik bertanya bukannya menjawab pertanyaan ayahnya tadi.Pria berusia 60 tahun itu menoleh pada putra semata wayangnya. Pewaris tunggal dari perusahaan yang dulu dia kelola dari nol hingga sekarang sudah menjadi perusahaan cukup besar dan ternama."Jawab saja, apa susahnya," tukas pria berkumis itu menatap tajam manik mata putranya."Dulu iya, aku sangat mencintainya tapi sekarang setelah aku tau jika ternyata aku menikahi wanita yang salah. Cinta itu sudah terkubur bersama kekecewaan dan rasa sakit hatiku," jawab Sadam."Semudah itu cintamu luntur hanya karena Nadine diduga tidak perawan lagi? Jika memang kamu sudah tidak mencintai Nadine, maka lebih baik kamu ceraikan saja dia, kembalikan dia pada orang tuanya. Seburuk apapun Nadine

    Last Updated : 2023-09-11
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 9

    "Jangan lama-lama jabatan tangannya, itu laki orang loh, May!" tiba-tiba muncul Rena masih sahabat kami juga.Nadine baru menyadari jika sedari tadi Maya belum melepaskan tangannya dari Sadam.Spontan Maya melepaskan setelah mendapat teguran dari Rena."Maaf," ucap Maya mengukir senyum terbaiknya pada Sadam.Pria itu membalas senyuman yang tak kalah maut, membuat siapapun yang melihat akan meleleh dibuatnya."Mari kita duduk di sana," ajak Maya menunjuk ke arah sebuah kursi yang melingkar di sudut ruangan.Nadine dan Sadam melangkah mengikuti Maya dengan Rena yang berjalan lebih dulu.Mereka duduk disana sambil mengobrol banyak hal. Mengenang keseruan mereka saat bersekolah, maupun menceritakan keseharian dan kesibukan mereka saat ini."Ngomong-ngomong ini tempat punya dia. Maya sedang sibuk bisnis cafe dan karaoke, sudah buka cabang dimana-mana. Hebat kan?" tutur Rena."Hebat sekali. Kamu wanita karir yang sukses," puji Nadine."Oh jadi ini tempat kamu?" Sadam mengedarkan pandangan k

    Last Updated : 2023-09-13
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 10

    Plaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Nadine hingga tubuh wanita itu terhuyung.Kulit putih itu bersemu merah akibat cap jari yang dilayangkan suaminya. Tak seberapa sakit jika dibandingkan dengan hatinya yang kini terluka namun tak berdarah. Dipermalukan di depan umum seperti ini tak ada satu wanita pun yang mau, apalagi yang mempermalukan dirinya tak lain adalah suaminya sendiri."Berani kasar pada istrimu sendiri? Pria macam apa kamu ini?" Tiba-tiba terdengar suara seorang pria mendekat ke arah mereka."Aksan?" gumam Nadine cukup kaget dengan kemunculan pria itu yang secara tiba-tiba dan tak terduga. Sadam menoleh ke arah sumber suara, menatap tajam pria yang kini sudah berada tepat di hadapannya."Bukan urusanmu, mau aku apakan dia terserahku, dia istriku!" tegas Sadam."Ya, dia memang istrimu. Tapi kelakuan kamu itu tidak mencerminkan perilaku seorang suami terhadap istrinya. Karena ini tempat umum, dan aku berhak mencegah tindakan kasar pria terhadap seorang perempuan."

    Last Updated : 2023-09-14
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 11

    "Jangan, Mas Ampun!" pekik Nadine saat Sadam mengambil sabuk yang tergantung pada gagang pintu lemari.Sudah bisa dia duga, apa yang akan dilakukan sang suami dengan menggunakan sabuk di tangannya itu.Saat tangan Sadam terangkat dengan menggenggam sabuk yang hendak dilayangkan pada tubuh mulus istrinya, saat itu juga Nadine gegas bersimpuh pada kaki suaminya."Ampun! Jangan lakukan itu padaku. Aku mohon!" Tangis wanita itu memecah heningnya malam."Aku berani bersumpah demi apapun, aku tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan Aksan. Pria itu memang sudah lama menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya. Sumpah demi Tuhan!" lirih Nadine.Pria itu menurunkan tangan yang menggenggam sabuk. Lemah seketika tubuh Sadam saat mendengar sumpah dari mulut istrinya. Dia memang sudah keterlaluan memperlakukan Nadine. Tak seharusnya dia berlaku seperti ini. Bertindak kasar pada perempuan bukanlah tabiat yang biasa dilakukannya.Bahkan baru sekali ini dia mengotori tangannya dengan menampar wa

    Last Updated : 2023-09-15
  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 12

    Byurrr!Nadine reflek terbangun saat wajahnya basah di siram oleh seseorang.Posisinya yang semula terbaring kini langsung terduduk. Kedua tangan mengusap wajahnya yang basah."Enak banget jam segini masih tidur! Kamu pikir ini rumahmu bisa enak-enakan tidur sampe siang, hah?" bentak Saras."Maaf, Bu, tapi kepalaku pusing. Aku mau istirahat sebentar boleh ya, nanti aku bangun kok," pinta Nadine memelas. Air minum yang diguyurkan ke wajahnya membuat Nadine menggigil kedinginan."Jangan manja! Bangun dan cepat bekerja! Kalau sampai gak turun juga, aku siram kamu pakai air panas, mau?" ancam Saras."Tapi, Bu. Aku sakit." Nadine memeluk tubuhnya yang kedinginan."Dasar perempuan jal*ng!" Saras menyeret tubuh Nadine, menarik lengannya hingga Nadine tersungkur ke bawah lantai."Ampun, Bu. Lepaskan aku!" Nadine memohon."Kalau gak mau aku seret ya kamu bangun dong! Baju udah numpuk belum di gosok jadi cepat sekarang juga bereskan semuanya!" Saras melepas kasar lengan Nadine."Aku izin cuci m

    Last Updated : 2023-09-17

Latest chapter

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 14

    Baru saja sembuh dari sakit Saras sudah menyuruh Nadine melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi pekerjaan Mbak Nur saja.Nadine tak bisa menolak, hanya pekerjaan rumah saja baginya memang tak berat. Dia menuruti apapun perintah ibu mertuanya, berharap agar Saras bisa bersikap lebih baik lagi dari sebelumnya. Namun semua itu hanyalah mimpi belaka bagi Nadine. Karena sampai kapanpun Saras tak akan pernah menerima dia jadi menantunya."Bu … stok makanan di kulkas habis," papar Mbak Nur menghampiri majikannya yang tengah duduk di ruang keluarga."Suruh Nadine kesini, biar dia yang pergi belanja!" titah Saras.Mbak Nur terdiam sebentar, dia tau betul jika saat ini Nadine masih lemah tubuhnya karena baru saja sembuh dari sakit."Kenapa masih di situ?" Saras menatap heran melihat Mbak Nur masih berdiri mematung di tempat."Biar saya saja yang belanja, Bu," ucap Mbak Nur."Kamu mau bantah aku? Cepat panggil Nadine!" sentak Saras nada suaranya tinggi."Ba-baik, Bu." Mbak Nur tergopoh

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 13

    "Nadine!" teriak Sadam saat melihat istrinya tergeletak di lantai kamar mandi dengan pakaian basah, wajah pucat dan bibir membiru.Mbak Nur yang berdiri di depan pintu tampak menutup mulut dengan kedua tangannya.Segera Sadam membopong tubuh Nadine, membawa wanita itu ke kamar. "Mbak Nur, ambilkan air hangat dan bawa ke kamarku!""Baik, Tuan." Mbak Nur segera menuruti perintah majikannya.Saat Sadam hendak melangkah naik ke atas tangga, seketika Saras dan Prastyo menghampiri."Kenapa Nadine? Apa yang terjadi sama dia?" tanya Prasetyo heran.Saras tampak terdiam, mendelik sinis tanpa merasa berdosa sama sekali.Sadam melirik ke arah ibunya dan berkata, "tanya saja Ibu, apa yang sudah Ibu lakukan pada istriku."Sadam melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia teramat kesal pada ibunya yang sudah berani mengurung Nadine di kamar mandi. Sadam memang membenci Nadine tapi dia juga tak mau melihat istrinya tak berdaya seperti ini. Kalaupun harus Nadine menderita, tapi bukan begini caranya. Sam

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 12

    Byurrr!Nadine reflek terbangun saat wajahnya basah di siram oleh seseorang.Posisinya yang semula terbaring kini langsung terduduk. Kedua tangan mengusap wajahnya yang basah."Enak banget jam segini masih tidur! Kamu pikir ini rumahmu bisa enak-enakan tidur sampe siang, hah?" bentak Saras."Maaf, Bu, tapi kepalaku pusing. Aku mau istirahat sebentar boleh ya, nanti aku bangun kok," pinta Nadine memelas. Air minum yang diguyurkan ke wajahnya membuat Nadine menggigil kedinginan."Jangan manja! Bangun dan cepat bekerja! Kalau sampai gak turun juga, aku siram kamu pakai air panas, mau?" ancam Saras."Tapi, Bu. Aku sakit." Nadine memeluk tubuhnya yang kedinginan."Dasar perempuan jal*ng!" Saras menyeret tubuh Nadine, menarik lengannya hingga Nadine tersungkur ke bawah lantai."Ampun, Bu. Lepaskan aku!" Nadine memohon."Kalau gak mau aku seret ya kamu bangun dong! Baju udah numpuk belum di gosok jadi cepat sekarang juga bereskan semuanya!" Saras melepas kasar lengan Nadine."Aku izin cuci m

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 11

    "Jangan, Mas Ampun!" pekik Nadine saat Sadam mengambil sabuk yang tergantung pada gagang pintu lemari.Sudah bisa dia duga, apa yang akan dilakukan sang suami dengan menggunakan sabuk di tangannya itu.Saat tangan Sadam terangkat dengan menggenggam sabuk yang hendak dilayangkan pada tubuh mulus istrinya, saat itu juga Nadine gegas bersimpuh pada kaki suaminya."Ampun! Jangan lakukan itu padaku. Aku mohon!" Tangis wanita itu memecah heningnya malam."Aku berani bersumpah demi apapun, aku tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan Aksan. Pria itu memang sudah lama menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya. Sumpah demi Tuhan!" lirih Nadine.Pria itu menurunkan tangan yang menggenggam sabuk. Lemah seketika tubuh Sadam saat mendengar sumpah dari mulut istrinya. Dia memang sudah keterlaluan memperlakukan Nadine. Tak seharusnya dia berlaku seperti ini. Bertindak kasar pada perempuan bukanlah tabiat yang biasa dilakukannya.Bahkan baru sekali ini dia mengotori tangannya dengan menampar wa

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 10

    Plaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Nadine hingga tubuh wanita itu terhuyung.Kulit putih itu bersemu merah akibat cap jari yang dilayangkan suaminya. Tak seberapa sakit jika dibandingkan dengan hatinya yang kini terluka namun tak berdarah. Dipermalukan di depan umum seperti ini tak ada satu wanita pun yang mau, apalagi yang mempermalukan dirinya tak lain adalah suaminya sendiri."Berani kasar pada istrimu sendiri? Pria macam apa kamu ini?" Tiba-tiba terdengar suara seorang pria mendekat ke arah mereka."Aksan?" gumam Nadine cukup kaget dengan kemunculan pria itu yang secara tiba-tiba dan tak terduga. Sadam menoleh ke arah sumber suara, menatap tajam pria yang kini sudah berada tepat di hadapannya."Bukan urusanmu, mau aku apakan dia terserahku, dia istriku!" tegas Sadam."Ya, dia memang istrimu. Tapi kelakuan kamu itu tidak mencerminkan perilaku seorang suami terhadap istrinya. Karena ini tempat umum, dan aku berhak mencegah tindakan kasar pria terhadap seorang perempuan."

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 9

    "Jangan lama-lama jabatan tangannya, itu laki orang loh, May!" tiba-tiba muncul Rena masih sahabat kami juga.Nadine baru menyadari jika sedari tadi Maya belum melepaskan tangannya dari Sadam.Spontan Maya melepaskan setelah mendapat teguran dari Rena."Maaf," ucap Maya mengukir senyum terbaiknya pada Sadam.Pria itu membalas senyuman yang tak kalah maut, membuat siapapun yang melihat akan meleleh dibuatnya."Mari kita duduk di sana," ajak Maya menunjuk ke arah sebuah kursi yang melingkar di sudut ruangan.Nadine dan Sadam melangkah mengikuti Maya dengan Rena yang berjalan lebih dulu.Mereka duduk disana sambil mengobrol banyak hal. Mengenang keseruan mereka saat bersekolah, maupun menceritakan keseharian dan kesibukan mereka saat ini."Ngomong-ngomong ini tempat punya dia. Maya sedang sibuk bisnis cafe dan karaoke, sudah buka cabang dimana-mana. Hebat kan?" tutur Rena."Hebat sekali. Kamu wanita karir yang sukses," puji Nadine."Oh jadi ini tempat kamu?" Sadam mengedarkan pandangan k

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 8

    "Apa kamu mencintai Nadine?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Prasetyo ketika Sadam menghampirinya di taman belakang dimana terlihat permukaan air kolam renang yang begitu tenang dan berwarna biru gelap."Kenapa Ayah menanyakan hal itu?" Sadam malah balik bertanya bukannya menjawab pertanyaan ayahnya tadi.Pria berusia 60 tahun itu menoleh pada putra semata wayangnya. Pewaris tunggal dari perusahaan yang dulu dia kelola dari nol hingga sekarang sudah menjadi perusahaan cukup besar dan ternama."Jawab saja, apa susahnya," tukas pria berkumis itu menatap tajam manik mata putranya."Dulu iya, aku sangat mencintainya tapi sekarang setelah aku tau jika ternyata aku menikahi wanita yang salah. Cinta itu sudah terkubur bersama kekecewaan dan rasa sakit hatiku," jawab Sadam."Semudah itu cintamu luntur hanya karena Nadine diduga tidak perawan lagi? Jika memang kamu sudah tidak mencintai Nadine, maka lebih baik kamu ceraikan saja dia, kembalikan dia pada orang tuanya. Seburuk apapun Nadine

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 7

    Nadine bergegas melangkah ke dekat meja kompor dimana mertuanya berdiri di tempat yang sama.Beruntung api belum merambat ke atas wajan penggorengan hingga tak terjadi kebakaran. Hanya saja makanan yang sedang dimasak menjadi berwarna hitam dan gosong. Sudah pasti tak bisa di konsumsi, lalu Nadine mengambil lap dan membuang makanan gosong itu ke tong sampah."Bagus ya, buang-buang makanan seenaknya. Kamu pikir makanan itu hasil mungut? Itu aku beli loh pake uang bukan pake daon!" geram Saras."Maaf, Bu. Tadi aku gak sengaja bikin makanannya gosong, aku ngangkat telepon dari bapak sebentar, lupa matiin kompor." Nadine tertunduk."Dasar ceroboh! Ambil lagi makanan itu, cepat!" titah Saras membentak."Tapi, Bu. Makanannya udah gak layak makan, buat apa diambil lagi," ucap Nadine."Buat makan malam kamu karena sudah buang-buang makanan. Pokoknya malam ini gak ada makan malam buat kamu! Kalau mau makan, pungut tuh dari tong sampah. Lebih cocok untuk gembel seperti kamu," bentak Saras.Kemu

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 6

    "Barusan teman sekolah mengundangku ke acara reuni, dia juga minta agar aku ajak kamu, sekalian mengenalkan kamu sama teman-temanku. Kalau kamu keberatan aku gak akan ikut," ucap Nadine ragu-ragu menyampaikannya."Kapan?" tanya Sadam tanpa menoleh ke arah Nadine lawan bicaranya."Lusa." Nadine merasa lega saat Sadam merespon perkataannya."Aku akan menemani kamu ke acara itu." Sadam menoleh sekilas lalu kembali sibuk dengan layar laptopnya.Senyuman terbit di sudut bibir Nadine, hatinya makin terasa lega. Dia pikir Sadam akan menolak pergi bersamanya ke acara reuni nanti, tapi ternyata Sadam mau ikut dengannya. "Ngapain masih berdiri di situ?" Sadam membuyarkan lamunan Nadine yang terlihat tersenyum-senyum sendiri."Jangan ge-er dulu karena aku mau mengantarmu ke acara reuni. Aku hanya tak ingin orang lain curiga dengan hubungan kita yang kacau. Biarkan mereka menganggap kita ini sepasang suami istri yang harmonis," oceh Sadam sambil tersenyum miring.Baru saja Nadine merasa bahagia

DMCA.com Protection Status