Zivan melajukan kendaraan miliknya menuju ke rumah Damaira.
“Hai, Tampan. Ternyata kamu lebih tampan aslinya,” puji Dinda seraya menggoda Ezra.Bocah cilik itu hanya paham kata ‘tampan’, dia kemudian melirik pada sang ibu berharap bisa memberi tahu artinya.“Tante Dinda bicara, kamu lebih tampan aslinya,” ucap Damaira.Karena efek jet lag, bocah itu hanya mengucapkan terima kasih tanpa ekspresi. Biasa Ezra akan membanggakan diri seperti ayahnya.Mengingat ayah Ezra, membuat dada Damaira terasa nyeri. Kenangan pahit bersama pria itu dan juga video mesumnya dengan Sita begitu berbekas di benak dan hati Damaira.Tanpa sadar Damaira menghela nafas panjang. Kemungkinan tidak bertemu dengan Negan pasti kecil, terlebih dia berniat memegang kembali The Moonlight Bakery.Suasana di dalam mobil itu begitu hening, hingga mereka sampai di rumah. Zivan dan Dinda seakan paham, ada Ezra di di antara mereka, tidak mungkin mereka membahas tentang kebersamaan Damaira de'Menikah lagi, ya?' batin Damaira, dia pun larut dalam pikirannya.Seketika lamunan Damaira buyar karena sebuah pertanyaan dari sahabatnya."Ah, apa, Din?""Kamu tak ingin mendengar kabar tentang mantan suamimu?" Dinda mengulang pertanyaannya.Belum sempat Damaira menjawab pertanyaan itu, suara rengekan Ezra terdengar dari arah tangga.Anak itu menangis, "Mama kenapa meninggalkanku? Aku takut," ucap Ezra di tengah tangisnya. Damaira menggendong Ezra turun ke ruang tengah."Kenapa takut? Mama tidak kemana-mana.""Rasanya aku masih melayang-layang, Ma," keluh anak itu.Damaira menenangkan anaknya dalam pelukan."Kamu mau es krim, Ez. Tante tadi beli es krim, tapi tidak mungkin Tante berikan saat kamu belum makan. Mamamu pasti akan mengomeli, Tante."Meski tidak antusias, Ezra menerima tawaran Dinda.Dinda dan Ezra menikmati es krim bersama, Damaira tak begitu tertarik dengan makanan manis tersebut."Din, wifi passwordnya apa?"
Dua minggu telah berlalu, Damaira berada di rumah kedua orang tuanya. Isa baru saja tiba di sana setelah menyelesaikan semua urusannya di Jerman.Dia datang lalu bersimpuh di kaki sang ibu, memohon ampun atas segala kesalahan dan dosa yang telah dia perbuat, hal yang sama juga dia lakukan pada sang ayah.Semua itu Isa lakukan karena kepergiannya dan meninggalkan orang kedua orang tua dalam waktu yang lama.Isa juga memeluk adik bungsunya–Dewa– yang telah menjadi pria dewasa. Dia pria yang selalu ada untuk kedua orang tuanya."Terima kasih, Dewa. Kamu telah menjaga Ayah dan Ibu dengan baik. Maafkan aku yang menaruh beban berat di pundakmu, padahal kamu juga pasti ingin mengejar cita-citamu.""Kamu tenang saja, Mas. Aku Tak kurang sesuatu apapun. Kuliah, kerja, serta kebahagiaan Ayah dan Ibu. Semua berkatmu." Keduanya berpelukan.Sasana rumah itu mendadak mengharu-biru. Tanpa terasa Lestari dan Damaira menitikan air mata.Sore menjelang, Damaira sibuk memas
Ezra berpamitan pada sang ibu untuk masuk ke dalam kelas."Semangat ya, Sayang.""Mama hati-hati saat pulang."Damaira mencium kening Ezra penuh kasih sayang."Aku tak menyangka jika kamu akan kembali dengan seorang anak, Ra. Aku senang kamu sudah kembali." Damaira tersenyum, tapi matanya berkaca."Ah, maafkan aku, Ira. Aku terlalu banyak bicara," ucap kepala sekolah itu merasa tidak enak.Damaira menggeleng, "Tidak apa-apa, Tante. Ira juga tidak menyangka, Tante akan jadi mertua Dinda.""Jodoh tak ada yang tahu."Setelah berbincang cukup lama, Damaira segera mengakhiri percakapan mereka, takut mengganggu pekerjaan kepala sekolah.Kembali pada Ezra yang berjalan menuju kelasnya bersama Bu Linda–wali kelasnya.Bu guru itu meminta perhatian murid-muridnya lalu memperkenalkan Ezra pada calon teman-temannya.Anak-anak itu tampak menyambut Ezra dengan gembira.Kemudian Bu Linda menyebutkan satu per satu nama anak-anak di kelas itu. Ezra dengan mudah mengingat anak-anak yang berjumlah 21 ora
Damaira melajukan mobilnya menuju sebuah restoran, dia akan bertemu dengan Zivan dan orang kepercayaan keluarganya untuk membicarakan tentang The Moonlight Bakery. Dia berencana akan kembali mengelola toko roti itu. Damaira bersyukur toko itu masih berdiri tegak meski saingan semakin ketat. Mempertahankan produk-produk andalan sejak lima tahun yang lalu. Dia harus mulai membuat inovasi baru untuk memberi perubahan pada toko rotinya. Dia sudah mengeksplor beberapa informasi terbaru tentang segala sesuatu yang sedang menjadi topik hangat belakangan ini, siapa tahu dia akan mendapat inspirasi dari sana. Damaira memarkir mobilnya, dia menatap bangunan dua lantai tersebut sebelum keluar dari mobil. Tak banyak perubahan dari restoran tersebut, lima tahun lalu, di sini dia melepas segala hal tentang kehidupannya yang begitu pahit. Tak ingin terus meratapi masa lalu, Damaira melangkah dengan pasti memasuki restoran. Di ruang privat Zivan dan orang keperayaan keluarganya sudah menunggu. “M
Damaira masuk ke dalam kamar lantas mengunci pintu balkon. Segera turun ke lantai satu. Sebelum membuka pintu utama, Damaira lebih dulu mengintip melalui jendela, siapa gerangan yang datang bertandan semalam ini.Hanya dua orang yang kemungkinan melakukan hal tersebut, Dinda atau Isa. Dan jawabannya adalah saudara kesabarannya sendiri.Damaira segera keluar, membukakan pintu gerbang untuk pria dingin itu.“Isa, kamu membuatku jantungan, kenapa kamu datang selarut ini tanpa mengabari lebih dulu," tanya Damaira setelah pria itu keluar dari mobilnya.Isa mengerutkan keningnya, “Sepertinya kau tak membaca pesanku.""Sepertinya seperti itu, aku dari tadi sore tak menyentuh benda itu sama sekali. Aku bahkan lupa di mana meletakkan benda itu. Masuklah!"Damaira kembali mengunci pintu."Di mana kamarku?” Isa meletakkan dua kardus besar yang dia bawa di meja makan. Sepertinya itu oleh-oleh dari ibunya.Damaira mengantar saudara kembarnya ke kamar yan
Celine mengejar Ezra yang berjalan lebih dulu."Ezra, kenapa kamu diam saja?" Ezra berhenti, lalu memutar tubuhnya ke arah Celine.'Melihat ayahmu, mengingatkan aku pada ayahku. Dia begitu jahat telah mengkhianati ibuku demi wanita sampah,' monolog Ezra dalam hati. Andai kata-kata itu bisa dia keluarkan begitu saja.Pada akhirnya Ezra hanya memandang tak suka pada Celine. Percuma juga dia marah pada gadis yang tak tahu apapun itu."Sudahlah, ayo masuk," ajak Ezra.Celine mengangguk dengan antusias lalu mengikuti langkah Ezra.Kedatangan Ezra disambut hangat oleh teman-temannya. Tapi pria kecil itu tak terlalu peduli dan langsung duduk di kursinya.Pertemuan dengan ayah kandungannya sungguh menguras emosi. Bagaimana tidak, dia terlihat sangat mencintai anak perempuannya. Melihat ayahnya menggendong Celine membuatnya kesal. Ezra melirik ke arah Celin yang asik bermain dan bercengkrama dengan teman-teman yang lain. Membuat suasana hati Ezra semakin buruk.Jika sang ibu mengetahui bahwa d
Negan yang sedikit terlambat menjemput Celine langsung menuju ke ruang tunggu. Tak menyangka jika di ruangan tersebut ada Ezra yang juga sedang menunggu jemputan.Negan memandang lekat wajah Ezra. 'Anak yang baik,' batin Negan.Negan mengamati interaksi keduanya. Dia merasa sedih mendengar keluh kesah Celine pada Ezra. "Maafkan Ayah, Celine. Ayah tak sepenuhnya bisa menjadi ayah yang baik untukmu, bahkan hanya sekedar mendengar keluh kesahmu saja tak ada waktu," gumam Negan. Tak terasa matanya berkaca."Tak ada yang menarik dariku," ucap Ezra.Membuat Negan kembali menajamkan pendengarannya, berharap mendapat sedikit informasi tentang anak itu."Tapi aku juga ingin tahu tentangmu," protes Celine."Ingin tahu seperti apa?""Apa kamu seorang bangsawan?" tanya Celine."Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Karena namamu Prince Ezra, ayahku mengira kamu adalah seorang bangsawan," jawab Celine diiringi dengan tawa kecil."Mamaku memberi nama itu agar aku menjadi pangeran pelindung untuknya.
Celine mengambil sebuah kotak makan dari dalam tasnya, menunjukkan pada sang ayah bahwa itu adalah milik Ezra."Kita bikin apa ya enaknya?""Sandwich? Apa dia tidak bosan? Spaghetti? Ah, aku bahkan tak bisa memasaknya" gumam Negan.Di sisa perjalanan, keduanya memikirkan makanan apa yang akan mengisi kotak makan tersebut."Bagaimana kalau roti panggang isi telur saja, Yah?""Ide bagus, kalau begitu kita mampir ke supermarket lebih dulu.""Siap komandan!" balas Celine.Hari ini, Negan memilih menemani anak perempuannya di rumah, menggambar, mewarnai, bahkan belajar berhitung maupun menghafal kata dalam bahasa Inggris.Melihat Celine yang begitu gembira membuat Negan tersenyum. Jiwanya kembali melayang, membayangkan dua anaknya belajar dan bermain bersama, betapa bahagianya dirinya."Damaira," lirih Negan."Celine.""Ya, Ayah.""Andai kamu memiliki saudara apa yang akan kamu lakukan?""Maksud, Ayah?""Andai Celine punya seorang k
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma
Pagi ini Mahesa disibukan dengan serangkaian pekerjaan, padahal saat ini waktu subuh baru saja berlalu dan matahari belum terbit. Beberapa hari ini pria itu sedikit kurang tidur. Setelah menikah entah mengapa rezeki terus mengalir tiada henti. Proyek sana-sini.“Ini, Mas.” Damaira memberi secangkir kopi sebagai penyemangat lagi.“Terima kasih, Sayang.” Mahesa menarik tangan istrinya, kemudian memberi kecupan hangat sebagai doping.Damaira selalu saja diberi kejutan dengan sikap manis Mahesa. Pria itu benar-benar membuatnya seperti ratu yang spesial.Tak ingin kalah, Damaira pun membalas serangan Mahesa. Sebulan bersama pria itu membuat hidupnya semakin berwarna.“Kalau begitu aku keluar dulu, masak.” Mahesa mengangguk.Damaira menyerah beberapa hal tentang kerumahtanggaan seperti bersih-bersih, laundry, dan lain sebagainya, kecuali masak.Memasak baginya harus dilakukan sendiri, agar kelak anak-anak dan suaminya selalu merindukan masakannya.Meski tinggal bersama mertua, sudah pasti
Tak hanya Indra yang meluapkan emosi pada Nindi tapi juga Linda. Nindi terpojok sebagai tersangka. Janda itu menangis tersedu. Indra seakan belum puas dan terus memarahi anaknya.Ketegangan itu masih terus terjadi hingga bel rumah itu berbunyi mengalihkan perhatian semua orang yang ada di dalam rumah itu.Dengan kesal Indrawan membuka pintu, melihat siapa yang datang sontak membuat pria paruh baya itu kembali naik darah.“Ini biang keroknya datang, dasar pria tak bertanggung jawab, brengsek!” Indra langsung memaki Dion yang tak tahu apa-apa.Pria itu hanya mengerutkan kedua alisnya, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi.“Ada apa, Yah? Siapa biang kerok.” Linda dan Nindi datang menyusul Indra ke ruang tamu.“Ngapain kamu datang ke sini? Bosan hidup, hah?” Sama halnya dengan suaminya, Linda pun langsung menghardik Dion.Nindi sendiri masih berusaha menenangkan diri setelah mendapat amarah dari kedua orang tuanya.Dion menatap iba pada mantan istrinya, entah apa yang baru saja te
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan