Damaira masuk ke dalam kamar lantas mengunci pintu balkon. Segera turun ke lantai satu.
Sebelum membuka pintu utama, Damaira lebih dulu mengintip melalui jendela, siapa gerangan yang datang bertandan semalam ini.Hanya dua orang yang kemungkinan melakukan hal tersebut, Dinda atau Isa. Dan jawabannya adalah saudara kesabarannya sendiri.Damaira segera keluar, membukakan pintu gerbang untuk pria dingin itu.“Isa, kamu membuatku jantungan, kenapa kamu datang selarut ini tanpa mengabari lebih dulu," tanya Damaira setelah pria itu keluar dari mobilnya.Isa mengerutkan keningnya, “Sepertinya kau tak membaca pesanku.""Sepertinya seperti itu, aku dari tadi sore tak menyentuh benda itu sama sekali. Aku bahkan lupa di mana meletakkan benda itu. Masuklah!"Damaira kembali mengunci pintu."Di mana kamarku?”Isa meletakkan dua kardus besar yang dia bawa di meja makan. Sepertinya itu oleh-oleh dari ibunya.Damaira mengantar saudara kembarnya ke kamar yanCeline mengejar Ezra yang berjalan lebih dulu."Ezra, kenapa kamu diam saja?" Ezra berhenti, lalu memutar tubuhnya ke arah Celine.'Melihat ayahmu, mengingatkan aku pada ayahku. Dia begitu jahat telah mengkhianati ibuku demi wanita sampah,' monolog Ezra dalam hati. Andai kata-kata itu bisa dia keluarkan begitu saja.Pada akhirnya Ezra hanya memandang tak suka pada Celine. Percuma juga dia marah pada gadis yang tak tahu apapun itu."Sudahlah, ayo masuk," ajak Ezra.Celine mengangguk dengan antusias lalu mengikuti langkah Ezra.Kedatangan Ezra disambut hangat oleh teman-temannya. Tapi pria kecil itu tak terlalu peduli dan langsung duduk di kursinya.Pertemuan dengan ayah kandungannya sungguh menguras emosi. Bagaimana tidak, dia terlihat sangat mencintai anak perempuannya. Melihat ayahnya menggendong Celine membuatnya kesal. Ezra melirik ke arah Celin yang asik bermain dan bercengkrama dengan teman-teman yang lain. Membuat suasana hati Ezra semakin buruk.Jika sang ibu mengetahui bahwa d
Negan yang sedikit terlambat menjemput Celine langsung menuju ke ruang tunggu. Tak menyangka jika di ruangan tersebut ada Ezra yang juga sedang menunggu jemputan.Negan memandang lekat wajah Ezra. 'Anak yang baik,' batin Negan.Negan mengamati interaksi keduanya. Dia merasa sedih mendengar keluh kesah Celine pada Ezra. "Maafkan Ayah, Celine. Ayah tak sepenuhnya bisa menjadi ayah yang baik untukmu, bahkan hanya sekedar mendengar keluh kesahmu saja tak ada waktu," gumam Negan. Tak terasa matanya berkaca."Tak ada yang menarik dariku," ucap Ezra.Membuat Negan kembali menajamkan pendengarannya, berharap mendapat sedikit informasi tentang anak itu."Tapi aku juga ingin tahu tentangmu," protes Celine."Ingin tahu seperti apa?""Apa kamu seorang bangsawan?" tanya Celine."Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Karena namamu Prince Ezra, ayahku mengira kamu adalah seorang bangsawan," jawab Celine diiringi dengan tawa kecil."Mamaku memberi nama itu agar aku menjadi pangeran pelindung untuknya.
Celine mengambil sebuah kotak makan dari dalam tasnya, menunjukkan pada sang ayah bahwa itu adalah milik Ezra."Kita bikin apa ya enaknya?""Sandwich? Apa dia tidak bosan? Spaghetti? Ah, aku bahkan tak bisa memasaknya" gumam Negan.Di sisa perjalanan, keduanya memikirkan makanan apa yang akan mengisi kotak makan tersebut."Bagaimana kalau roti panggang isi telur saja, Yah?""Ide bagus, kalau begitu kita mampir ke supermarket lebih dulu.""Siap komandan!" balas Celine.Hari ini, Negan memilih menemani anak perempuannya di rumah, menggambar, mewarnai, bahkan belajar berhitung maupun menghafal kata dalam bahasa Inggris.Melihat Celine yang begitu gembira membuat Negan tersenyum. Jiwanya kembali melayang, membayangkan dua anaknya belajar dan bermain bersama, betapa bahagianya dirinya."Damaira," lirih Negan."Celine.""Ya, Ayah.""Andai kamu memiliki saudara apa yang akan kamu lakukan?""Maksud, Ayah?""Andai Celine punya seorang k
Di subuh hari, Celine sudah terjaga. Gadis kecil itu segera menuju ke kamar ayahnya. Dengan tidak sabaran dia mengetuk pintu yang tingginya hampir tiga kali lipat dari tinggi badannya."Ayah, bangun, Ayah," seru gadis itu lalu meraih handle pintu untuk membukanya.Negan memang tak melarang anaknya masuk ke dalam kamarnya, asalkan mengetuk pintu lebih dulu.Gadis kecil itu naik ke ranjang, dia tak menyangka jika ayahnya telah bangun. Alhasil, dia terperangkap dalam pelukan ayahnya."Ayah!" pekik gadis cilik itu."Biarkan ayah tidur sepuluh menit lagi, Celine.""Tapi, Yah. Kita akan membuat bekal pagi ini.""Ini masih terlalu pagi, Celine."Anak itu sungguh semangat sekali ingin membuatkan bekal untuk saudara tirinya. Dengan tetap memeluk Celine, Negan berpikir. Bagaimana jika Celine tahu Ezra adalah saudaranya? Sepertinya dia akan sangat senang. Tapi, sepertinya berbanding terbalik dengan Ezra.Mengingat Ezra membuat dada sesak. Meski belum membukt
"Ayah!" seru Celine.Negan pun mengurungkan niatnya mencegah kepergian mantan istrinya dan memilih untuk menggendong anaknya yang berwajah muram.Mobil Damaira pun melaju tanpa permisi, Negan hanya bisa memandangi lajunya kendaraan itu."Ada apa, Sayang?" tanya Negan.Celine hanya terdiam, bocah cilik itu masih berpikir antara memberi tahu ayahnya atau tidak tentang roti panggang yang mereka buat untuk Ezra, sama sekali tak tersentuh.Negan kembali mengulangi pertanyaannya, tapi Celine hanya menggeleng lalu meminta untuk segera pulang.Di sepanjang perjalanan pulang, Celine yang diam membisu. Berbanding terbalik dengan tadi pagi, semangat Dan keceriaan itu lenyap begitu saja."Sebenarnya ada apa dengan anak Ayah yang cantik ini?" tanya Negan seraya membelai lembut surai panjang Celine."Aku sedih, Yah." Bocah cilik itu berpangku tangan."Cerita sama Ayah.""Janji, Ayah enggak akan sedih juga?"Negan semakin penasaran dan tidak sabar."
Damaira terkejut saat ada tangan lain meraih buku yang sama dengannya.Kompak dua orang itu saling pandang. Damaira mengernyitkan kening, merasa mengenal anak yang berada di depannya, tapi entah di mana. Berbeda dengan Damaira, gadis cilik itu langsung mengenalinya."Ibu Peri!" seru anak perempuan yang berumur sekitar 10 tahun tersebut.Gadis cilik itu langsung menghambur, memeluk tubuh Damaira.Damaira masih mencerna semua kejadian yang begitu mendadak itu dan mencoba mengingat wajah ayu gadis yang sedang memeluknya."Keysha." Damaira membalas pelukan anak itu.Nyaris saja Damaira tidak mengingat siapa gadis itu, sebab wajahnya sudah banyak berubah setelah lima tahun tak bertemu."Ibu Peri masih mengingatku rupanya," seru Keysha seraya melepaskan pelukannya."Tentu saja aku masih ingat, walau harus berusaha keras untuk mengingatnya," gurau Damaira."Kamu sudah sebesar ini sekarang, siapa yang tidak pangling," ucap Damaira seraya menangkup kedua p
Mahesa terenyuh melihat Damaira dengan tulus memeluk anaknya. Dia yakin, Keysha saat ini bahagia karena menemukan sosok ibu pada Damaira."Kamu kerja di mana, Ra?" Mahesa bertanya setelah Damaira berdiri."Aku kembali mengelola toko roti, Mas.""Aku sering ke sana, Tante. Aku suka sekali Japanese cheesecake di toko roti itu," sahut Keysha.Damaira tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih pada Keysha.Interaksi keempat orang itu, tak luput dari pandangan seseorang yang berdiri Tak jauh dari sana."Ada apa, Sayang?""Ah, tidak. Ayo kita cari makan di tempat lain saja," ucap wanita itu seraya menggandeng suaminya untuk pergi menjauh dari sana. Dia tak ingin suaminya melihat mantan suami dan anaknya ada di tempat yang sama.Nindi Aulia adalah ibu kandung Keysha, mantan istri Mahesa. Selama ini dia tinggal di Makasar, di tempat asal suaminya.Sudah seminggu dia berada di Jakarta menemani suaminya dinas.Nindi berjalan menjauh, dia melirik ke arah
"Hah?" Damaira mencoba untuk fokus dengan pertanyaan Ezra.Berulang kali Damaira meyakinkan diri jika dirinya tak salah mendengar, hingga akhirnya dia bertanya, "Maksudmu apa, Sayang?""Lupakan saja, Ma. Aku hanya asal bicara," ucap Ezra, seraya meringis memperlihatkan deretan gigi susunya.Ezra tidak merajuk, hanya tak ingin menambah beban pikiran ibunya."Kamu menyukai kak Keysha?""Dia sangat menyebalkan, Ma. Terlihat sekali dia ingin mengambil Mama dariku." Sungut Ezra sembari melipat kedua tangan di dada.Damaira tertawa, "Kamu ada-ada saja.""Lain kali akan ku rebut Daddy-nya." Damaira tersenyum tipis.Malam yang sunyi, perut yang kenyang, dan tubuh yang lelah membuat Ezra tidur lebih cepat.Damaira membuka laptop kesayangannya, menekuri pekerjaan yang beberapa tahun terakhir menjadi rutinitasnya–menulis.[Sa, bagaimana perkembangan di sana?] Damaira mengirim pesan untuk kembarnya.Tak berapa lama, ponsel itu berdering, mengalihkan