"Iya, Mas," jawab Nayla. "Kamu lama-lama mirip detektif deh," sambung Nayla saat suaminya terus saja bertanya padanya membuatnya sedikit kesal. Namun, Nayla tidak boleh kesal dengan suaminya karena sang suami masih bisa menerima dirinya bahwa saat ini dirinya masih menyembunyikan fakta yang sebenarnya.
Pagi hari ini Agus dan Nayla hanya sarapan berdua saja, dan pastinya ini menjadi momen yang begitu bahagia bagi Nayla, apa lagi Nayla tidak perlu mendapatkan sindiran dari ke dua mertuanya. Namun, Nayla sudah mendapatkan sakit hati lebih dulu dari ibu mertuanya sejak beberapa saat yang lalu.**Pukul 9 pagi, Nayla dan Agus sudah kembali beraktivitas masing-masing, dan saat ini Nayla sedang melakukan pemotretan untuk kontrak."Kak Nayla? Halo, Kak? Bisa beralih ke pose berikutnya?" Seorang photografer yang sedari tadi memotret Nayla itu pun sontak berusaha menarik perhatian dari wanita itu.Pasalnya, tidak seperti di hari-hari sebelumnya. Wanita itu sepertinya tampak sangat berbeda hari ini. Sangat jauh dari Nayla yang biasanya, hari ini Nayla tampak tidak fokus ketika tengah melakukan sesi pemotretan."Nona Nayla, Nona! Photografer sedang memanggil dirimu. Kamu masih dalam pemotretan sekarang, fokuslah sebentar saja," tegur Luna selaku asistennya Nayla yang saat ini berdiri tak jauh dari Nayla.Nayla pun tersadar sesaat setelah mendengar suara teguran dari asistennya itu. Kejadian yang terjadi di rumah tadi, benar-benar membuat Nayla menjadi tidak fokus dalam pekerjaan saat ini, perkataan Ibu mertuanya mulaj mengganggu konsentrasinya dalam bekerja. Namun, demi profesional kerja. Nayla pun berusaha untuk membuang semua pikiran mengganggu itu dari dalam benaknya. Bagaimana pun juga Nayla tidak bisa mempertaruhkan karirnya hanya karena sebuah perkataan suaminya, apa lagi beberapa saat yang lalu, Nayla kembali mendapatkan sebuah pesan dari Ibu mertuanya yang selalu menagih cucu dan cucu."Baik, angkat sedikit dagunya, Kak. Tahan beberapa detik. Satu, dua, tiga!" instruksi photografer itu saat akan mengambil foto kedua dari Nayla.Tak lama setelah itu tampak pria itu yang memeriksa kameranya, mempertimbangkan apakah foto itu sudah pas atau belum."Baik. Sekarang Kak Nayla bisa istirahat sebentar. 5 menit lagi kita akan lanjut ke sesi foto yang kedua," ucap photografer itu yang langsung diangguki oleh Nayla.Nayla pun beranjak dengan sigap sang asisten mengikuti kemana pun wanita itu pergi."Air, Nona?" tawark Luna seraya menyodorkan satu botol air mineral dingin pada sang artis.Nayla sontak melirik ke arah minuman yang disodorkan oleh asistennya, ia lalu mengangguk sebelum akhirnya mengambil alih botol minum itu."Terima kasih, Luna. Maaf telah membuatmu menjadi cemas beberapa menit yang lalu," tutur Nayla terdengar tulus. Tentu saja, Nayla merasa turut bersalah karena membuat sang asisten merasa ketakutan dengan dirinya yang tidak fokus ketika pemotretan tadi. Jadi, sudah seharusnya bagi Nayla meminta maaf kepada asistennya itu.Luna adalah asisten manajemen artis Nayla yang sudah mengabdi padanya dalam kurun waktu yang cukup lama, Luna juga memiliki banyak hutang akibat dari kegemaran wanita itu yang suka menghabiskan uang untuk permainan judi onlinenya. Sebenarnya, Nayla tidak sengaja bertemu dengan Luna saat wanita itu sedang dalam fase ingin menyerahnya. Bahkan sepertinya jika tidak bertemu dengan Nayla kala itu mungkin saat ini hanya tersisa nama wanita itu saja di dunia ini. Dengan hati yang besar, Nayla pun mempekerjakan Luna sebagai asistennya dan memberikan bayaran yang sesuai dengan pekerjaan dari wanita itu. Jadi, tidak heran jika kedekatan Nayla dan Luna sudah seperti saudara kandung saja."Anda tidak perlu meminta maaf kepada saya, Nona Nayla. Justru yang harusnya minta maaf adalah saya karena telah berani menegur anda tadi. Saya hanya takut, kontrak anda dibatalkan karena tidak fokus saat pemotretan. Tolong, maafkan saya untuk hal itu. Saya tidak bermaksud untuk berbuat tidak pantas seperti itu," balas Luna yang takut jika Nayla merasa tersinggung dengan sikapnya tadi.Nayla pun menggeleng menandakan jika apa yang dikatakan oleh Luna tidaklah benar. Luna sama sekali tidak membuat luka apapun di hati Nayla, justru Nayla bersyukur karena berkat teguran Luna ia akhirnya sadar sebelum kontrak dibatalkan.**Pukul 4 sore, Agus tiba-tiba saja mengajak istrinya ke mall dengan alasan membelikan kebutuhan istrinya, dan pastinya sang istri akan menerima ajakan Agus. Namun, sebenarnya Agus sedang memberikan waktu lagi atas kejadiannya kertas yang sempat di curigai olehnya, walaupun kertas yang tidak tau isinya apa, tapi Agus yakin jika kertas itu adalah kertas hasil lab setiap Minggu istrinya mengecek kesuburan hormonnya. Agus juga mengajak istrinya untuk jalan-jalan dan menikmati waktu berduaan lagi, waktu yang sudah lama sekali jarang di miliki oleh pasangan suami istri itu, pasangan yang super sibuk sekali."Mau es krim?" tawarkan Agus pada sang istri.Nayla pun tampak mengetukkan jemarinya pada dagu dalam beberapa waktu sebelum akhirnya wanita itu menganggukkan kepalanya cepat."Vanila, ya! Double cup!" balas Nayla dengan semangat yang membaranya."Mbak, es krimnya dua. Satu rasa vanila sama satu lagi rasa coklat," pesankan Agus pada pelayan yang menjaga stan es krim itu.Entah sudah berapa lama Nayla dan Agus tidak pergi jalan-jalan bersama. Rasanya ada yang beda saja, ketika pernikahan mereka telah menginjak usia 10 tahun ini dengan pernikahan mereka beberapa tahun yang lalu.Nayla pun melepaskan gelayutan tangannya pada lengan sang suami, membiarkan Agus menyelesaikan transaksinya dengan pelayan di stan es krim itu.Tak jauh dari Nayla beranjak kala itu, tiba-tiba saja ia menemukan seorang anak kecil menangis sesegukkan. Nayla mendekatinya, mengusap pelan surai hitam milik anak kecil itu."Hei? Kau kenapa? Anak laki-laki itu tidak boleh cengeng dan harus menjadi sosok yang pemberani," tutur Nayla mencoba menenangkan anak kecil itu.Tatapan mata anak kecil itu lalu berpindah pada Nayla menatap dalam ke arah wanita itu."Sayang? Ada apa?" tanya Agus yang telah datang dengan dua es krim di tangannya."Mau es krim!" pekik anak kecil itu dengan tatapan berbinarnya.Agus tersenyum merasakan kehangatan menyelimuti sekitarnya."Kamu mau es krim? Suka coklat?" tebak Agus yang langsung membuat anak kecil itu menganggukkan kepalanya cepat.Agus pun memberikan es krimnya dengan sukarela. Tak lupa, ia juga memberikan es krim milik Nayla."Terima kasih, Om. Tante juga terima kasih. Kalian berdua sangat baik. Pasti anak kalian akan merasa beruntung telah memiliki orang tua seperti kalian. Sekali lagi, terima kasih Om, Tante!" tutur anak kecil itu membuat Nayla dan Agus merasakan adanya hantaman ribuan belati pada dadanya.Keduanya bergeming, pancaran kesedihan terlihat jelas di kedua mata pasangan suami-istri itu."Bagas! Ya ampun, Nak. Kamu kemana saja! Ibu mencarimu kemana-mana," panik orang tua anak kecil itu yang lalu berterima kasih kepada Agus dan Nayla.Nayla tampak tetap memfokuskan pandangannya pada kepergian anak kecil itu seperti ada luka yang dalam saat menyadari anak itu tidak lagi di sisinya. Agus yang menyadari hal itu segera merangkul Nayla seraya menguatkannya."Kita akan berusaha lagi, jangan bersedih," tutur Agus mencoba menghentikan mimik sedih di wajah istrinya."Selamat pagi, Ma! Kita akan masak apa untuk sarapan pagi ini? Biar Nayla bantu ya, Ma."Seperti biasanya, Nayla pun akan menawarkan bantuannya kepada sang mertua. Ia akan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik dengan senantiasa memberikan jasanya untuk keluarga Setiawan.Namun, bukannya mendapatkan respon yang baik atas niatnya. Nayla justru sama sekali tidak ditanggapi oleh mertuanya. Ayu sedari tadi tetap saja diam dengan tangan yang masih terus berkutat dengan peralatan dapur dan sayur-sayuran di dekatnya.Hati Nayla terasa sakit saat harus menghadapi sikap dingin sang mertua yang padahal di awal pernikahannya dengan sang suami tidak pernah seperti ini."Mau membantu? Sampai sekarang saja kamu masih belum memberikan saya keturunan lalu bagaimana mungkin kamu bisa memberikan bantuanmu kepada saya. Jika menjadi seorang istri yang sempurna saja kau belum bisa, bagaimana kau bisa memasak? Cih! Sungguh lawak sekali tingkahmu. Gadis yang aneh," tutur Ayu ta
Setelah ritual pagi keluarga Setiawan itu dilaksanakan yakni sarapan pagi bersama. Semua orang tak lagi saling menyapa, seakan tidak ada sedikit saja keinginan di dalam diri mereka untuk berinteraksi antara satu sama lain.Nayla menghela nafasnya cukup panjang, ia tau mungkin suaminya tidak akan setuju dan pastinya tidak akan pernah setuju dengan keputusan yang telah ia ambil.Bagaimana pun juga, Agus bukanlah tipikal pria yang akan mengkhianati pernikahan mereka. Agus telah berjanji seumur hidupnya akan terus bersama dengan Nayla, menjaga keutuhan pernikahan mereka dan menghadapi segala permasalahan di rumah tangga mereka secara bersama-sama bukan malah memilih jalur yang salah seperti sekarang. Agus bukannya marah dengan Nayla, ia hanya merasa sangat kecewa kepada wanita itu karena keputusan bodoh yang diambilnya.Agus tidak suka dengan Nayla yang mengiyakan begitu saja permintaan konyol dari Ibu kandungnya. Ia benar-benar tidak bisa menerima semuanya sampai kapanpun juga. Ide k
Luna yang ternyata selama kedatangan dua preman di rumahnya itu tengah bersembunyi di dalam kamarnya pun bergegas keluar ketika ia tak sengaja mendengar samar-samar suara bos-nya."Nona Nayla? Kau? Ada disini?" tanya Luna dengan nada suara yang terbata-bata.Nayla lalu melepaskan pelukannya dari tubuh gadis yang masih terlalu syok dan takut akan dua pria bertubuh besar yang membentaknya beberapa menit lalu itu. Tatapan Nayla sontak berubah menjadi sedikit lebih tajam, ia benar-benar tak habis pikir dengan sikap Luna yang terkesan seperti menumbalkan adiknya sendiri. "Apa-apaan ini, Luna? Kenapa kau membiarkan gadis ini sendirian menghadapi dua preman tadi? Apa kau susah kehilangan akal sehatmu? Apa kau tidak mencemaskan bagaimana keadaannya? Dia tengah ketakutan sekali saat ini. Kau justru malah bersembunyi di dalam kamar. Tanpa ada perasaan empati pada adikmu sendiri," tegas Nayla yang mengutarakan rasa tidak sukanya dengan sikap Luna.Luna pun
Plak! Suara tamparan yang cukup keras terdengar menggema di seluruh sudut rumah yang bisa dibilang sederhana itu.Tatapan mata Luna pun seketika menajam. Ada siluit penuh api yang terlihat di kedua bola matanya."Apa yang kau katakan? Hm? Beraninya kau mencoba untuk menolak keputusanku. Apa selama ini yang membeli beras saat habis adalah dirimu? Apakah yang membeli token listrik ketika lampu padam adalah dirimu? Selama ini, aku tidak pernah meminta hal besar kepadamu. Baiklah begini saja. Ikuti keputusanku untuk menikah dengan Tuan Agus atau kau akan ku jual kepada bos rentenir penagih hutang itu?" ancam Luna kepada sang adik agar mau mengikuti segala perintah yang keluar dari mulutnya.Lagi dan lagi, Citra dibuat tak percaya dengan segala ucapan yang terlontarkan dari mulut sang kakak. Hanya demi sebuah harta, kakaknya sampai rela melakukan semua ini.Bulir-bulir air yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya pun seketika jatuh tak bisa membendungnya lagi.Hatinya teras
Citra bergeming. Ia seolah kehabisan kata-kata dan tindakan untuk memberikan respon pada wanita yang telah menangis tersedu-sedu memohon di depan wajahnya saat ini.Citra juga merasa bingung harus mengambil keputusan yang bagaimana sekarang. Di satu sisi, Citra merasa ia tidak bisa menolak permohonan dari seorang wanita di mana ia sendiri juga wanita. Citra sontak memposisikan dirinya bagaimana dikala berada di posisi Nayla saat ini.Pasti akan sangat menyedihkan jika terus ditanya perihal kapan memiliki keturunan sementara dirinya sendiri bukanlah yang mengendalikan segala kehidupan dan adegannya. Akan tetapi, di lain sisi Citra juga memikirkan tentang masa depannya. Ia tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana jika harus menjadi seorang istri kedua yang tepatnya seperti istri yang hanya dijadikan sebagai tempat pemberi keturunan.Mungkin masa depan Citra akan lebih terjamin karena Nayla pasti akan memberikan bayaran yang tidak murah untuknya. Namun, bagaimana jika nanti akan ad
Luna kini tampak pulang ke rumahnya dengan raut wajah yang terlihat begitu kusut. Aliran darahnya terasa mendidih panas setiap kali benaknya menampilkan wajah adik tirinya itu.Sumpah demi apapun, Luna ingin sekali rasanya menghabisi nyawa adik tirinya itu. Ingin sekali ia melenyapkan Citra jika saja hal itu tidak akan membuatnya masuk ke dalam bui bernamakan lain penjara itu."Sial! Kenapa sih anak itu sama sekali tidak ingin menuruti apa yang aku katakan. Jika saja dia mau mendengarkan apa yang aku perintahkan. Aku pasti sudah bisa hidup dengan bergelimangan harta sekarang. Aku pasti bisa dengan bebas kembali bermain judi tanpa khawatir dengan para rentenir gila yang selalu saja menagih hal yang tidak-tidak padaku!" geram Luna kesal yang langsung membanting vas foto di mana ada wajah Citra yang tengah tersenyum bahagia di sana.Persetan dengan foto itu, yang pasti saat ini Luna hanya ingin menyalurkan dan melampiaskan segala amarah yang sudah menguasai dirinya itu.Emosinya terus sa
"Pak Agus? Pekerjaan hari ini saya rasa sudah selesai dilaksanakan semua. Apakah anda tidak akan kembali ke rumah anda?" tanya Andi terdengar begitu hati-hati takut akan membuat sang atasan menjadi marah.Andi tau, pasti telah terjadi sesuatu di dalam rumah tangga sang atasan. Bekerja dengan waktu yang sudah sangat lama membuat Andi merasa sudah cukup hafal dengan sikap sang atasan. Agus akan menjadi seperti sekarang yang merasa malas untuk pulang karena sengaja ingin menghindar dari keluarganya.Agus bergeming, ia tetap fokus pada layar laptop yang ada di depannya. Terus mengetikkan sesuatu yang Andi sendiri tidak tau apa yang sedang dikerjakan oleh atasannya itu.Dengan memberanikan diri, takut jika istri dari atasannya itu merasa khawatir akan suaminya yang tak kunjung pulang, Andi lalu mendekat ke arah meja kerja atasannya itu.Tanpa menunggu perintah dari Agus yang mengizinkan untuk dirinya duduk atau tidak, Andi langsung saja mendaratkan tubuhnya pada kursi yang ada di depan A
Apa yang semalam dikatakan oleh istrinya benar-benar membekas di dalam benak Agus. Ia sama sekali tidak bisa fokus dan bekerja dengan baik sekarang. Kalimat di mana sang istri telah menemukan calon pilihannya pun membuat Agus terus saja terpaku pada kalimat itu.Entah siapa sosok yang akan dijodohkan oleh istrinya kepada dirinya yang pasti Agus benar-benar merasa terganggu akan semua hal itu.Mana mungkin Agus akan mengkhianati rumah tangganya yang sudah terjalin 10 tahun lamanya. Bukan hal yang mudah dalam mempertahankan hubungan rumah tangga hingga genap di angka 10.Bahkan banyak di antara rekan Agus yang justru hanya mampu bertahan selama 5 tahun sementara mereka dikaruniai dengan buah hati yang tidak hanya satu anak saja. Sementara di dalam rumah tangga Agus, mereka bahkan tidak diberikan berkat berupa buah hati oleh Tuhan namun nyatanya mereka sanggup mempertahankan semuanya dengan bermodalkan saling percaya.Agus mungkin bisa mengatakan semua itu dengan gamblang tetapi selama
"Mama! Mama! Baju spiderman Mahes ada di mana, ya? Mahes mau pake baju itu, Ma!" teriakkan yang begitu lantang itu pun terdengar mengisi seluruh sudut di rumah itu. Suara anak kecil itu tampak memenuhi dan mendominasi segala suara yang ada. "Ya ampun, Mahesa. Pelan-pelan sayang kalau ngomong. Enggak boleh berteriak begitu, kasihan Oma jadi kebisingan." Bocah laki-laki itu pun hanya menampilkan cengiran andalannya, seakan tidak merasakan rasa bersalah barang sedikit pun. "Aku kira Mama jauh tadi. Makanya aku teriak deh. Aku udah coba nyari sendiri tapi enggak ketemu-ketemu, Ma." Mahesa menarik lembut tangan sang Mama membawa wanita itu dan berhenti tepat di hadapan lemari khusus miliknya. "Mahesa? Semua ini?" Nayla terbelalak tak tau harus mengekspresikan dirinya bagaimana lagi. Hatinya terasa runtuh saat itu juga. Keadaan lemari bocah itu yang semula tersusun begitu rapi, kini justru telah berubah sepert
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa, sudah 1 tahun semenjak dari kelahiran anak pertamanya, Mahesa. Berbagai macam kehidupan dijalani oleh Citra mulai menjadi seorang Ibu sampai merangkap sebagai istri dalam satu waktu. "Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Ibu berharap kamu akan terus baik-baik saja seperti saat Ibu ada di samping kamu." Citra meneteskan air matanya. Saat ini, ia tengah berdua dengan sang anak di ayunan yang ada di kolam renang. Tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang rela berpisah dengan anaknya. 9 bulan lamanya wanita itu mengandung hingga bertarung nyawa untuk melahirkan bayi itu. Setelah semua perjuangan yang ia lewati, sekarang Citra dengan terpaksa harus mengikhlaskan segalanya. Wanita itu harus belajar melupakan bayi yang sudah ia kandung dan lahirkan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat serta disepakati bersama. "Kalau nanti Ibu sudah enggak di samping kamu. Kamu harus te
"Ibu benar-benar minta maaf dengan semua yang Ibu lakukan selama ini ya, Nak. Seharusnya Ibu tidak bertingkah seperti itu. Ibu sudah menjadi mertua paling buruk untuk kamu." Nayla menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyentuh kedua tangan milik mertuanya itu cukup lama. Wanita itu lantas mencium begitu lama tangan milik wanita paruh baya itu. "Udah Ibu .. aku paham kok sama posisi Ibu. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya memiliki keturunan. Aku juga sama sekali tidak melupakan standar hidup itu." Nayla menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya. Berharap air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata wanita itu akan reda. Saat ini, usai Agus yang menemukan surat medis milik Nayla. Semua anggota keluarga tampak berkumpul di sofa yang ada di kamar Nayla dan Agus itu, termasuk juga Citra dengan bayi mungil di dalam gendongannya. "Ibu benar-benar minta maaf untuk semuanya ya, Nak." Nayla menganggukkan kepalanya tampak antara menantu dan mertua itu saling berpelukan cukup lam
Usai pintu persalinan itu telah dibuka lebar, Citra pun dibawa ke ruangan rawat inap kelas VIP bersama bayinya yang dimasukkan ke dalam troli. Dari kelahiran bayi itu, Nayla sama sekali belum ada menyentuh bayi mungil itu. Wanita itu hanya bisa menyaksikan semuanya dari jauh dengan senyuman pahit di wajahnya. Sang suami terlihat begitu bahagia dengan kelahiran anak yang berasal dari darah dagingnya itu. Nyut! Terasa, denyut sesak yang muncul di dalam hati Nayla. Bagaimana tidak, melihat sang suami merasa begitu bahagia dengan tatapan penuh terima kasih kepada Citra membuat Nayla tentu berpikiran yang tidak-tidak. Hampir 1 tahun sang suami menjalani kedekatan yang intens dengan wanita itu. Ada sedikit rasa ketakutan di dalam diri Nayla, takut jika suaminya itu akan berubah pikiran. Nayla sadar, ia memang istri pertama dan cinta pertama dari pria itu. Hanya saja, bukan tidak mungkin bagi pria itu akan memilih Citra yang jelas-jelas bisa memberikan segalanya untuk Agus. Terlebih,
Hari demi hari kian berlalu membuat kandungan wanita itu kian bertambah besar. Tak terasa, kini Citra sudah memasuki bulan di mana dirinya diperkirakan akan melahirkan. Dengan susah payah, Citra tampak berjalan merangkak hendak naik menuju ranjang tempat tidurnya. "Sayang! Kenapa enggak bilang aku dulu sih. Kamu ini kebiasaan banget apa-apa selalu milih lakuinnya sendirian." Tak lama setelah itu, Agus datang dengan raut wajah penuh memperhatikan sang istri. Ia tentunya merasa takut dengan keadaan Citra yang sekarang sudah sangat rawan. Sebisa mungkin Agus terus berada di sisi wanita itu, tidak pernah membiarkan untuk wanita itu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dirinya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun, pria itu juga ikut ke dalam. Awalnya Citra menolak karena malu namun setelah mendapatkan wejangan dari Agus mengenai rasa khawatir pria itu membuat wanita itu mau tak mau mengiyakan saja. "Aku enggak apa-apa, Mas. Aku itu cuman hamil bukan sakit keras," canda Citra saat menemu
Nayla membuka tirai di kamarnya dengan helaan nafas panjang yang mengiringi gerakan tangannya itu. Sejenak, matanya tampak menatap ke arah ranjang yang sudah lama tidak pernah didiami oleh suaminya."Aku kangen kamu tidur di samping aku, Mas." Nayla tak munafik, hatinya terluka setelah beberapa bulan ini ia terus saja tidur di kamar sendirian. Hampa. Tak ada lagi suara candaan yang dilontarkan oleh sang suami sesaat sebelum waktu tidur Nayla. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya pun seketika membuat lamunan Nayla buyar saat itu juga. Entah mengapa, senyuman kini mengembang begitu lebar di wajahnya. Ia yakin, pasti suaminya lah yang mengetuk pintu kamarnya itu. "Aku tau, dia pasti akan cemas dengan keadaan aku. Maafkan kejahilan istri kamu ini ya, Mas. Pengen diperhatiin sama kamu aja harus pake acara lama-lama in ke ruang makannya." Nayla terkekeh geli sendirian. Wajahnya tampak begitu sumringah tak sabar ingin melepas rasa rindunya pada sang suami. "Aku tau kamu pasti
"Aku pulang!" Seperti biasa, Agus pulang dan langsung meletakkan sepatu yang ia gunakan di rak yang tersusun rapi dekat pintu masuk utama itu. Hari ini, Agus tampak pulang lebih cepat. Sekitar 30 menit lagi adzan magrib akan berkumandang, biasanya pria itu selalu datang kisaran orang-orang sedang shalat isya. "Mas Agus!" Pria itu menoleh mendapati istri pertamanya datang dengan wajah sumringah. Keningnya berkerut tak tau apa arti dari senyuman di wajah istrinya itu. "Iya, Sayang? Tumben sekali kamu datang dan langsung menyambut aku." Wanita itu tampak senyum-senyum kecil saat mendapati pernyataan yang demikian dari sang suami. Senyuman itu lantas menjadi teka-teki besar bagi Agus, ia merasa penasaran apa yang sudah membuat istri pertamanya itu menjadi begitu bahagia. "Aku punya kejutan buat kamu. Tutup mata kamu dulu." Diam-diam, wanita itu tampak melambaikan tangannya ke arah Citra tepat ketika Agus tengah menutup matanya. "Ulur in tangan kamu," perintahnya pada sang suami.
Setelah malam panjang yang membuat Citra kehilangan mahkota yang selama ini telah ia jaga, wanita itu tampak merasa canggung dengan Agus.Pasalnya, pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun padanya. Citra terpikir, dengan kondisi pria itu yang setengah sadar mungkinkah Agus mengingat malam pertama yang mereka lakukan? Ingin rasanya Citra menanyakan semua itu. Namun, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengatakan semua itu. Citra lalu berjalan menuju ke arah dapur rumahnya dengan membawa gelas bekas minumnya tadi malam.Terlihat, sosok pria yang selama beberapa waktu ini terus mendiami kepalanya pun, menoleh ke kanan dan kirinya seperti mencari sesuatu hal. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada di dalam dirinya, Citra mencoba mendekati pria itu. Agus tampak membelakangi wanita itu. "Mas, kamu butuh sesuatu? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Citra lembut. "Ah syukur lah kamu datang. Tolong carikan di mana stok gula kita ya. Aku masih nunggu air ini, soalnya udah
Agus masuk ke dalam kamar sang istri dengan wajah penuh sumringah. Tak lupa, sebuah nampan berisikan segelas susu dan satu piring cemilan ringan pun, ia siapkan khusus untuk sang istri. "Halo, Sayang. Aku membawakan makanan ringan untuk kamu." Pria itu lalu menghampiri Nayla, meletakkan nampan bawaannya tepat di lemari kecil yang ada di samping ranjang tempat tidurnya dan Agus itu. Tidak seperti biasanya, Nayla justru tak memberikan respon apapun kepada sang suami. Wanita itu hanya fokus pada layar ponsel miliknya yang tampak jauh lebih menarik daripada kehadiran sang suami. Helaan nafas yang cukup panjang keluar dari mulut Agus, wanita itu memang selalu saja bertingkah demikian saat sedang merajuk pada sang suami. "Sayang? Kamu enggak perduli sama kehadiran, Mas?" tanya Agus turut duduk di tepi ranjang itu. Saat ini tampaknya wanita itu belum waktunya untuk bekerja, terlihat bagaimana pakaian yang melekat pada tubuh Nayla yang begitu santai sekali. "Sayang? Kamu marah sama aku