Nayla membuka tirai di kamarnya dengan helaan nafas panjang yang mengiringi gerakan tangannya itu. Sejenak, matanya tampak menatap ke arah ranjang yang sudah lama tidak pernah didiami oleh suaminya."Aku kangen kamu tidur di samping aku, Mas." Nayla tak munafik, hatinya terluka setelah beberapa bulan ini ia terus saja tidur di kamar sendirian. Hampa. Tak ada lagi suara candaan yang dilontarkan oleh sang suami sesaat sebelum waktu tidur Nayla. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya pun seketika membuat lamunan Nayla buyar saat itu juga. Entah mengapa, senyuman kini mengembang begitu lebar di wajahnya. Ia yakin, pasti suaminya lah yang mengetuk pintu kamarnya itu. "Aku tau, dia pasti akan cemas dengan keadaan aku. Maafkan kejahilan istri kamu ini ya, Mas. Pengen diperhatiin sama kamu aja harus pake acara lama-lama in ke ruang makannya." Nayla terkekeh geli sendirian. Wajahnya tampak begitu sumringah tak sabar ingin melepas rasa rindunya pada sang suami. "Aku tau kamu pasti
Hari demi hari kian berlalu membuat kandungan wanita itu kian bertambah besar. Tak terasa, kini Citra sudah memasuki bulan di mana dirinya diperkirakan akan melahirkan. Dengan susah payah, Citra tampak berjalan merangkak hendak naik menuju ranjang tempat tidurnya. "Sayang! Kenapa enggak bilang aku dulu sih. Kamu ini kebiasaan banget apa-apa selalu milih lakuinnya sendirian." Tak lama setelah itu, Agus datang dengan raut wajah penuh memperhatikan sang istri. Ia tentunya merasa takut dengan keadaan Citra yang sekarang sudah sangat rawan. Sebisa mungkin Agus terus berada di sisi wanita itu, tidak pernah membiarkan untuk wanita itu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dirinya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun, pria itu juga ikut ke dalam. Awalnya Citra menolak karena malu namun setelah mendapatkan wejangan dari Agus mengenai rasa khawatir pria itu membuat wanita itu mau tak mau mengiyakan saja. "Aku enggak apa-apa, Mas. Aku itu cuman hamil bukan sakit keras," canda Citra saat menemu
Usai pintu persalinan itu telah dibuka lebar, Citra pun dibawa ke ruangan rawat inap kelas VIP bersama bayinya yang dimasukkan ke dalam troli. Dari kelahiran bayi itu, Nayla sama sekali belum ada menyentuh bayi mungil itu. Wanita itu hanya bisa menyaksikan semuanya dari jauh dengan senyuman pahit di wajahnya. Sang suami terlihat begitu bahagia dengan kelahiran anak yang berasal dari darah dagingnya itu. Nyut! Terasa, denyut sesak yang muncul di dalam hati Nayla. Bagaimana tidak, melihat sang suami merasa begitu bahagia dengan tatapan penuh terima kasih kepada Citra membuat Nayla tentu berpikiran yang tidak-tidak. Hampir 1 tahun sang suami menjalani kedekatan yang intens dengan wanita itu. Ada sedikit rasa ketakutan di dalam diri Nayla, takut jika suaminya itu akan berubah pikiran. Nayla sadar, ia memang istri pertama dan cinta pertama dari pria itu. Hanya saja, bukan tidak mungkin bagi pria itu akan memilih Citra yang jelas-jelas bisa memberikan segalanya untuk Agus. Terlebih,
"Ibu benar-benar minta maaf dengan semua yang Ibu lakukan selama ini ya, Nak. Seharusnya Ibu tidak bertingkah seperti itu. Ibu sudah menjadi mertua paling buruk untuk kamu." Nayla menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyentuh kedua tangan milik mertuanya itu cukup lama. Wanita itu lantas mencium begitu lama tangan milik wanita paruh baya itu. "Udah Ibu .. aku paham kok sama posisi Ibu. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya memiliki keturunan. Aku juga sama sekali tidak melupakan standar hidup itu." Nayla menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya. Berharap air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata wanita itu akan reda. Saat ini, usai Agus yang menemukan surat medis milik Nayla. Semua anggota keluarga tampak berkumpul di sofa yang ada di kamar Nayla dan Agus itu, termasuk juga Citra dengan bayi mungil di dalam gendongannya. "Ibu benar-benar minta maaf untuk semuanya ya, Nak." Nayla menganggukkan kepalanya tampak antara menantu dan mertua itu saling berpelukan cukup lam
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa, sudah 1 tahun semenjak dari kelahiran anak pertamanya, Mahesa. Berbagai macam kehidupan dijalani oleh Citra mulai menjadi seorang Ibu sampai merangkap sebagai istri dalam satu waktu. "Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Ibu berharap kamu akan terus baik-baik saja seperti saat Ibu ada di samping kamu." Citra meneteskan air matanya. Saat ini, ia tengah berdua dengan sang anak di ayunan yang ada di kolam renang. Tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang rela berpisah dengan anaknya. 9 bulan lamanya wanita itu mengandung hingga bertarung nyawa untuk melahirkan bayi itu. Setelah semua perjuangan yang ia lewati, sekarang Citra dengan terpaksa harus mengikhlaskan segalanya. Wanita itu harus belajar melupakan bayi yang sudah ia kandung dan lahirkan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat serta disepakati bersama. "Kalau nanti Ibu sudah enggak di samping kamu. Kamu harus te
"Mama! Mama! Baju spiderman Mahes ada di mana, ya? Mahes mau pake baju itu, Ma!" teriakkan yang begitu lantang itu pun terdengar mengisi seluruh sudut di rumah itu. Suara anak kecil itu tampak memenuhi dan mendominasi segala suara yang ada. "Ya ampun, Mahesa. Pelan-pelan sayang kalau ngomong. Enggak boleh berteriak begitu, kasihan Oma jadi kebisingan." Bocah laki-laki itu pun hanya menampilkan cengiran andalannya, seakan tidak merasakan rasa bersalah barang sedikit pun. "Aku kira Mama jauh tadi. Makanya aku teriak deh. Aku udah coba nyari sendiri tapi enggak ketemu-ketemu, Ma." Mahesa menarik lembut tangan sang Mama membawa wanita itu dan berhenti tepat di hadapan lemari khusus miliknya. "Mahesa? Semua ini?" Nayla terbelalak tak tau harus mengekspresikan dirinya bagaimana lagi. Hatinya terasa runtuh saat itu juga. Keadaan lemari bocah itu yang semula tersusun begitu rapi, kini justru telah berubah sepert
"Mas, sarapan sudah siap, hari ini aku buatkan nasi goreng ayam kesukaan kamu," ucap Nayla saat dirinya baru saja masuk ke dalam kamarnya, lalu Nayla melihat sosok tampan suaminya sudah begitu rapih untuk pergi kerja.Pria yang sedari tadi Nayla lihat langsung memeluk erat tubuhnya Nayla, bahkan pria itu mengecup bibirnya."Terima kasih istriku sayang," ungkap Agus."Sudah kewajiban aku," sahut Nayla yang menyentuh pipi tampan suaminya.Nayla dan Agus sudah menikah selama 10 tahun, tapi pernikahan mereka belum juga di karuniai seorang anak, karena Nayla mandul dan memiliki sebuah penyakit yang dia sembunyikan dari suaminya dan keluarga besarnya. Nayla selalu beralasan karena masih terikat kontrak dengan pekerjaannya, tapi mertuanya Nayla selalu menginginkan cucu untuk pewaris keluarganya.Nayla tidak bisa menjamin jika dirinya akan mendapatkan seorang anak dari pernikahannya, dan Agus selaku suaminya Nayla pastinya akan selalu bersabar menantikan kehadiran anak dari pernikahan mereka.
Pertanyaan yang keluar dari mulut Ibu kandungnya Agus membuat aliran darahnya Agus mendidih dan menjalar keseluruhan tubuh, pastinya Agus sudah bosan mendengar pertanyaan itu dari ibunya, tangannya Agus terlihat mengepal begitu kuat seakan siap untuk di layangkan kepada sosok wanita yang sudah berani mempertanyakan perihal keturunannya.Brak!Agus menggebrak meja makan dengan sekuat tenaga, Agus muak dan merasa sudah cukup pertanyaan yang diajukan oleh Ibu kandungnya."Apa penting sekali pertanyaan itu di jawab oleh Nayla atau aku? Sudah berapa kali aku katakan jangan lagi mempertanyakan soal anak! Jika di tanya apakah kami ingin atau tidak, tentu saja kami menginginkan seorang anak hadir di dalam kehidupan keluarga kami, Ibu. Namun, Tuhan masih belum menakdirkan hal itu terjadi pada hidup kami. Jadi, cukup bertanya untuk hal yang sama berulang kali. Aku muak mendengarkannya!" Agus sangat emosi dan tidak lagi perduli apakah perkataannya akan menyakiti ibu kandungnya atau tidak.Nayla
"Mama! Mama! Baju spiderman Mahes ada di mana, ya? Mahes mau pake baju itu, Ma!" teriakkan yang begitu lantang itu pun terdengar mengisi seluruh sudut di rumah itu. Suara anak kecil itu tampak memenuhi dan mendominasi segala suara yang ada. "Ya ampun, Mahesa. Pelan-pelan sayang kalau ngomong. Enggak boleh berteriak begitu, kasihan Oma jadi kebisingan." Bocah laki-laki itu pun hanya menampilkan cengiran andalannya, seakan tidak merasakan rasa bersalah barang sedikit pun. "Aku kira Mama jauh tadi. Makanya aku teriak deh. Aku udah coba nyari sendiri tapi enggak ketemu-ketemu, Ma." Mahesa menarik lembut tangan sang Mama membawa wanita itu dan berhenti tepat di hadapan lemari khusus miliknya. "Mahesa? Semua ini?" Nayla terbelalak tak tau harus mengekspresikan dirinya bagaimana lagi. Hatinya terasa runtuh saat itu juga. Keadaan lemari bocah itu yang semula tersusun begitu rapi, kini justru telah berubah sepert
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa, sudah 1 tahun semenjak dari kelahiran anak pertamanya, Mahesa. Berbagai macam kehidupan dijalani oleh Citra mulai menjadi seorang Ibu sampai merangkap sebagai istri dalam satu waktu. "Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Ibu berharap kamu akan terus baik-baik saja seperti saat Ibu ada di samping kamu." Citra meneteskan air matanya. Saat ini, ia tengah berdua dengan sang anak di ayunan yang ada di kolam renang. Tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang rela berpisah dengan anaknya. 9 bulan lamanya wanita itu mengandung hingga bertarung nyawa untuk melahirkan bayi itu. Setelah semua perjuangan yang ia lewati, sekarang Citra dengan terpaksa harus mengikhlaskan segalanya. Wanita itu harus belajar melupakan bayi yang sudah ia kandung dan lahirkan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat serta disepakati bersama. "Kalau nanti Ibu sudah enggak di samping kamu. Kamu harus te
"Ibu benar-benar minta maaf dengan semua yang Ibu lakukan selama ini ya, Nak. Seharusnya Ibu tidak bertingkah seperti itu. Ibu sudah menjadi mertua paling buruk untuk kamu." Nayla menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyentuh kedua tangan milik mertuanya itu cukup lama. Wanita itu lantas mencium begitu lama tangan milik wanita paruh baya itu. "Udah Ibu .. aku paham kok sama posisi Ibu. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya memiliki keturunan. Aku juga sama sekali tidak melupakan standar hidup itu." Nayla menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya. Berharap air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata wanita itu akan reda. Saat ini, usai Agus yang menemukan surat medis milik Nayla. Semua anggota keluarga tampak berkumpul di sofa yang ada di kamar Nayla dan Agus itu, termasuk juga Citra dengan bayi mungil di dalam gendongannya. "Ibu benar-benar minta maaf untuk semuanya ya, Nak." Nayla menganggukkan kepalanya tampak antara menantu dan mertua itu saling berpelukan cukup lam
Usai pintu persalinan itu telah dibuka lebar, Citra pun dibawa ke ruangan rawat inap kelas VIP bersama bayinya yang dimasukkan ke dalam troli. Dari kelahiran bayi itu, Nayla sama sekali belum ada menyentuh bayi mungil itu. Wanita itu hanya bisa menyaksikan semuanya dari jauh dengan senyuman pahit di wajahnya. Sang suami terlihat begitu bahagia dengan kelahiran anak yang berasal dari darah dagingnya itu. Nyut! Terasa, denyut sesak yang muncul di dalam hati Nayla. Bagaimana tidak, melihat sang suami merasa begitu bahagia dengan tatapan penuh terima kasih kepada Citra membuat Nayla tentu berpikiran yang tidak-tidak. Hampir 1 tahun sang suami menjalani kedekatan yang intens dengan wanita itu. Ada sedikit rasa ketakutan di dalam diri Nayla, takut jika suaminya itu akan berubah pikiran. Nayla sadar, ia memang istri pertama dan cinta pertama dari pria itu. Hanya saja, bukan tidak mungkin bagi pria itu akan memilih Citra yang jelas-jelas bisa memberikan segalanya untuk Agus. Terlebih,
Hari demi hari kian berlalu membuat kandungan wanita itu kian bertambah besar. Tak terasa, kini Citra sudah memasuki bulan di mana dirinya diperkirakan akan melahirkan. Dengan susah payah, Citra tampak berjalan merangkak hendak naik menuju ranjang tempat tidurnya. "Sayang! Kenapa enggak bilang aku dulu sih. Kamu ini kebiasaan banget apa-apa selalu milih lakuinnya sendirian." Tak lama setelah itu, Agus datang dengan raut wajah penuh memperhatikan sang istri. Ia tentunya merasa takut dengan keadaan Citra yang sekarang sudah sangat rawan. Sebisa mungkin Agus terus berada di sisi wanita itu, tidak pernah membiarkan untuk wanita itu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dirinya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun, pria itu juga ikut ke dalam. Awalnya Citra menolak karena malu namun setelah mendapatkan wejangan dari Agus mengenai rasa khawatir pria itu membuat wanita itu mau tak mau mengiyakan saja. "Aku enggak apa-apa, Mas. Aku itu cuman hamil bukan sakit keras," canda Citra saat menemu
Nayla membuka tirai di kamarnya dengan helaan nafas panjang yang mengiringi gerakan tangannya itu. Sejenak, matanya tampak menatap ke arah ranjang yang sudah lama tidak pernah didiami oleh suaminya."Aku kangen kamu tidur di samping aku, Mas." Nayla tak munafik, hatinya terluka setelah beberapa bulan ini ia terus saja tidur di kamar sendirian. Hampa. Tak ada lagi suara candaan yang dilontarkan oleh sang suami sesaat sebelum waktu tidur Nayla. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya pun seketika membuat lamunan Nayla buyar saat itu juga. Entah mengapa, senyuman kini mengembang begitu lebar di wajahnya. Ia yakin, pasti suaminya lah yang mengetuk pintu kamarnya itu. "Aku tau, dia pasti akan cemas dengan keadaan aku. Maafkan kejahilan istri kamu ini ya, Mas. Pengen diperhatiin sama kamu aja harus pake acara lama-lama in ke ruang makannya." Nayla terkekeh geli sendirian. Wajahnya tampak begitu sumringah tak sabar ingin melepas rasa rindunya pada sang suami. "Aku tau kamu pasti
"Aku pulang!" Seperti biasa, Agus pulang dan langsung meletakkan sepatu yang ia gunakan di rak yang tersusun rapi dekat pintu masuk utama itu. Hari ini, Agus tampak pulang lebih cepat. Sekitar 30 menit lagi adzan magrib akan berkumandang, biasanya pria itu selalu datang kisaran orang-orang sedang shalat isya. "Mas Agus!" Pria itu menoleh mendapati istri pertamanya datang dengan wajah sumringah. Keningnya berkerut tak tau apa arti dari senyuman di wajah istrinya itu. "Iya, Sayang? Tumben sekali kamu datang dan langsung menyambut aku." Wanita itu tampak senyum-senyum kecil saat mendapati pernyataan yang demikian dari sang suami. Senyuman itu lantas menjadi teka-teki besar bagi Agus, ia merasa penasaran apa yang sudah membuat istri pertamanya itu menjadi begitu bahagia. "Aku punya kejutan buat kamu. Tutup mata kamu dulu." Diam-diam, wanita itu tampak melambaikan tangannya ke arah Citra tepat ketika Agus tengah menutup matanya. "Ulur in tangan kamu," perintahnya pada sang suami.
Setelah malam panjang yang membuat Citra kehilangan mahkota yang selama ini telah ia jaga, wanita itu tampak merasa canggung dengan Agus.Pasalnya, pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun padanya. Citra terpikir, dengan kondisi pria itu yang setengah sadar mungkinkah Agus mengingat malam pertama yang mereka lakukan? Ingin rasanya Citra menanyakan semua itu. Namun, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengatakan semua itu. Citra lalu berjalan menuju ke arah dapur rumahnya dengan membawa gelas bekas minumnya tadi malam.Terlihat, sosok pria yang selama beberapa waktu ini terus mendiami kepalanya pun, menoleh ke kanan dan kirinya seperti mencari sesuatu hal. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada di dalam dirinya, Citra mencoba mendekati pria itu. Agus tampak membelakangi wanita itu. "Mas, kamu butuh sesuatu? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Citra lembut. "Ah syukur lah kamu datang. Tolong carikan di mana stok gula kita ya. Aku masih nunggu air ini, soalnya udah
Agus masuk ke dalam kamar sang istri dengan wajah penuh sumringah. Tak lupa, sebuah nampan berisikan segelas susu dan satu piring cemilan ringan pun, ia siapkan khusus untuk sang istri. "Halo, Sayang. Aku membawakan makanan ringan untuk kamu." Pria itu lalu menghampiri Nayla, meletakkan nampan bawaannya tepat di lemari kecil yang ada di samping ranjang tempat tidurnya dan Agus itu. Tidak seperti biasanya, Nayla justru tak memberikan respon apapun kepada sang suami. Wanita itu hanya fokus pada layar ponsel miliknya yang tampak jauh lebih menarik daripada kehadiran sang suami. Helaan nafas yang cukup panjang keluar dari mulut Agus, wanita itu memang selalu saja bertingkah demikian saat sedang merajuk pada sang suami. "Sayang? Kamu enggak perduli sama kehadiran, Mas?" tanya Agus turut duduk di tepi ranjang itu. Saat ini tampaknya wanita itu belum waktunya untuk bekerja, terlihat bagaimana pakaian yang melekat pada tubuh Nayla yang begitu santai sekali. "Sayang? Kamu marah sama aku