Menurut kalian, tindakan Valency untuk mendorong terbongkarnya rahasia itu bener atau nggak? Terus ... ada yang ngerasa gak sih tiap kali interaksi Jayden Valency bikin iri berat?! Mau author lipet nih bumi! Kapan coba ada pasangan kek gitu hmmmmmpphh!!
Suara deringan ponsel terdengar, getaran di atas nakas membuat Valency bergerak gelisah dan akhirnya membuka mata. Dengan raut wajah kesulitan dan bibir menggumamkan gerutuan, Valency mendudukkan diri dan meraih ponsel tersebut. Matanya masih terpejam, tapi Valency tetap mengangkat panggilan tersebut dalam keadaan setengah sadar. “Halo, dengan siapa–” “LENCYY!” Teriakan yang memekakkan telinga itu sontak membuat Valency menjauhkan ponselnya dari telinga. Kesadarannya seolah dipaksa pulih dalam hitungan detik. Saat Valency sadar dan melihat nama yang tertera di layar, ia menyadari jika yang menelepon adalah Jennita. “Apa kamu tidak bisa berbicara dengan suara yang lebih pelan, Jen?” tegur Valency dengan suara parau, khas orang yang baru saja bangun tidur. “Akhirnya kamu mengangkat teleponku juga!” sergah Jennita di seberang sana, tak mengindahkan teguran yang Valency layangkan. Sejenak pandangan Valency tertuju pada suaminya yang masih tertidur pulas. Dia pun bangkit dari ra
Valency ingin menangis. Bagaimana bisa dia lupa bahwa Jennita dan Christian juga ada di sana!?Jennita kembali berseru, “Sahabatku telah menikah dengan idolaku, dan aku adalah orang terakhir yang mengetahui hal ini! Apa menurutmu itu bukanlah hal yang penting?! Kegilaan macam apa ini!”Tanpa henti Jennita menegur Valency, membuat gadis itu menjauhkan ponsel dari telinganya sejenak.Valency mengusap telinganya yang terasa panas, lalu berusaha menyelipkan sebuah kalimat di sela omelan Jennita. “Jen … dengar dulu. Bukan seperti itu. Sebenarnya–““STOP!” teriak Jennita dari seberang sana. “Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu melalui telepon! Kamu harus menjelaskannya secara langsung padaku, hari ini juga!”
“Bukankah pria ini ... orang yang kemarin ketemui?” ujar Valency. Dia masih ingat rahang tegas dan mata tajam itu. “Siapa namanya ... ? Eric?” gumam Valency mengingat-ingat.Karena mengenali sosok yang sedang disorot, Valency pun menekan bagian berita tersebut. Begitu headline berita muncul, kening gadis tersebut langsung berkerut dalam, menampakkan jelas ekspresi terkejutnya.[Kedatangan Presiden Direktur LuxGray ke Evermore, Bisnis atau Bukan?]“Presiden Direktur LuxGray!?” Tampak jelas jika Valency sangat terkejut mengetahui fakta tersebut. “Bukankah itu adalah perusahaan tambang terbesar di Utopia?” tanyanya. “Dan Eric … adalah presiden direkturnya?!”Mendadak kepala Valency pening s
Mendengar cerita Valency membuat Jayden tampak terkejut, tetapi dengan cepat dia kembali mengubah ekspresinya menjadi senormal mungkin dan hanya diam menyimak, memberikan kesempatan untuk Valency melanjutkan ceritanya dengan nyaman. Valency menatap Jayden lekat. “Sebelumnya, kamu dan Nenek tidak mengatakan sejauh mana kalian mengenal ibuku. Apa sekarang ... kamu bisa mengatakannya?” Jayden terdiam sejenak, lalu dia pun mempererat pelukannya pada tubuh sang istri. “Kami tahu bahwa Lambert bukanlah marga asli ibumu, melainkan marga dari ayahmu. Selain itu, kami juga tahu bahwa ibumu mengganti marganya dan kabur dari Utopia untuk menghindari keluarga aslinya, keluarga Jones.” Perlahan, mata Valency membola. Jujur, dia sudah menduga bahwa sang ibu cukup dekat dengan Cleo. Akan tetapi … tidak sedekat ini, sampai-sampai asal-usul yang sangat dipendam semasa hidup sang ibu bisa diketahui secara cuma-cuma oleh mereka. Melihat keterkejutan Valency, Jayden pun menjelaskan, “Mungkin kamu be
Jayden terdiam, berusaha memahami kisah Victoria Jones. Namun, kemudian dia menyadari ada satu hal yang masih mengganjal. “Lalu, alasan ibumu pindah ke Evermore ….” Valency mengerti maksud Jayden dan menjelaskan, “Mungkin, perhatian yang diberikan semua orang tidak semenyenangkan yang Mia kia. Karena saat Ibu menudingnya sebagai pengkhianat, wanita itu mengaku bahwa semuanya adalah rencana pamanku.” Jayden yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum sinis, sudah tak terkejut. Dalam sebuah keluarga pebisnis, tidak semuanya memiliki hati yang bersih. Kadang, sesama saudara pun hadir rasa iri yang membuat mereka saling menjatuhkan, bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan mereka. Sama seperti Richard yang terus menerus berusaha mencari titik lemahnya. Inilah sisi gelap dari kehidupan para konglomerat. “Saat mengetahui pengkhianatan pamanmu, apa ibumu memutuskan mengalah?” tanya Jayden. “Mengalah?” Valency hampir tertawa mendengar tebakan itu. “Ibuku adalah wan
Selamat Tahun Baru, pembaca semua! 😊 Gak kerasa ya kita udah lewatin setahun penuh. Perasaan terakhir kali masih terkurung di rumah karena musibah virus. Makasih banget untuk kalian semua yang sudah mengikuti author beberapa waktu belakangan ini!Di tahun baru ini, mari kita lanjutin perjalanan karakter-karakter kita, termasuk Jayden dan Valency yang super gemeshin dan bikin baper! Semoga di setiap jalinan huruf, kalian dapetin banyak pelajaran dan pesan moral yang berguna untuk kehidupans ehari-hari!Nggak cuma itu, semoga tahun baru kita ini penuh dengan petualangan baru, kebahagiaan yang melimpah, dan pencapaian yang membanggakan. Amin!!! See you di next chapter ya guys!!Cheers!!
Valency ingat bahwa dia telah kurang-lebih menghancurkan hidup Cecilia. Akan tetapi, dia tidak menyesal.Sedih untuk diakui, tapi dunia ini berjalan dengan aturan rimba. Dimakan atau memakan. Jadi, daripada dirinya ‘diterkam’ oleh Cecilia, Valency akan menghabisinya hingga ke akar. ‘Itu juga alasan aku pergi ke kediaman Spencer dan membereskan Felix …,’ batin Valency.Dalam hatinya, Valency bersyukur karena terus mengingat nasihat sang ibu untuk menjaga hak cipta desain-desainnya. Itulah alasan setiap desain yang dia ciptakan dan berikan ke Felix terdaftar di HAKI.‘Hanya kontrak tertulis yang bisa dipercaya.’ Valency mengingat pesan terakhir ibunya. ‘Mungkin … itu alasan aku merasa nyaman dengan Jayden … karena hubungan kami dilandasi … kontrak?’Kening Valency berkerut, entah kenapa merasa kenyataan tersebut menyakiti hatinya.Melihat kerutan di dahi sang istri, Jayden menyentuhkan telunjuknya di sana, membuat Valency merenggangkan otot dahinya dan menatap bingung ke arah sang suam
Ucapan Valency membuat mata Jayden membulat. Perlahan, wajah pria itu pun berangsur memerah, seperti malu bercampur perasaan terfitnah. “Jangan gila!” tukas Jayden, mengelak dengan cepat. “Aku sama sekali tak tertarik pada gadis ingusan sepertimu saat itu! Kamu yang terus-menerus mengejarku dan memanggilku dengan sebutan ‘Kakak Tampan’!” tuturnya dengan wajah tak terima. Enak saja seorang Jayden Spencer dikatakan sebagai seorang pedofil! Kening Valency mengernyit mendengar panggilan ‘Kakak Tampan’ yang tak asing baginya. Detik berikutnya, sekelebat ingatan pun berlalu di benaknya. Di bawah pohon rindang pada sebuah taman indah kediaman mewah itu, terlihat seorang gadis kecil yang menjulurkan kepala untuk melihat buku yang dibaca seorang pemuda. “Kakak Tampan! Kakak Tampan sedang baca apa~?” Suara gadis kecil yang berucap itu sangat familiar di telinga Valency. Namun, hal itu tak sebanding dengan suara dalam pemuda yang mengikuti. “Berisik ….” Setelah itu, ingatan tersebut berh
Beberapa waktu belakangan, Verena tidak melihat Eric Gray di mana pun.Dampaknya cukup besar. Pikiran Verena jadi lebih tenang dan jernih. Tidak sedikit-sedikit memikirkan 1001 cara untuk menolak pria bermata biru itu. Ia jadi lebih fokus pada masalah pekerjaan dan perusahaan, serta pengembangan relasi bisnis Miller Group dengan rekan lain.Makin menyenangkan lagi karena sang ayah tidak lagi memerintahkan untuk datang ke mansion sering-sering. Mungkin pria itu menyadari bagaimana was-wasnya suasana mansion jika Verena datang, akibat konflik terakhir dengan Kimberly.Pemikiran bahwa sang ayah memihak adik tirinya membuat Verena memblokir kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dia di sini bukan untuk mencari cinta.Jadi ia berusaha tidak peduli.Lalu pada misinya.Verena sejauh ini mampu membuktikan bahwa dirinya, sekalipun diprotes habis-habisan saat diperkenalkan sebagai perpanjangan tangan Aster Miller, memang pantas berada di sana sebagai bagian dari Miller Group.Wanita itu tidak membia
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin