Mendengar ancaman Albert, Rosa merasa begitu kesal. Dia tidak menyangka suaminya yang selama ini bersikap diam dan jarang marah itu, bisa mendadak begitu murka. ‘Hanya luka kecil saja, apa perlu sampai semarah itu!?’ batin wanita itu, masih terus membandingkan kondisi Jayden sekarang dengan ketika dulu Richard dan Angela terluka saat masih kecil. Selepas kepergian Albert, Felix langsung bertanya pada sang nenek. “Nenek, apa Nenek baik-baik saja?” Wajahnya tampak begitu khawatir. Melihat itu, Rosa langsung tersenyum lembut. “Nenek tidak apa-apa.” Dalam hati, dia membatin, ‘Lihat, dibandingkan anak kurang ajar itu, bukankah cucuku ini jauh lebih perhatian dan pantas untuk disayang?’ Angela yang masih agak kebingungan dengan apa yang terjadi pun bertanya, “Ma, apa benar Mama melemparkan guci kepada Kak Jayden?” Dia memasang wajah khawatir. “Hanya karena Valency?” Pertanyaan itu membuat Rosa menggelengkan kepala dan membalas, “Bukan.” Wanita itu mengingat ucapan Jayden terkait Albert
Hai Teman-Teman Pembaca,Terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan dukungan kalian yang luar biasa dalam membaca novelku. Aku benar-benar beruntung punya pembaca seperti kalian. Maaf banget ya, belakangan ini aku gak bisa update cerita karena ada masalah dengan kesehatan dan hari ini berakhir harus masuk rumah sakit. Tapi baca komentar dan semangat dari kalian bikin aku semangat juga untuk sembuh dan kembali nulis. Jujur, kalian itu energi positif buatku!Semoga kalian bisa nerima permintaan maafku ini, ya. Terimakasih banget lagi buat support dan doanya. Aku bakal kasih kabar kalau udah bisa lanjutin cerita. Makasih, teman-teman!Salam hangat!Love from Author!
Di kediaman Jayden Spencer, tampak Valency berjalan memasuki kamar dengan nampan makanan di tangannya. Itu adalah makan siang untuk sang suami yang telah dia siapkan mengikuti pesan pantangan dokter. Namun, begitu dia memasuki ruangan, Valency melotot melihat pemandangan di depan mata. “Apa yang kamu lakukan!?” Karena teriakan itu, Jayden yang duduk di atas ranjang sembari memangku laptop dan terlihat sedang bekerja tersentak. Dia mengalihkan pandangan kepada Valency dengan mata agak membesar karena kaget. Valency menghampiri suaminya itu dan meletakkan nampan di atas nakas dengan agak dibanting. “Bukankah sudah kubilang untuk tidak bekerja dulu?! Apa begitu sulit untuk menurut padaku!?” omelnya kesal. Sudah berkali-kali sejak kemarin malam dia menyuruh Jayden beristirahat. Akan tetapi, entah bagaimana, pria itu memiliki seribu satu cara untuk tetap bekerja kala Valency tidak melihat! Jayden mendongak dan tersenyum tipis. “Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan ….” Mendengar ha
“Apa Anda yakin akan melakukan hal ini, Nyonya?”Jacob, orang kepercayaan Jayden, menoleh ke belakang pada Valency yang sedang memandang kediaman besar di depan mata.“Tentu saja, Jacob,” sahut Valency mantap kepada asisten pribadi sang suami. “Aku perlu melakukan ini.”Saat ini, Valency telah berada di pekarangan kediaman keluarga besar Spencer. Dan itu semua karena Jayden menolak permintaannya untuk menyatakan kebenaran mengenai Felix.“Keluargaku tidaklah harmonis, tapi kenyataan ini … akan menghancurkan semuanya ….” Mata Jayden yang biasa tampak memancarkan cahaya dan kekuatan tampak begitu lemah saat dia menatap Valency. Suara dalamnya memohon dengan lembut. “Kumohon, rahasiakanlah keben
Valency agak terkejut dengan permintaan itu, tapi dia kemudian tersenyum tenang dan menganggukkan kepala. “Baik, Ayah.”Sementara itu, Rosa hanya bisa mengepalkan tangan dengan wajah tidak suka.Tak lama kemudian, seorang pelayan keluar dan membawakan secangkir teh beraroma wangi untuk kemudian disajikan pada Valency. Cleo langsung mempersilakan Valency untuk mencicipinya dan disambut dengan senyuman gadis itu.“Jadi, boleh kami tahu apa tujuanmu datang kemari?” tanya Alex, membuat Cleo mengerutkan kening, merasa pertanyaan suaminya terkesan tajam.Oleh karena itu, cepat-cepat pria tua tersebut membenarkan. “Jangan tersinggung. Aku sangat senang karena istri cucuku mau berkunjung kemari, tetapi aku tahu bahwa kamu tidak akan data
“Valency!” ucap Felix panik. Ucapan Valency tentu saja berhasil mengejutkan semua orang tanpa terkecuali. Mereka memandang tak percaya pada Valency dan Felix secara bergantian, tak terkecuali juga Rosa yang terlihat sangat terkejut. “Omong kosong apa yang kamu bicarakan!” sergah Felix cepat, menampik ucapan Valency. Valency mendengus. “Omong kosong katamu? Ah aku sampai melupakan fakta bahwa hubungan kita memang hanya omong kosong bagimu.” “Aku lupa, kamu hanya memulai hubungan ini karena omongan Cecilia dengan tujuan memperalat kemampuanku. Itulah kenapa kamu juga bisa begitu keji memakai desain lomba yang kukerjakan selagi mengatasnamakannya sebagai desain Cecilia, lalu meraup keuntungannya untuk perusahaanmu!” sergah Valency sebelum kemudian mengepalkan tangan dengan wajah mencemooh Felix. “Kamu bahkan dengan tidak tahu malu mengikuti lomba dengan desain yang kalian curi dariku!” Lagi-lagi fakta yang dibeberkan Valency berhasil mengejutkan semua orang. Mereka menatap tak p
Keheningan menyelimuti ruang tengah kediaman keluarga besar Spencer.Melihat bagaimana Valency begitu mencintai dan mengagungkan suaminya membuat semua orang terkejut, terutama Angela dan Felix yang selama ini mengira pernikahan keduanya hanya permainan semata.Ketika mendengar ucapan Valency bahwa dirinya merupakan mantan kekasih Felix sebelum menikah dengan Jayden, Cleo dan Alex sendiri sempat berpikir pernikahan keduanya hanyalah sebuah perjanjian semata.Akan tetapi, sekarang … sepertinya gadis itu sungguh mencintai suaminya ….Selagi semua orang menatap Valency, Albert beralih menatap Felix yang masih mematung. “Apa semua yang dikatakan Valency adalah benar?” tanyanya tajam.Fe
Author's Note:saran author untuk bab kali ini adalah, tunggu bab 91 aja yang akan hadir hari Sabtu pagi jam 7 ya~--Gadis itu mengepalkan tangan. ‘Pun demikian, aku tidak akan semudah itu mundur.’“Minta maaf pada Valency!” seru Alex, membuat semua orang, termasuk Valency, terperangah. Dia kemudian menoleh pada Felix. “Kakek berbicara padamu.”Mata Felix membola. Dia tidak percaya sang kakek buyut akan memintanya melakukan hal memalukan seperti itu! Meminta maaf kepada Valency? Gadis yang menurutnya rendah!?“Kakek Buyut, aku–”“Kamu tahu Kakek tidak suka mengulang ucapan, Felix,” tegas Alex, menunjukkan bahwa dia tak ingin dibantah. Ketegasan Alex membuat tubuh Felix bergetar. Dia tahu kalau dia menolak, entah apa yang akan dilakukan oleh kakek buyutnya itu.Reaksi lama dari Felix membuat tatapan Alex semakin menajam dan dingin. “Seorang pria Spencer harus mau bertanggung jawab dan mengakui kesalahannya!”Ucapan Alex barusan berhasil menohok, bukan hanya pada Felix tetapi juga pad
Beberapa waktu belakangan, Verena tidak melihat Eric Gray di mana pun.Dampaknya cukup besar. Pikiran Verena jadi lebih tenang dan jernih. Tidak sedikit-sedikit memikirkan 1001 cara untuk menolak pria bermata biru itu. Ia jadi lebih fokus pada masalah pekerjaan dan perusahaan, serta pengembangan relasi bisnis Miller Group dengan rekan lain.Makin menyenangkan lagi karena sang ayah tidak lagi memerintahkan untuk datang ke mansion sering-sering. Mungkin pria itu menyadari bagaimana was-wasnya suasana mansion jika Verena datang, akibat konflik terakhir dengan Kimberly.Pemikiran bahwa sang ayah memihak adik tirinya membuat Verena memblokir kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dia di sini bukan untuk mencari cinta.Jadi ia berusaha tidak peduli.Lalu pada misinya.Verena sejauh ini mampu membuktikan bahwa dirinya, sekalipun diprotes habis-habisan saat diperkenalkan sebagai perpanjangan tangan Aster Miller, memang pantas berada di sana sebagai bagian dari Miller Group.Wanita itu tidak membia
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin