Carla kembali ke kantor setelah makan siang. Setelah seharian berada di luar, iq ingin sekali beristirahat sebentar sebelum pulang menjemput anaknya di rumah Rayya sahabat baiknya.Dahinya berkerut tak nyaman saat melihat sekretaris Abi berdiri bolak-balik mencari sesuatu di meja kerjanya. Ia tampak sibuk sendiri dan sesekali terlihat kebingungan menghubungi seseorang di luar sana."Ada apa?" Fira, sekretaris Abi yang baru terbelalak melihat kedatangan Carla yang tiba-tiba. "Kamu terlihat kebingungan?""Bu Carla, bisa gantikan pak Abi buat rapat tidak? Hari ini ada rapat dengan bagian akunting tapi pak Abi tidak ada di tempat hampir setengah jam. Saya telpon ponselnya juga tidak ada jawaban." Fira menggigit bibirnya, tanda ia sedang bingung."Belum kembali? Memang dia kemana?" Carla mengambil ponsel dari tasnya dan coba menghubungi sang suami. Sama seperti Fira, tidak ada jawaban sama sekali dari Abi."Katanya ada perlu ke dokter kandungan tapi tidak ada kabar," jawab Fira."Rapatnya
"Bagaimana, dok?" tanya Carla sambil menekan perutnya yang masih terasa nyeri dan mual. "Apa semakin parah?""Bu Carla, sepertinya ibu harus kembali diendoskopi. Saya merasa tak yakin, tapi ini seperti gejala kelainan pada usus bagian dalam. Sebaiknya dilakukan endoskopi untuk pemeriksaan lebih lanjut," saran dokter Sinta."Baiklah, dok. Ada obat yang harus saya minum untuk sementara?""Nanti saya resepkan. Sebaiknya ibu hindari makanan dengan rasa ekstrim, asap rokok dan stress. Saya khawatir asam lambung bereaksi karena ibu sedang dilanda kecemasan," lanjut dokter Sinta yang diangguki oleh Carla."Saya mengerti, dok. Terima kasih atas sarannya."Setelah dokter pergi, Carla beristirahat di ruangan kecil yang disediakan kantor untuk karyawan yang kurang sehat. Ditemani Fira, ia memejamkan matanya sambil terus menahan rasa mualnya."Bu, saya beres-beres ruangan kerja dulu. Saya panggilan supir kantor untuk mengantar ibu pulang ya?" Carla yang masih lemas mengangguk. Niatnya yang akan p
Carla menatap tak percaya dengan lembaran surat yang didapatkannya dari dokter Arnold tadi. Bagaimana bisa dirinya didiagnosa dengan dua penyakit yang berseberangan hasilnya?Ada sedikit keraguan diantara diagnosa salah satu dokter. Namun yang membuat dirinya bingung, kedua penyakit itu sering mengintai kesehatannya selama ini.Carla pernah mengalami penyakit asam lambung dan sekitar dua tahun lalu juga didiagnosa ada kelainan dalam rahimnya.Tengah ia bergelut dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba Al datang membuyarkan lamunannya. Carla yang sedang duduk termenung di depan taman rumah sakit menoleh sambil menyerahkan lembaran surat dari dokter Arnold."Menurutmu bagaimana? Dokter kantor bilang ada masalah pencernaan, dokter Arnold bilang masalah di rahim." Carla kembali menoleh lalu menunduk sambil memainkan jarinya. "Hidup aku kenapa buruk sekali ya? Aku bahkan tidak mampu untuk menangisinya. Saking terlalu seringnya kesedihan datang.""Carla, tak ada kesedihan yang tak berujung. Sem
"Carla!"Abi keluar dari dalam kamar mandi setelah mendengar suara keributan dari luar. Tatapannya tertuju pada Carla dan Risya yang saling menunjuk satu sama lain lewat mata mereka. Carla memicing, seperti hendak menerkam Risya. Sedangkan Risya menggeletukkan giginya menahan kesal yang tertahan."Ada apa ini?" Abi mendorong Carla, memisahkan kedua istrinya. Walau tak akan mungkin Carla akan menyerang Risya, tapi tetap saja segala kemungkinan akan terjadi. "Carla, biarkan aku bicara. Kita hanya perlu berkomunikasi dengan baik. Aku tak tahu apa salahku. Selama ini aku bebaskan kamu bertindak sesukamu di luar sana. Apa itu masih kurang untukmu?""Kamu menanyakan hal itu padaku yang memang sudah mandiri sejak dulu?" Carla meninggikan suaranya. "Ada atau tidaknya pernikahan kita, tidak ada hubungannya dengan keseharianku.""Apa maksudmu? Apa aku salah jika menegur sikapmu?""Tidak, tidak salah. Aku yang salah karena terjebak dengan pernikahan tidak jelas denganmu," ujar Carla dengan nada
Rasa sakit itu semakin menjadi. Carla yang mencoba bertahan akhirnya goyah juga. Dengan paksaan dari Al, ia kembali memasuki ruang IGD rumah sakit. Wajahnya pucat, tangannya gemetar menahan sakit. Saat mata Carla terpejam, air mata merembes melalui sudut matanya. Pipinya yang halus tersamarkan tetesan air mata itu."Al, apa yang terjadi pada Carla? Kenapa dia sakit lagi?" tanya Vian yang baru saja sampai. Vian ketakutan saat mendengar Carla jatuh sakit seperti empat bulan lalu. Ia takut kehilangan Carla sebelum sempat memilikinya."Dia sebenarnya sudah mulai sakit sejak tiga hari lalu sepulang kerja. Kata orang kantor, begitu Carla keluar dari ruang rapat, dia sempat dibawa ke klinik kesehatan. Ada yang tak beres dengan perutnya," ujar Al panjang lebar.Vian mengusap dagunya. Ia teringat, tiga hari yang lalu dirinya bertemu dengan Carla di pabrik. Setelah itu, dia kembali ke kantor tapi Carla tidak menunjukkan gejala sakit apapun."Aku bertemu Carla di pabrik lalu diantarkan ke kantor
Setelah Al pergi dari ruangannya, Abi merasakan sesuatu yang dingin merambat ke dalam jantungnya secara perlahan. Tenang tapi menyakitkan. Rasanya, sesuatu itu tak akan bisa membuat hidupnya menjadi tenang sekarang. Seluruh rasa bersalahnya menumpuk hingga timbul kegelisahan.'Tidak, tidak boleh seperti ini.'Ting!Suara dentingan ponselnya mengalihkan sejenak lamunannya tadi.[Jangan lupa ya, mas. Minggu ini ada acara empat bulan kandunganku. Acaranya di rumah ibuku. Aku bawakan pakaian untukmu juga, nanti langsung ke sini ya.]Pesan itu dari Risya.Tadi pagi sebelum ia berangkat kerja, Risya mengatakan akan pulang ke rumah orangtuanya minggu ini. Ada acara malam sabtu nanti dan ia diwajibkan datang karena ini malam sakral bagi keluarga mereka.Menurut keluarga besar Risya, anak satu-satunya yang hendak memiliki anak harus diperlakukan layaknya ratu di rumah. Mereka harus memberikan segalanya untuknya. Risya menghendaki pesta meriah, maka mereka akan mewujudkannya. Tak peduli dapat u
Kesya datang menjelang sore hari. Tadi dirinya sempat datang ke kantor Carla untuk bertemu dengan Al. Sepupu Carla itu menunjukkan beberapa bukti dokumen yang menunjukkan aset milik Carla yang tersimpan rapi di ruangannya. Selama ini, yang menjaga itu semua adalah Al. Karena Carla sangat percaya kakak sepupunya itu adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya."Loh, mas Al datang sama Kesya? Cocok sekali ya." dua orang yang baru saja muncul dari balik pintu saling menatap satu sama lain. Pipi Kesya memerah tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya."Kebetulan ketemu di bawah. Kesya datang sama Adam," kilah Al yang juga malu.Adam yang baru saja masuk bersama pak Ujang langsung menghambur ke pelukan Carla. Ia naik ke atas ranjang tempat ibunya dirawat lalu memeluknya erat. Carla mengusap lembut rambut Adam, tak lupa mencium pucuk kepalanya."Maafkan mama ya sayang. Mulai sekarang, Adam sama mama tinggal dirumah eyang. Adam tidak tinggal lagi di rumah papa." Adam mengangguk pelan. Ia m
Carla menghilang. Sudah hampir seminggu ini tak ada kabar darinya. Di kantor pun tidak ada, terlebih di rumah ibunya. Abi sempat mengunjungi rumah besar dan mewah itu tapi kosong. Asistennya mengatakan jika mertuanya itu sedang pergi ke luar kota. Sama sekali tak ada siapapun di rumahnya.Tak hanya itu juga, ia sempat mendatangi rumah Al sepupunya dan hasilnya sama seperti yang dikatakan asisten mertuanya.'Pergi kemana mereka?'Sabtu minggu ini akan ada pesta kecil di rumah mertua Abi yang lain. Ia ingin pesta itu dihadiri oleh Carla dan keluarganya. Ia juga ingin berbaikan dengan Adam yang sampai saat ini sulit untuk ditemui.Kemarin ia mencoba datang ke sekolahnya, tapi anaknya itu dengan cepat masuk ke dalam mobil Carla. Abi ingin mengikutinya, kalau saja Risya tak menghubunginya hanya untuk meminta transferan uang lagi.Huft.Abi melepaskan lelah dan penatnya di atas ranjang. Tak ada Carla, tak ada Risya dan tak ada Adam malam ini. Besok, ia akan menginap di rumah mertuanya. Jadi
"Kamu kenapa sih?" Abi membantu istrinya berdiri yang terus menggerutu menyebut nama Carla. Entah apa yang terjadi pada mereka berdua tadi, hanya saja memang Risya terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu. "Sehari aja enggak gangguin Carla, enggak bisa? Kamu dendam apa sama dia?" Abi kembali memarahi Risya yang sejak tadi tak berhenti mengomel. "Kamu terus saja belain dia. Tadi rambut aku dijambak. Lihat kan tadi aku jatuh? Mana lagi hamil pula," gerutu Risya yang masih saja tak terima dirinya kalah dari Carla. "Carla enggak mungkin duluan kalau bukan kamu yang mulai. Aku jauh-jauh dari kantor ke sini hanya untuk melihat hal memalukan. Kamu ternyata enggak berubah." Abi meninggalkan Risya yang masih berdiri di ruang ukur. Carla telah turun lebih dulu. Abi berniat mengejar Carla untuk meminta maaf padanya. Risya mengikuti Abi dari belakang. Kakinya dihentak-hentak kasar, menunjukkan ia tengah kesal karena suaminya ternyata lebih membela mantan istrinya. Di lantai bawah, Abi be
"Aduh." Terlihat seorang wanita tengah kesusahan memijat pergelangan kakinya yang baru saja tak sengaja menginjak sebuah kain. Ia terduduk sambil menundukkan wajahnya yang mengerang kesakitan. Kain yang terjulur itu adalah kain milik Carla yang tengah dipasangkan di tubuhnya oleh staf butik tante Leni. Staf itu tak melihat jika ada seseorang tengah melintas di belakangnya. "Bu, maaf. Tadi enggak sengaja. Saya tidak melihat—" "Kalau kerja itu pakai mata! Mentang-mentang kamu lagi sibuk sama pelanggan satunya, jangan lupakan juga ada pelanggan yang lain," bentak wanita itu. Carla yang merasa familiar dengan suara itu seketika menoleh dengan cepat ke arahnya. Matanya terbelalak, ternyata benar orang yang ada di pikirannya itu tengah berada di tempat yang sama dengannya. Ia menghela napas kasarnya. Baru saja ia terbebas dari masalah di acara pertunangan Kesya kemarin, kini harus dipertemukan lagi dengan wanita itu. Entah apa rencana tuhan yang sebenarnya dengan mereka berdua. Takdi
Kabar kehamilan Risya mampir di telinga Carla. Ini semua karena ulah bibik yang sering bergosip dengan asisten yang lain saat sedang santai. Curi dengar itu membuat hati Carla tercubit. Dua kali dirinya mendengar kabar bahagia kehamilan orang di dekatnya tapi dirinya sendiri masih belum juga memiliki satupun. Carla berjalan bolak-balik di belakang rumah hanya untuk memastikan apa yang didengarnya tidaklah salah. Ia bahkan rela duduk sambil mengunyah makanan agar gosip yang terdengar itu semakin seru. 'Ternyata, dia memang sudah hamil lagi?' Lalu, Carla mengusap perutnya. Datar, tanpa isi kecuali lemak. Carla menghela napas kasarnya. Ia beranjak dari duduknya menuju dapur. Tenggorokannya haus sejak tadi. Jus melon adalah pilihan bagus untuknya. "Mama!" teriak Adam dan Tasya yang berlarian masuk ke dalam rumah. "Adam minggu depan libur." "Tasya juga." Keduanya menunjukkan sebuah surat himbauan dari sekolah. Carla membacanya dengan seksama lalu mengangguk paham. "Satu bulan libur
"Kesya, sini nak." Kesya berlari kecil ke arah ibunya yang memanggil dari kejauhan. Al sudah tak tahu kemana, sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya yang datang ke acaranya. Kesya tentunya tak tahu siapa yang berada di samping ibunya, karena posisi mereka yang dekat dengan lorong tempat lalu lalang orang. Dengan senyum manisnya Kesya memeluk ibunya dari samping. Ia belum sadar dengan siapa ibunya tengah berbincang. Hingga suara ibunya menyadarkan dirinya dan akhirnya membuat batinnya sedikit terguncang. 'Abi?' "Ini loh saudara jauh kamu yang sering main ke rumah lama kita di Semarang. Kamu pasti sudah lupa. Namanya Risya dan ini suaminya." Kesya meringis tak tahu harus menjawab apa. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan keduanya. "Kamu ngobrol dulu. Ibu mau cek barang-barang hantaran tadi." "Dunia sempit ya? Aku enggak tahu kalau ternyata Risya itu sepupuku," sinis Kesya tak suka. Merasa diremehkan membuat Risya menaikkan wajahnya seolah sedang menant
Setelah pemeriksaan ke dokter kandungan, Abi dan Risya memutuskan untuk merayakan perayaan kehamilan kedua dengan makan bersama di kafe milik Vian. Abi memilih kafe itu karena ada memori tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Risya tampak bahagia. Pasalnya, ia membawa keluarga besarnya untuk ikut merayakan pesta itu. Abi pun tak keberatan sama sekali. "Makan yang banyak, Ma. Kita makan enak malam ini," ujar Risya pada ibunya yang juga datang. Abi tersenyum datar melihat suasana akrab itu. Sekedar mencari angin, Abi memilih keluar dari dalam ruangan untuk duduk di dekat anak tangga belakang. Ia ingin merilekskan otaknya sejenak menatap kolam ikan yang sepi. Pikirannya berkelana ke beberapa waktu silam saat ia melihat Adam berada di sana. Dia sedang apa sekarang ? Pesan yang dikirim tiga hari lalu masih saja diabaikan. "Adam mau dibawakan apa? Udang asam manis atau cumi pedas?" Abi menoleh ke belakang, asal su
"Mau kemana kamu?" Abi turun dari tangga langsung mendapati Risya yang sedang mengendap-endap ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya rapi dan ini masih pagi. Seharusnya wanita itu mengurusi anaknya atau setidaknya memasak untuk suaminya. "Mau kemana?" tanya Abi lagi. "Mau ke butik tantenya Indah. Aku mau ambil pesanan minggu lalu untuk lamaran dan pernikahan anaknya om aku yang tinggal di luar kota. Dia minggu ini anaknya lamaran dan aku belum pernah ketemu lagi dari SMP. Pas kita nikah dia juga enggak bisa datang karena sakit. Boleh ya?" ujar Risya panjang lebar menceritakan rencananya hari ini. "Katanya mau periksa kandungan? Aku udah telpon dokternya." Abi menyilangkan dadanya di depan Risya. Istrinya itu menelan ludah kasar. Abi jika dalam model seperti ini sulit untuk ditolak pesonanya. "Kamu enggak lagi coba berbohong sama aku kan?" "Demi tuhan, aku enggak bohong. Janjian ke dokternya jam berapa?" tanya Risya. "Sore jam tiga." Risya tersenyum senang. Berarti pagi ini dia
Lelah menghampiri Abi yang baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini. Setelah libur selama dua hari akhir pekan kemarin, sulit baginya untuk sekedar bersantai sejenak. Hal yang membuatnya lelah hari ini adalah audit keuangan perusahaan yang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Al yang memanggil tim audit. Ini semua demi pengetatan anggaran yang tak perlu dan mencari pelaku pelanggaran yang menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. Al mencurigai banyak pihak telah berbuat curang. Al mencurigai Abi, lebih tepatnya. "Aku tahu kau sangat curiga denganku. Iya, kan?" tanya Abi setelah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan minimalis milik Al. Ia menaikkan satu sudut bibirnya, tersenyum sinis setelahnya. "Ow, kau merasa ya? Padahal aku hanya ingin audit biasa saja. Ah, bukankah kamu pernah membuat kebijakan bagi karyawan untuk memakai uang perusahaan dengan cara pinjaman seperti student loan misalnya. Pengabdian dengan separuh gaji jika mema
Keesokan harinya, Risya bermaksud meminta pertanggung jawaban Nanda yang telah menipunya hingga berujung malu di depan banyak orang. Bahkan ia sudah bersiap untuk memberikan tamparan pada temannya itu. Segera ia pergi ke studio musik milik Nanda untuk menemuinya. Di dalam studio itu, ia melihat Nanda dan Gane sedang tertawa lepas mendengar cerita salah seorang staf studio musik itu. Risya berdiri di dekat pintu masuk yang terbuka di satu sisinya. Dari situ ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan mereka bertiga. "Mertua si bodoh itu viral? Sudah kuduga. Wanita itu memang picik dan senang membuat keributan," ujar Nanda yang diangguki oleh Gane. "Iya. Pantas saja mantan menantunya tidak kuat. Kalau jadi Carla, aku sudah kasih itu racun ke makanannya si mertua jahanam itu," tambah Gane yang dibalas kekehan kasar dari Nanda. "Orang seperti itu harus kita kerjain sekali-kali. Aku pernah kasih semangat untuk Carla menjelang sidang perceraiannya. Dia terlihat sedih tapi ber
Carla tak habis pikir. Dirinya sudah menjauh dari kehidupan Abi tapi tetap saja masih bertemu dengan mereka di sela kesibukannya. Tak ada lagi nama Abi, tak ada lagi komunikasi apapun dengan pria itu. Tapi takdir selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya, memang itu semua sudah digariskan dari tuhan. "Untuk tuan Abi, tolong beritahukan pada keluarga anda untuk tidak menganggu kehidupan saya lagi. Dunia tak berputar hanya sekitar mereka saja. Kalau mereka butuh pengakuan lebih, berbuatlah sesuatu yang bisa membanggakan. Jangan bertingkah seperti tadi." Carla menggandeng tangan Vian keluar dari gedung acara. Ia tak ingin mendengar segala omong kosong yang keluar dari mulut mantan suaminya itu. Rasa kesal dan benci menguar dari dalam dirinya. Padahal, rasa itu telah dikuburnya dalam-dalam. "Aku, minta maaf Carla." Abi berteriak memanggil Carla yang hampir mencapai pintu keluar. "Atas nama keluargaku, aku minta maaf. Aku akan peringatkan mereka untuk t