Share

Obat

Author: Zizara Geoveldy
last update Last Updated: 2024-11-16 12:56:48

Livia terperangah mendengar perkataan Rajendra yang keras dan selalu menyinggung hatinya. Namun ia putuskan untuk mengalah. Tidak ada gunanya berdebat dengan Rajendra karena ia akan selalu kalah.

"Terserah kamu, Ndra, kamu boleh berpikir apa pun tentang saya," ucap Livia tetap tenang.

Namun Rajendra belum puas juga. Lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Jangan pura-pura, Livia. Aku tahu alasan kamu yang sebenarnya. Kamu jadikan anak itu agar kamu terus dekat dengan Ryuga kan? Apa masih nggak cukup juga aku menerima semua ini? Sekarang kamu juga membawa-bawa anaknya juga?"

Kesabaran Livia hampir habis sampai di sini. "Kamu ngerti nggak sih apa itu empati? Kalau kamu nggak bisa menghargai niat baik saya, setidaknya jangan rendahkan saya seperti itu."

Rajendra mengambil langkah mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Ditatapnya Livia dengan sorot mata penuh amarah.

"Kamu pikir kamu siapa, Livia? Kamu tinggal di sini dan makan dari uangku. Dan kamu masih punya keberanian u
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Curiga

    Pagi ini Livia sedang sibuk di dapur. Hazel yang juga bangun saat Livia bangun tadi datang mendekat sambil memeluk bonekanya."Bu Livia, aku bantu ya," ujar anak itu dengan riang.Livia mengulas senyum lembut lalu menjawab, "Boleh-boleh saja, tapi Hazel hanya boleh bantu yang ringan-ringan saja ya, seperti mengambil piring atau sendok.""Iya, Bu." Hazel membantu Livia dengan hati-hati setiap kali wanita itu memberinya instruksi.Tak lama kemudian Rajendra muncul di dapur dengan wajah dinginnya. Ia memerhatikan interaksi Livia dan Hazel tanpa sepotong kata pun.Hazel yang melihat kehadiran Rajendra menyapa lelaki itu. "Om Ndra, aku bantu Ibu Livia masak. Aku pintar kan, Om?" serunya riang.Pada awalnya Rajendra berniat mengabaikan. Namun ada sesuatu dalam cara Hazel memandangnya, serta kepolosan dan keceriaannya yang mengingatkan Rajendra pada masa kecilnya sendiri.Rajendra lantas berdeham dan bertanya, "Kamu bantu apa?" lidahnya kelu.Hazel memperlihatkan sendok serta garpu yang ia p

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kode

    "Ibu Livia, tadi aku dengar Tante jahat itu teleponan tapi bisik-bisik," lapor Hazel ketika Livia sedang menyiapkan menu makan siang."Tante Utary, Sayang, bukan Tante jahat," koreksi Livia sambil tersenyum."Iya Tante itu maksudnya, Bu. Kenapa sih dia teleponan bisik-bisik? Emang bakalan dengar ya, Bu?"Untuk sesaat Livia membisu, berusaha menenangkan pikirannya yang mendadak dipenuhi tanda tanya. Hazel memang anak kecil, tapi terkadang perkataannya tidak bisa diabaikan begitu saja.Livia berusaha menjelaskan dengan santai meski ia merasakan dadanya berdebar. "Kadang orang berbisik-bisik biar nggak ada yang mendengar omongan mereka, Sayang.""Berarti rahasia?" tanya Hazel penasaran."Betul sekali, Hazel. Kadang orang dewasa juga punya alasan sendiri kenapa harus merahasiakan sesuatu," ujar Livia sambil membelai rambut Hazel. "Udah yuk, bantu Ibu mengantar makan siang untuk Tante Utary ke kamarnya.""Kenapa Ibu yang mengantar? Tante itu kan punya tangan dan kaki yang lengkap, dia bisa

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dilema

    Hari-hari terus berlalu. Dan tidak ada yang berubah dari hubungan Livia dan Rajendra. Utary masih terus tinggal bersama mereka. Bahkan sekarang usia kandungannya sudah berada di bulan ke sembilan. "Liiiv! Mana juice-nya? Kok lama banget sih?" teriak Utary yang sedang nonton TV di ruang keluarga. Ditemani oleh Rajendra yang duduk di sebelahnya.Di ruang belakang, Livia menghela napas. Tangannya menuang juice ke gelas tapi pikirannya tidak berada di tempat itu. Sudah sembilan bulan lamanya ia hidup dengan penuh ketegangan. Utary semakin manja dan selalu memerintahnya tanpa henti.Livia melangkah membawa juice yang diinginkan Utary ke ruang keluarga. Ia mendapati Utary sedang tertawa-tawa sambil menonton acara komedi. Di sebelahnya Rajendra tidak berkata apa-apa namun tatapan tajamnya tertuju pada Livia yang baru saja tiba."Ini juice-nya," kata Livia sembari meletakkan gelas di atas meja tepat di hadapan Utary."Lama banget bikinnya," gerutu Utary sambil meraih gelas itu dan menyesapn

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kehilangan Utary

    Hari ini Rajendra ulang tahun tapi Livia belum menyampaikan selamat dalam bentuk apa pun padanya. Tahun lalu saat ia mengucapkannya Rajendra hanya mengacuhkannya. Begitu juga ketika Livia menyiapkan hidangan yang banyak dan lezat untuk merayakannya. Rajendra tidak sedikit pun menyentuh hidangannya. Malam itu Livia menangis sedih sambil meringkuk di Sofanya yang dingin.Hari ini Livia tidak menyiapkan apa-apa. Ia tahu apa pun bentuk usahanya tetap tidak akan dihargai. Tidak kue, tidak juga ucapan selamat apalagi hadiah."Ndra, hari ini saya mau pergi belanja bulanan. Stock semakin menipis jadi saya terpaksa meninggalkan Utary sebentar," kata Livia pagi itu sebelum suaminya berangkat kerja."Jadi susu, makanan dan vitamin aku gimana dong?" protes Utary yang juga ada di sana."Kamu tenang aja, saya akan siapkan semuanya sebelum pergi," ujar Livia."Perginya jangan lama-lama. Kandungan Utary tinggal menunggu hari," ucap Rajendra yang khawatir dan tidak tega kalau Utary harus tinggal sendi

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Memikirkan Cara Untuk Bercinta

    Livia mengatur napasnya yang terengah-engah setelah kelelahan mencari Utary. Ia mulai cemas. Bagaimana kalau Rajendra marah? Seandainya tadi ia tidak ke dokter kandungan dulu sudah dipastikan ia tidak akan kehilangan Utary.Livia mencengkram ujung bajunya. Wajahnya pucat. Tangannya gemetar. Pikirannya kacau dan hatinya dipenuhi perasaan bersalah. Ia tahu persis bagaimana reaksi Rajendra terutama jika sudah berkaitan dengan Utary.Setelah mengumpulkan segenap keberaniannya Livia mengambil ponsel lalu menguatkan hati untuk menelepon Rajendra.Tangan kanan livia gemetar ketika menekan nomor Rajendra di layar ponselnya. Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama. Jantungnya berdetak begitu kencang seolah akan lepas dari rongganya.Ketika nada sambung terdengar Livia nyaris saja membatalkan panggilan. Sayangnya ia terlambat."Apa lagi?" Terdengar suara Rajendra di seberang sana. Nadanya begitu dingin yang membuat Livia meremang.Livia meneguk ludah sambil mencoba menenangkan diri. "Ndra,

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bisa Minta Waktunya Sebentar?

    Setelah mengeringkan air matanya Livia baru sadar saat ini sudah senja. Ternyata sudah berjam-jam lamanya ia tertidur. Ia juga baru menyadari belum memasak apa pun untuk makan malam.Dengan tubuh yang masih terasa lemas Livia bangun dari sofa. Tatapannya tertuju ke arah jendela, menyaksikan langit senja yang merona jingga.Perasaan gusarnya telah mereda setelah tidur panjang. Namun kini muncul kekhawatiran lain. Ia belum menyiapkan apa-apa untuk makan malam. Sementara sebentar lagi Rajendra bisa saja pulang.Ia melangkah menuju dapur. Tangannya menyentuh meja dapur. Ketika ia hendak menyiapkan bahan-bahan Livia teringat Utary. Ia ingin tahu apa Utary sudah pulang dan menanyakan menu makan malam apa yang diinginkan perempuan itu malam ini.Livia meninggalkan dapur. Dengan tongkatnya ia menujukan langkah ke kamar Utary."Tary!" Livia memanggilnya namun tidak ada sahutan apa-apa. Begitu pun ketika Livia membuka pintu kamar. Ruangan tersebut berada dalam keadaan kosong melompong. Utary te

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Malam Yang Istimewa

    Rajendra memutar badan dengan perlahan. Sepasang matanya menatap dingin ke arah Livia yang berdiri di ambang pintu dengan bertumpu pada tongkatnya."Apa?" tanya lelaki itu singkat dan datar, menunjukkan rasa tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan.Livia menghela napasnya sedalam mungkin, mencoba untuk mengumpulkan keberanian. Ia menyusul Rajendra yang saat ini sedang duduk di tepi tempat tidur. Livia ikut duduk di sebelahnya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku yang sudah ia persiapkan sebelumnya."Selamat ulang tahun, Ndra. Semoga segala keinginanmu terwujud menjadi kenyataan, bahagia selalu ya," ucap Livia sambil tersenyum lalu memasangkan arloji hadiah darinya ke pergelangan tangan Rajendra. Lelaki itu mendadak speechless. Ia menurunkan pandangannya saat merasakan sentuhan Livia di tangannya. Dipandangnya arloji yang kini melingkar di pergelangan tangannya. Desainnya simpel namun tampak elegan. "Ini untuk apa?" Rajendra bertanya dingin.Livia tidak tahu apa Rajendra pur

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Bingung

    Pagi ini Livia terbangun jauh lebih awal dari hari-hari sebelumnya. Kehangatan tubuh Rajendra yang mendekapnya sepanjang malam masih dirasakannya. Dan untuk pertama kalinya Livia tidak merasa sendirian di ruangan itu.Kedua bola mata Livia mengamati wajah suaminya yang masih tertidur. Wajah Rajendra lebih damai dari biasanya. Jantung Livia berdebar-debar tak karuan, berharap kehangatan ini bertahan lebih lama.Sejurus kemudian keinginan itu dipengaruhi oleh keraguan. Apakah semua ini hanya berlangsung sesaat saja? Atau Rajendra benar-benar mulai menerima dirinya apa adanya?Di saat Livia bergerak untuk bangun dari tempat tidur, tangan Rajendra mengeratkan dekapannya. Suara lelaki itu pun terdengar yang sepertinya masih separuh sadar."Jangan bangun dulu," ujarnya.Livia langsung termangu. Ia tidak pernah mendengar nada selembut itu keluar dari mulut Rajendra untuknya."Kenapa nggak boleh bangun?" Livia tidak mengerti.Rajendra mengubur wajahnya di rambut Livia lalu menggumam pelan, "

Latest chapter

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Jangan Sebut Dia Anak Haram

    Livia sedang mengajak Randu jalan-jalan pagi di sekeliling rumah. Anak itu begitu anteng di dalam stroller. Semilir angin yang berembus membuat anak itu terkantuk-kantuk. Livia tersenyum melihatnya. "Ngantuk ya, Nak?" Livia mengecup pipi anak itu gemas.Tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuat perhatian Livia teralihkan. Ia mengeluarkan benda itu dari dalam sakunya. Senyum terukir di bibirnya menyaksikan nama Langit tertera di layar.Livia jawab panggilan tersebut dengan nada ceria. "Iya, Lang. Tumben nelepon pagi-pagi?"Di seberang sana suara Langit juga terdengar riang. "Nggak boleh emang? Aku lagi kangen ngobrol sama kamu nih. Kamu ngapain?"Livia tertawa ringan. Diliriknya Randu yang sudah hampir tertidur di dalam stroller. "Saya lagi ajak Randu jalan-jalan ngelilingin rumah. Dia kayaknya udah mau tidur. Kalau kangen kenapa nggak ke sini aja?""Di sana herdernya galak, jadi takut kalau mau ke sana." Langit menjawab dengan nada bercanda. Livia tertawa lagi. Begitu tipis."Eh, Liv, n

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Apa Dia Benar Anakku?

    Rajendra melangkah ke kamar Utary dengan berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Setelah pintu kamar ia buka, Rajendra mendapati Utary sedang leyeh-leyeh di atas tempat tidur sambil main hp.Melihat pemandangan itu Rajendra menghela napasnya."Tary," panggil Rajendra datar.Utary melihat sekilas kemudian kembali fokus pada ponselnya. "Ada apa, Ndra?" tanyanya acuh tak acuh sambil tetap memainkan ponselnya.Rajendra berdiri di sisi pintu, mengamati Utary dengan tatapan menusuk. "Kenapa bukan kamu yang mandiin Randu? Kenapa Livia?"Dengan malas Utary meletakkan ponselnya. "Kan udah aku bilang. Aku masih belum pulih, Ndra. Aku takut nanti Randu jadi kenapa-napa. Kalau dia jatuh saat aku mandiin gimana? Lagian Livia juga nggak keberatan. Dia happy-happy aja tuh."Rajendra membawa langkahnya mendekat. Hingga dirinya dan Utary saling berhadapan. "Tary, ini bukan soal happy atau enggak. Tapi soal kewajiban kamu sebagai ibu. Aku lihat Randu lebih dekat dengan Livia, bukannya dengan k

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Hati Yang Panas

    Perkataan Langit membuat langkah Rajendra terhenti. Rahangnya menegang. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Langit seolah tahu caranya menusuk di tempat yang paling menyakitkan.Bersama napasnya yang menderu Rajendra memutar badan menghadap Langit. Tatapannya lebih tajam dari pisau, seakan hendak mengiris siapa pun yang berani menyakiti hatinya."Lo kalo ngomong hati-hati." Rajendra mengingatkan dengan nada penuh ancaman. Ia khawatir kalau saja ada orang yang berada di dekat mereka dan mendengar ucapan Langit tadi.Langit terkekeh. Tidak merasa gentar sama sekali. "Selow, Ndra. Gue kan cuma nanya. Kok lo jadi marah? Topiknya terlalu sensitif ya? Atau ..." Langit berhenti sesaat membiarkan pertanyaannya menggantung di udara. Kemudian ia kembali melanjutkan. "Lo mulai ngerasa bersalah sama Livia?"Geraman kecil keluar dari mulut Rajendra. Ia memang terusik mendengar nama Livia disebut. Tapi tidak mungkin ia menunjukkannya pada Langit."Urusannya apa sana lo?" Rajendra membalas de

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ketulusan Yang Menggugah Hati Rajendra

    Pagi hari saat Livia sedang bersiap-siap menyediakan sarapan ia mendengar tangisan Randu yang diiringi pekikan Utary."Ndraaa, bantuin aku dong! Randu nangis terus nih!"Tidak ada jawaban dari Rajendra karena pria itu juga sedang bersiap-siap di kamarnya untuk berangkat kerja."Rajendraaaa! Bantuin dong. Anak kamu nangis mulu nih!" Teriakan Utary menggema sekali lagi yang membuat Livia tidak tahan.Livia meninggalkan meja makan lalu meraih tongkatnya. Ia menuju kamar Utary.Livia menemukan Utary sedang duduk di tepi ranjang. Sedangkan si kecil Randu ia biarkan menangis di dalam box-nya."Tary, Randu kenapa?" tanya Livia baik-baik."Udah tahu nanya!" balas Utary sewot. "Lagian Rajendra yang aku panggil kenapa kamu yang ke sini?"Livia menahan napas sambil mencoba tetap bersabar menghadapi Utary meskipun kata-katanya terdengar kasar."Rajendra lagi siap-siap mau berangkat kerja. Mungkin sekarang baru selesai mandi."Kemudian Livia berjalan mendekat. Ia letakkan tongkatnya di samping tem

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kamu Bukan Seorang Ibu

    Utary telah kembali berada di rumah setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Rumah menjadi lebih hidup oleh tangisan dan rengekan Randu. Rajendra juga jadi rajin pulang lebih cepat dari kantor. Hal pertama yang ia lakukan setiap kali tiba di rumah adalah mencari Randu. Ia menggendong anak itu dan menciuminya dengan kasih sayang.Hanya saja Livia merasa miris melihat Randu yang masih bayi tidak menerima ASI dari ibunya. Utary beralasan air susunya tidak ada. Padahal yang sebenarnya terjadi ia malas menyusui, begadang tengah malam dan khawatir bentuk payudaranya akan rusak.Setiap malam ketika tangisan keras Randu membangunkan seisi rumah, Utary selalu mengabaikannya. Perempuan itu tetap tidur atau beralasan kondisinya masih belum pulih dan dia berdalih harus banyak beristirahat.Rajendralah yang nengambil alih tugas Utary. Saat randu terbangun tengah malam ia yang mengurus sang putra sementara Utary tidur nyenyak karena mengaku kelelahan mengurus Randu saat siang.Mulai dari menggendon

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   What's Next?

    Livia Mellanie duduk sendiri di bangku panjang lorong rumah sangkit. Tongkatnya ia sandarkan ke samping. Kedua tangannya saling menggenggam erat di atas pangkuan. Pandangannya tertunduk menatap lantai putih rumah sakit. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang kacau namun seribu tanya terus berputar-putar di kepalanya.Untuk apa aku di sini? Apa aku akan tetap bertahan? Sementara Rajendra sudah memiliki kehidupan yang lengkap dan begitu bahagia. Apakah ini saatnya untuk mundur? Apa lebih baik ia kabur saja ke tempat yang jauh?Derap langkah kaki yang mendekat membuat Livia mengangkat kepala dan memandang ke arah tersebut. Rajendra muncul. Ia tidak sendiri. Ada bayi mungil terbungkus selimut biru di dalam dekapannya. Livia bisa melihat dengan jelas betapa rona kebahagiaan menghiasi wajah Rajendra.Rajendra semakin mendekat ke arah Livia."Liv, ini anakku," ucapnya pelan sambil menunjukkannya pada Livia.Livia mengulas senyum. Dipandanginya Rajendra dan bayi yang sedang digendongnya. Bay

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Randu

    Livia yang masih terjaga dan asyik menciumi Rajendra tersentak ketika mendengar ketukan dan suara lirih di pintu. Semula ia mengira itu hanya halusinasinya lantaran terlalu lelah. Namun suara itu terus terdengar. Buru-buru Livia menjauhkan mulutnya dari kening Rajendra. Livia berdiri lalu berjalan menuju pintu dengan bantuan tongkatnya. Ketika daun pintu terbuka ia dibuat termangu oleh pemandangan yang dilihatnya.Kekasih suaminya sedang terbaring di lantai. Tubuhnya menggigil dan badannya basah oleh keringat. Sementara tangannya terus mengusap-usap perut."Tary!" seru Livia panik. "Kenapa begini?" Livia bersimpuh di dekat Utary mengamati keadaan wanita itu."Tolong ... aku, Liv. Perutku ... sakit ... banget ..." Utary merintih dengan suara putus-putus.Livia mencoba membantu Utary bangun namun ia juga tidak berdaya. Dengan segera ia kembali ke kamar untuk membangunkan Rajendra."Bangun, Ndra! Rajendra, bangun! Utary lagi kontraksi. Kayaknya dia bakal ngelahirin!" seru Livia panik. N

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ngesot

    Livia dibuat termangu oleh permintaan Rajendra. Bibirnya setengah terbuka namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Livia menatap wajah Rajendra yang tampak lelah dengan mata yang hampir terpejam. Ada sesuatu yang ingin ia katakan tapi ditelannya kembali.Jauh di dalam hatinya ada amarah yang mendidih, tetapi juga rasa sayang yang masih bertahta."Baik." Akhirnya Livia menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar.Rajendra membalas dengan anggukan kepala, tidak menangkap perasaan apa pun yang terefleksi dari tatapan Livia. Ia segera menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya. Dalam sekejap lelaki itu terlelap.Keluar dari kamar, Livia menujukan langkahnya ke kamar Utary. Diketuknya pintu dengan perlahan."Ngapain sih, Ndra, pake ketuk pintu segala?" Suara Utary terdengar dari dalam. Livia memutar gagang pintu dan mendorongnya. Tatapan Utary seketika berubah penuh kecurigaan ketika tahu Livialah yang datang. Tadinya ia pikir Rajendra."Rajendra mana?" Utary bertanya dengan nad

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Aku Butuh Kamu

    Livia terdiam memandangi Utary yang tersenyum dengan penuh kemenangan. Perkataan wanita itu menggema di kepalanya tanpa mampu ia singkirkan.Di sisi pahanya sebelah tangan Livia yang bebas terkepal. Dadanya terlalu sesak. Dengan keberanian yang mulai terkumpul Livia mengangkat dagu, mempertemukan tatapannya dengan mata Utary."Utary ..." Suara Livia begitu tenang. "Saya nggak akan peduli apa pun yang kamu katakan. Tapi satu hal yang jelas saya adalah istri Rajendra satu-satunya yang sah baik dari segi agama ataupun negara. Apa pun yang terjadi, posisi itu nggak akan berubah."Hati Utary panas mendengarnya namun perempuan itu menutupi dengan tawa. Tawa sinis yang terkesan meremehkan. "Kamu itu cuma istri di atas kertas, Livia. Sadar nggak sih? Sedangkan di hati Rajendra kamu bukan siapa-siapa."Puncak kemarahan Livia sudah sampai ubun-ubun tapi ia tetap berusaha menahan diri. "Dan apa kamu tahu apa yang nggak berubah dari Rajendra?"Dahi Utary berkerut. Ia bingung tapi tertarik ingin t

DMCA.com Protection Status