Tak lama Aldo melihat Boy datang. ''Ternyata apa yang dikatakan Okta memang benar, Boy sudah pulang," gumamnya"Do, lo juga di sini?" sapa Boy sambil memeluk tubuh Aldo."Iya, gue tadi diminta Okta untuk menyambut lo. Pulang gak bilang-bilang, dasar teman semprul," ujar Aldo sambil menepuk pundak Boy lumayan kuat."Sorry, jan gue mau ngasih surprise tapi udah ketemu sama Okta duluan, dimana dia?""Tadi lagi ngangkat telepon, mungkin dari klien atau sekretarisnya," jawab Aldo sambil mengangkat kedua bahunya, lalu mereka pun duduk di sofa Aldo juga meminta pelayan membawakan minum untuk Boy, dan ternyata yang mengantarkan adalah Ara, sebab tadi pelayan sedang pada sibuk dan diminta untuk membantu Mama Rani."Ini Tuan minumnya," ujar Ara sambil menaruh satu gelas minuman dingin di hadapan Boy.Sementara Aldo menatap kagum ke Ara, di mana wanita itu memakai jilbab dengan gamis berwarna putih, membuat kecantikannya benar-benar terpana sampai Aldo tidak berkedip sama sekali.Melihat sedari
"Enak aja lo kalo bilang sekata-kata," kesal Vita dengan tatapan tak suka.Ara menyenggol lengan wanita itu, "lo kenal sama dia?" bisik Ara."Kenal, bahkan luar dalam." celetuk Vita dengan begitu ketus, "bahkan saking kenalnya, rasanya tangan gue tuh pengen nonjok lo!" tunjuk Vita apada Boy. "Udah ah gue mau ke belakang, mau bantuin Kak Lusi aja."Vita meninggalkan ruang tamu dengan rasa kesal di dalam hatinya, dia tak pernah menyangka jika akan bertemu kembali dengan Boy, pria yang selama ini sudah menggoreskan luka di hatinya.Sementara semua orang menatap ke arah Boy, karena mereka tidak pernah tahu jika selama ini Boy kenal dengan Vita, dan mereka juga penasaran ada cerita apa dibalik kekesalan wanita itu terhadap Boy."Eh, Boy. Lo punya masalah apa sama Vita?" tanya Okta, "kayaknya dia benci banget sama lo?""Bukan masalah serius kok, cuma salah paham aja," jawab Boy. Namun wajahnya tidak bisa berbohong, jika dia merasa bersalah pada Vita. 'Sepertinya aku harus berbicara dengan
Di taman Vita sedang duduk di kursi sambil memegang jus jeruk di tangannya, kemudian dia merasa kaget saat melihat seseorang duduk di sampingnya dan ternyata itu adalah Boy.Reflek Vita menumpahkan jus jeruk itu tepat mengenai pakaian Boy, membuat pria itu menganga dengan wajah yang begitu terkejut."Shiit! Lo bisa nggak sih, nggak usah nyembur, nggak usah siram badan gue. Gue ini udah mandi, jadi nggak usah di sembur lagi pakai jus!" kesal Boy sambil membersihkan pakaian yang basah."Oops! sorry, sorry ... gue nggak sengaja," ujar Vita dengan tak enak, kemudian dia ingin membersihkan pakaian pria itu, namun Boy segera menepis tangannya."Nak usah pegang-pegang! Gue ke sini karena mau bicara baik-baik sama lo, tapi lo malah berbuat kasar seperti ini sama gue.""Emangnya gue tahu kalau lo ada di sini. Lagian ngapain lo ngikutin gue? Nggak ada kerjaan banget. Mau bicara apa lagi? Nggak perlu ada yang kita bicarain," ujar Vita dengan nada yang ketus.Dia beranjak dari duduknya, kemudian
Semua yang ada di sana harap harap cemas, dan berdoa semoga saja papa Agam di temukan.Ara mendekat ke arah Vita, "Vit, lo ada hubungan apa sama si cowok itu?" tanya Ara yang sudah tak bisa menahan rasa penasarannya."Maksud lo?" tanya Vita balik.Ara mendengkus kasar, dia menatap kesal ke arah sahabatnya. "Lo ini pura-pura lupa atau pikun?" kesalnya."Sama aja batu bara. Pikun dan lupa dua hal yang sama," ujar Vita menggelengkan kepalanya."Iya, gue lupa. Sekarang jawab! Ada hubungan apa lo sama si Boy? Kenapa lo keknya benci banget sama dia?" Ara memicingkan matanya.Aisyah maupun mama Rani juga penasaran dengan hal itu, sebab Vita terlihat begitu membanci Boy. Namun, wanita itu malah diam saja, tak menjawab pertanyaan Ara sama sekali.Dia mengingat masa-masa yang menurutnya begitu menyakitkan, dimana Boy telah menggores luka yang tak akan pernah bisa Vita lupakan sampai kapanpun.Bahkan dampak dari perbuatan Boy membuat Vita bisa di bilang trauma dengan yang namanya cinta dan kekas
"Kenapa Tuan?" tanya salah satu cinta.Kemudian Okta memperlihatkan potongan baju Papa Agam yang terakhir kali dipakainya. "Ini Pak ... ini adalah potongan baju papa mertua saya. Berarti benar bahwa dia ada di sini," jawab Okta dengan wajah yang terlihat begitu lega, namun juga dilanda kekhawatiran."Ya sudah, kalau gitu ayo kita berpencar dan segera cari!"Mereka pun kembali mencari dan memanggil nama papa Agam, sehingga pantulan-pantulan suara dari beberapa anggota tim SAR terdengar silih berganti."Papa ...! Papa di mana ...? Papa ...!" teriak Okta.Namun sudah satu jam mereka berjalan tidak menemukan keberadaan Papa Agam, apalagi Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 sore."Tuan Okta, ini sudah sangat sore, sebaiknya kita membangun tenda dan menginap di sini untuk mencari keberadaan Tuan Agam besok," ujar salah satu tim SAR.Okta hanya diam sambil menganggukkan kepalanya, kemudian salah satu tim SAR berjalan ke arah helikopter untuk mengambil beberapa ransel, di mana sudah disiapkan t
Okta turun ke dasar jurang setelah tambang sudah siap, ditemani oleh salah satu tim SAR. Namun, saat dia akan menuruni tambang itu tiba-tiba Faisal, Aldo dan Boy datang "Okta," panggil mereka bertiga."Lo serius mau turun ke jurang?" tanya Boy yang masih tak percaya dengan keputusan sahabatnya."Iya, aku akan mencari Papa. Kalian tunggu saja di sini!""Aku juga ikut," timpal Faisal.Dia merasa seorang Putra harusnya menjaga ayahnya, dan itu adalah kewajibannya. "Apapun yang terjadi, aku harus ikut. Aku ini anaknya Papa, masa aku tidak mencarinya," sambungnya.Akhirnya tim SAR dan juga Okta membiarkan Faisal untuk ikut turun ke bawah, sementara mereka berjaga di atas.Dengan hati-hati Okta, Faisal dan salah satu tim SAR menuruni dasar jurang itu dengan berpegangan ke tambang setelah menggunakan alat-alat untuk turun ke bawah."Hati-hati," ucap anggota tim SAR kepada Okta dan juga Faisal.Keduanya hanya mengangguk, dan setelah mereka sampai di dasar jurang yang begitu gelap, karena har
"Araaaaa!" teriak Vita dengan marah sambil mengelap wajahnya dengan kasar.Tatapannya memicing tajam kepada wanita yang berada di sampingnya, kemudian dengan marah Vita menjewer telinga Ara, membuat wanita itu berteriak kesakitan."Aduh ... buavita, aduh ... telinga gue ... sakit jangan dijambak!""Heh batubara, yang dijambak itu rambut lo. Telinga lo, gue jewer. Lagian mulut lo ini benar-benar keterlaluan banget sih!" Vita yang masih kesal mencomot bibir Ara, membuat wanita itu seketika melotot ke arahnya."Eh, lo pikir gue ini nasi uduk main dicomot-comot aja. Nanti kalau bibir gue tambah monyong gimana?""Biarin aja, biar bibir lo itu nggak asal nyembur orang sembarangan, mana bau jigong lagi. Belum gosok gigi ya, lo?" tuduh Vita dengan kesal.Aisyah dan Mama Rani hanya bisa menghela nafas dengan kasar saat melihat perdebatan kedua wanita itu. Tidak berada di tempat manapun keduanya tidak pernah lewat dari kata debat, selalu saja ada perselisihan dan juga pertengkaran di antara mer
"Kami belum tahu Mah," jawab Okta, "sebab dokter belum keluar."Mendengar hal tersebut Mama Rani sangat lesu, dia duduk di kursi dan Aisyah segera merangkulnya dan memeluk tubuhnya. "Kita berdoa saja ya Mah, semoga Papa baik-baik saja dan tidak terjadi apapun.""Iya Sayang," jawab Mama Rani dengan lemas.Tak lama pintu ruangan UGD terbuka, dokter pun keluar dan mengabarkan tentang kondisi Papa Agam. "Pasien mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya, dan kami harus segera melakukan tindakan operasi. Sebaiknya keluarga dari pasien segera mengisi data-data di bagian administrasi.""Tidak perlu," jawab Boy, "sebaiknya Anda cepat lakukan saja operasinya!" titahnya."Maaf, tapi--""Laksanakan saja!" titah Boy.Dokter itu mengangguk lalu dia langsung masuk ke dalam ruangan dan menyuruh suster untuk segera bersiap-siap membawa Papa Agam untuk dibawa ke ruang operasi.Sementara semua merasa heran karena tiba-tiba saja dokter itu menurut dengan ucapan Boy. "Heh, kok tadi dokternya nurut