Home / Romansa / Istri Yang Tak Dirindukan / Bab 5 Pertemuan Yang Tak Di Sengaja

Share

Bab 5 Pertemuan Yang Tak Di Sengaja

last update Last Updated: 2021-09-23 14:46:35

Aku dan Habib berjalan beriringan menyusuri perkebenunan sawit pulang dari sekolah. Sementara Nara aku gendong memakai jarik yang sudah kumal untuk menopang bobot tubuhnya.

Sepenjang jalan aku  tidak banyak bicara, hanya sesekali menyeka keringat yang menetes di dahi menggunakan ujung hijab yang aku  kenakan. Hijab syar'i yang aku  kenakan sebagai penutup aurat juga  kupakai untuk melindungi kepala Nara dari sinar matahari. Aku  mengecup kening buah hatiku dengan lembut saat Nara berada dalam gendongan.

"Bunda, Adik haus," ucap Nara.

Aku segera meraih botol minum yang ada di dalam tas Habib, lalu memberikannya pada Nara yang sedang kehausan.

"Ini, Nak, minumlah!" Aku membantu Nara untuk meminum dari botol bekas air mineral yang ada di tangan.

Bekal air minum itu selalu aku bawakan pada Habib agar setiap Habib kehausan bisa langsung mengambil dari persedian yang sudah ia sediakan.

Dengan pelan kemudian kami bertiga melanjutkan perjalanan menuju ke arah desa. Begitu memasuki perbatasan desa, aku bertemu dengan Bu Helmi yang berhenti tepat di samping kami bertiga.

"Lho, Ayi, Habib, kok jam segini sudah pulang?" tanya Bu Helmi heran.

Habib menjinjing tas sekolahnya dengan memakai pakaian seragam sekolah. Padahal waktu masih menunjukkan pukul sepuluh pagi.

"Iya, Bu Kepdes. Tadi, Habib ada ulangan makanya pulang cepat," jawabku berbohong.

Tidak ingin mengatakan pada Bu Kepdes kalau Habib disekor dari sekolah. Kalau Bu Helmi,  tahu Habib sekor dari sekolah karena belum melunasi uang tunggakkan maka Bu Helmi akan memberiku uang untuk melunasinya. Aku tidak ingin dianggap pengemis karena meminta bantuan pada Bu Helmi. Sebab Bu Helmi sudah banyak membantu  dalam hal materi selama ini.

"Oh, begitu," jawab Bu  Helmi mengangguk. "Kalau gitu ayo temanin Ibu sebentar yuk."

"Kemana, Bu?" tanyaku kemudian.

"Belanja," sahut Bu Helmi.

Aku masih berpikir untuk menjawab tidak dan menolak ajakkan Bu Helmi. Tapi, baru saja aku hendak menolak ajakkan Bu Kepdes, ia sudah turun dari mobilnya lalu menuntunku masuk ke dalam beserta anak-anak.

"Ibu, tahu kamu pasti akan menolak, iya' kan?"

"Bukan begitu, Bu Kepdes," sergahku.

"Sudahlah, Ay. Ibu, tahu kamu pasti menolak jika tidak dipaksa," lanjut Bu Helmi.

Seraya menyuruh sopirnya untuk menjalankan mobilnya. "Jalan, Pak!"

Aku  hanya menunduk tidak berani menatap Bu Helmi. Bu Helmi hanya tersenyum ramah ketika melihat anak-anak yang lucu dan imut. Nara kecil sudah di ajari memakai hijab meskipun umurnya masih sangat kecil. 

"Bu, kita mau kemana?" tanyaku kemudian.

"Kita akan pergi ke mall untuk membeli perlengkapan Rida saat acara pertunangan," jelasnya.

"Mall, itu apa Bunda?" tanya Nara polos.

Bu Helmi tersenyum saat mendengar Nara bertanya tentang Mall pada bundanya.

"Mall, itu tempat menjual mainan, baju, dan perlengkapan lainnya, Nak," jawab Bu Helmi menerangkan.

"Adik, mau mainan ya, Bunda," ucap Nara polos.

Aku hanya tersenyum kecut mendengar permintaan putri kecilku. Jangankan untuk beli mainan, untuk membeli makan saja aku  masih kekurangan.

"Nanti, kalau Bunda sudah punya uang kita akan beli, ya, Nak," Aku menangkup wajah Nara lalu memberi kecupan.

"Nanti, Ibu akan belikan mainan buat, Nara," sela Bu Helmi.

"Abang, juga mau mainan ya, Bun," seru Habib girang.

Aku hanya bisa mengelus dada mendengar permintaan kedua anakku yang penuh semangat.

Bu Helmi tersenyum kepada kedua anakku.

"Ibu, akan membelikan mainan yang kalian mau."

"Gak usah, Bu," tolakku.

"Tak apa, Ay. Sekali-kali aja," jawabnya mengulas senyum.

***

Setiba di depan mall mobil langsung berhenti dan sopir menempatkan pada tempat parkiran yang berada di belakang. Sementara aku dan juga Bu Helmi serta anak-anak menuju ke pintu utama untuk memasukki mall tersebut yang terkenal besar dan menyediakan semua kebutuhan.

Bu Helmi mengajak kami berkeliling-liling sekitar mall hingga menuju ke tempat permainan. Sejujurnya aku merasa canggung berada di tengah keramaian. Mereka memasukki ke dalam mall memakai pakaian bagus dan terlihat menarik. Sementara aku dan anakku hanya memakai pakaian lusuh seadaanya.

Tapi, Bu Helmi tidak pernah melihat dari penampilan atau pun fisikku. Baginya aku tetap sama seperti yang lainnya yang tidak di bedakan karena status sosial.

Kemudian Bu Helmi memesan dua tiket permainan untuk Habib dan Nara. Lalu memberikannya ke padaku.

"Ayi, ini tiket permainan sudah Ibu beli. Anakmu bisa bebas bermain apa saja yang di sukai selama dua jam," ucap bu Helmi sembari menyodorkan dua lembar tiket permainan.

"Terimakasih, Bu," sahutku menerima pemberian Bu Helmi.

Aku segera membawa anakku pada permainan mandi bola. Banyak anak-anak seusia Habib dan Nara menyukainya sembari bermain perosotan.

"Bunda, itu Ayah," kata Habib sembari menunjuk Mas Anan yang juga ada dalam permainan itu.

Mas Anan sedang  mengendong gadis kecil berusia sekitar  tiga tahun sedang mengajari bermain bola.

Hatiku hancur seketika menyaksikan orang yang aku kenal ternyata telah mempunyai buah hati dengan wanita lain. Dari sampingnya terlihat wanita cantik berkulit putih tinggi sempai sedang merekam vidio putri kecilnya yang sedang bermain bola dalam gendongan Mas Anan. Wanita itu yang kulihat tempo hari saat Mas Anan datang ke rumah memakai mobil mewah.

Senyum terpancar bahagia dari bibir Mas Anan yang bermain bersama putri kecilnya. Ternyata ini alasan mas Anan menjatuhkan talak padaku. Sebabnya ada wanita lain di hatinya yang melebihi aku dari segalanya. Pantas saja selama lima tahun ini ia tidak pernah merindukanku dan juga anak-anak. 

Seketika aku tersadar dari lamunanku dan mengusap air mata yang sedari tadi tertahan perih dengan punggung tanganku. Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan kedua anakku.

"Ayah," panggil Habib menyapa Mas Anan. Segera ia berlari menghampiri Mas Anan yang sedang bermain bersama putri kecilnya.

Aku berusaha mengejar Habib dan mencegahnya agar tidak bisa mendekati ayahnya yang sedang menggendong seorang anak kecil. Namun, usahaku gagal. Aku kalah cepat dari Habib yang sudah berhasil mendekat pada Mas Anan. Aku mencegah sekuat mungkin agar Habib tidak mendekati ayahnya dan wanita itu. Nara yang ada dalam gendonganku seketika juga menyebut Mas Anan dengan panggilan Ayah.

"Ayah!" seru Nara.

Mas Anan seketika terkesiap melihat kedatanganku bersama Habib dan Nara.

"Maaf, aku tidak kenal kalian," ucapnya sembari bangkit dari permainan mandi bola lalu beringsut pergi.

Semua mata yang memandang ke arah kami menatap heran dengan pandangan penuh selidik.

"Ayah," panggil Habib kembali berusaha memeluk Mas Anan yang masih menghindar. "Ayah, ini Habib. Habib juga datang bersama Bunda dan adik Nara."

"Maaf, kamu salah orang, Nak. Aku bukan ayahmu," ucapnya sambil mendorong tubuh Habib dengan kasar.

Tidak kusangka Mas Anan tega berkata demikian. Bahkan darah dagingnya sendiri malu ia akui di depan umum.

Habib terjatuh ketika Mas Anan mendorongnya hingga lututnya berdarah ketika terbentur sudut kotak yang berisi bola.

"Habib," seruku. Segera aku membantu Habib untuk berdiri. "Kamu gakpapa, Nak?"

Habib mengeleng. "Tidak, Bunda."

"Heh, dengar anak kampung! Jangan ngaku-ngaku sebagai anakku. Kamu itu gembel, gak pantas jadi anakku," celetuk Mas Anan.

Bagai disambar petir saat siang hari menyambar tubuhku. Mas Anan malu mengakui darah dagingnya sendiri di hadapan istri barunya yang lebih terlihat kaya dan bergelar konlongmerat. Bu Helmi yang melihat adegan dramatis tersebut hanya menggelengkan kepala. 

"Sombong, mentang-mentang sudah jadi orang kaya anak dan istri dilupakan," ketus bu Helmi.

"Anda, jangan ikut campur urusan orang lain! Siapa kamu berani mengajariku hah?" tanya Mas Anan geram.

"Anan, lihatlah dirimu sekarang, kaya tapi miskin hati," tukas Bu Helmi.

Semua mata yang menyaksikan adegan dramatis kami,  memandang belas kasihan.

"Sayang, ayo segera kita pergi dari sini! Jangan pedulikan orang kampung seperti mereka," ucap Mas Anan sembari merangkul wanita muda berkulit putih.

Hatiku hancur perih tiada terkira. Kusaksikan dengan kedua mata kepalaku sendiri bagaimana suami yang sangat aku cintai selama ini tega meninggalkanku demi wanita lain hanya karena aku miskin. Bahkan dengan sengaja ia menolak mengakui anaknya di depan umum. Katanya kami gembel yang tidak pantas berdekatan dengan orang kaya sepertinya.

Habib menangis memanggil ayahnya yang pergi menjauh. Tanpa belas kasihan atau meminta maaf sepatah kata pun ia berlalu meninggalkan luka yang mendalam mengoyak hati serta jantungku.

"Ayah, jangan pergi! Ayah ... kami merindukanmu," panggil Habib berurai air mata. 

Kupeluk tubuh Habib dan memberi semangat padanya.

"Sabar, Nak. Mungkin pintu hati ayahmu belum terbuka untuk kita sekarang. Kita doa'kan saja semoga ayahmu menyadari perbuatannya," kuusap air mata Habib dengan jari tanganku dan memberinya semangat.

"Sabar, Bib. Ibu juga berharap agar ayahmu dikasih hidayah dan bertaubat," sela Bu Helmi. 

"Bunda, Ayah jahat," ucap Nara sembari menunjuk ke arah Mas Anan yang semakin terlihat menjauh.

"Ayah, tidak jahat, Nak. Ia mungkin sedang tidak ingin diganggu," ucapku.

"Ayah, tidak sayang sama kita," lanjut Nara lagi.

Aku tidak bisa lagi membendung air mata ini yang sedari tadi sudah kutahan.

Anak seusia Nara begitu peka perasaannya terhadap orang tuanya. Ia mengatakan dengan polos kalau Mas Anan jahat dan tidak sayang.

Mungkin benar aku sekarang adalah mantan istrinya. Tapi, di antara hubungan darah yang mengalir antara Mas Anan dan kedua anaknya tidak ada yang namanya mantan anak. Terlebih Habib dan Nara adalah darah dagingnya.

Setega itu ia tidak mengakui darah dagingnya hanya karena kami miskin. Kekayaan dan harta dunia sudah membuat Mas Anan silau akan dunia hingga melupakan ada tiga hati yang tersakiti karena perbuatannya.

Mata hatinya tertutup dan di butakan oleh cinta wanita yang berharta kaya-raya.

Bersambung.

Jangan lupa like dan komen ya guys.

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Tati Sahati
hmmmm sediiih ......
goodnovel comment avatar
Satria izzet ilhami
kenapa ya anak umur 5 tahun masih digendong2 aja? sangat tdk baik krn menghambat pertumbuhan fisik & motorik anak. btw... kirain 5 tahun gak pulang2 krn kerja di luar pulau ..., ternyata oh ternyataaaa.... ...
goodnovel comment avatar
Solikha Kintani
sedih bgt...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 6 Mendapat Bea Siswa

    Habib masih menangis sembari memegangi lututnya yang berdarah akibat terjatuh sewaktu mengejar ayahnya. Ada rasa ngilu yang terkoyak menyayat hatiku. Tega-teganya Mas Anan tidak mengakui darah dagingnya sendiri."Nak, sudah jangan menangis lagi. Ayo bangunlah!" titahku pada Habib.Baju lusuh, seragam sekolah yang ia pakai telah menjadi perbedaan status sosial di mata ayahnya."Habib Sayang, ayo kita keliling mall ini. Ibu akan belikan mainan mobil-mobilan yang bagus untukmu," bujuk Bu Helmi.Bu Helmi menimpali pembicaraanku dengan Habib yang masih terisak sejak pertemuan dengan Mas Anan tadi yang dramatis.Binantang saja tahu kalau itu anaknya, tapi Mas Anan seorang Ayah tega melalaikan buah hatinya demi harta, tahta dan wanita.Masih segar dalam ingatanku bagaimana dulu Mas Anan pergi berpamitan merantau pergi mengadu nasib ke Jakarta untuk mencari p

    Last Updated : 2021-09-24
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 7 Lulus Seleksi

    Mentari pagi masih terlihat malu-malu muncul di garis cakrawala. Udara yang terasa dingin menusuk kulit pun tidak mengendorkan semangatku untuk bangun melakasakan semua kegiatan.Pada pukul empat pagi aku sudah bangun untuk melaksanakan salat tahajud setelah itu aku melanjutkan mengaji membaca Al-Qur'an sampai menjelang subuh. Baru setelah itu aku akan menyiapkan sarapan untuk ke dua buah hatiku. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari senin dan kamis aku akan melaksanakan puasa sunah. Kebiasaan ini sudah aku jalanani sejak masa gadis dulu.Kedua orang tuaku bukanlah berasal dari orang kaya. Tapi, hanya penduduk biasa yang sehari-hari hanya bertani. Itu pun menjadi buruh ladang di tempat warga desa yang meminta jasanya. Kehidupan yang di jalananinya bisa terbilang sederhana. Meskipun aku terlahir dari keluarga tak mampu tapi kedua orang tua selalu

    Last Updated : 2021-09-25
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 8 Berangkat Ke Jakarta

    Sebelum fajar terbit, mentari bergegas naik di atas ufuk timur. Aku sudah bersiap-siap untuk berangkat menemani Habib, pergi ke Jakarta untuk mengikuti perlombaan MTQ.Persiapan pakaian, sajadah, mukena dan minyak angin sudah semua aku packing dalam tas ransel. Tidak banyak yang kubawa, karena memang kami hanya beberapa hari saja di sana. Setelah perlombaan selesai akan kembali ke sini.Kami pergi diantar oleh Bu Helmi dengan mengendarai mobilnya. Pak Nurmin juga memberikan alamat Mas Anan yang ada di Jakarta. Ia mengatakan kalau rumah Mas Anan sangat besar dan bagus."Ayi, ini alamat suamimu yang ada di Jakarta," ucap Pak Nurmin menyodorkan selembar kertas."Makasih, Pak," balasku mengulas senyum."Suamimu sudah menjadi orang kaya yang sukses di sana. Rumahnya besar dan punya mobil mewah," jelas Pak Nurm

    Last Updated : 2021-10-01
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 9 Teganya Ayah

    Pesawat yang ditumpangi rombongan kami sedang landing. Setelah melakukan perjalanan selama dua jam, di atas angkasa setinggi 10000 kaki akhirnya tiba dengan tepat waktu pada bandara Soekarna-Hatta.Ustaz Rahman masih menggendong Nara, saat menuruni tangga keluar pintu pesawat. Aku berjalan mengekor di belakangnya. Sementara Ustaz Iman Farzan juga mulai turun dan berjalan di belakang mereka.Udara siang itu di bandara Soekarno-Hatta, begitu sejuk. Angin menyapu sepoi-sepoi, basah terasa menembus kulit ari. Gamis syar'iku yang menjuntai ke bawah pun, ikut melambai di terpa angin."Ustaz Rahman, gantian aku yang gendong, Nara. Pasti, Ustaz sudah lelah sedari tadi menggendongnya," ucapku.Wajah Ustaz Rahman yang berkarismatik tersenyum ke arahku."Tak apa, Ay. Tulangku masih cukup kuat untuk menopang tubuh Nara," Ustaz Rahman berkata se

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 10 Kejahatan Paripurna

    "U- Ustaz," aku tertegun melihat lelaki berpakaian jubah panjang ke bawah dan memakai kopiah, kini berdiri di depan pintu wisma. Seraya tersenyum sembari menangkupkan tangan di depan dada."Asalamualaikum ya, Ukhti," ucapnya tersenyum."Waalaikumsalam," jawabku."Namaku, Adam. Aku adalah teman Ustaz Rahman, sewaktu di pesantren," lanjutnya memperkenalkan diri.Sejenak aku tertegun dengan tutur kalimat yang diucapkan. Bersahaja dan berwibawa, wajahnya juga tampan mirip dengan bangsa Arab, tinggi besar."Ada apa gerangan, Ustaz datang berkunjung? Maaf, kalau Saya lancang bertanya," tuturku sopan.Pandanganku seketika menunduk kebawah."Kedatanganku kemari untuk bersiraturrahmi, karena kita satu tim sesama dari Medan," ucapnya secara gamblang."Maaf, Ustaz. Tapi, Usta

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 11 Tertawa Di Atas Derita

    Mobil yang di kemudikan ustadz Rahman memasuki rumah sakit. Kami pun segera turun dan membawa Habib ke ruang UGD. Sampai di ruang UGD kami di sambut oleh para petugas media. "Suster, dokter, tolong anak kami," teriak Ustaz Rahman. Seraya meletakkan tubuh Habib di atas bangsal. Suster menyambut dengan segera ke datangan kami. "Tenang, Pak. Kami akan menolong anak, Anda," ucap dokter. Habib segera ditangani para dokter dan suster. Lima menit kemudian dokter keluar dari ruang UGD. "Maaf, Ibu dan Bapak. Anak Anda mengalami keracunan makanan yang di namakan arsenik. Racun ini bekerja dalam waktu dua puluh empat jam. Sehingga saat makan yang di bubuhi racun tidak berbau rasa dan warna. Tapi, akan membuat pasien kehilangan kesadaran dan demam tinggi," jelas dokter. Aku dan Ustaz Rahman saling berpandangan. Seing

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 12 Meraih Kemenangan

    "Habib, Nak bangunlah!" Ayi menguncangkan tubuh Habib yang diam tak bergeming.Dokter yang sedari tadi menangin Habib, berusaha agar bisa menyelamatkan nyawanya. Beberapa suster mencoba membantu dokter, memasangkan jarum infus dan selang oksigen.Racun arsenik yang bekerja dalam tubuh Habib beraksi sangat lambat. Namun, bisa mematikan kalau terlambat menanganinya. Bisa berakibat fatal dengan kematian yang terkena racun tersebut.Aku terisak melihat tubuh Habib, tak sadarkan diri. Hati ibu mana yang tidak sedih bila menyaksikan buah hatinya terbaring sakit. Ustaz Rahman mencoba menenangkanku. Aku menangis sejadi-jadinya menyaksikan jarum suntik menusuk tubuh Habib yang kurus. Andai bisa biarlah aku saja menggantikan rasa sakit yang di rasakan Habib."Sudah, Ay jangan menangis! Doa'kan, Habib segera sadar. Kamu ingat-ingat

    Last Updated : 2021-10-06
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 13 Perdebatan

    Bruk.Hampir saja Anan menabrak truk kalau saja dia tidak membanting setir. Alhasil mobilnya menabrak pohon di pinggir jalan. Bemper mobilnya rusak parah di bagian depan. Pelipis Anan juga berdarah karena membentur dasbord. Darah seger menetes dari dahi Anan.Warga yang melihat kejadian langsung berhamburan mendatangi tempat kejadian.Mobil Anan mengeluarkan asap, segera para warga bergotong-royong membantu mengeluarkan Anan dari dalam. Anan dalam keadaan pingsan, sehingga warga yang mau menolongnya kesulitan untuk mengeluarkannya dari mobil.Pintu mobil Anan di ketuk dari luar. Para warga berteriak agar Anan segera terbangun sebelum mobil meledak kebakaran."Pak, buka pintu mobilny!" teriak warga bertubuh kurus tinggi.Hening tidak ada jawaban.Warga memgulangi lagi panggilan yang sama."Tuan, buk

    Last Updated : 2021-10-07

Latest chapter

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 102 Tamat

    Bab 102 TamatMendung bergelayut manja disertai hujan gerimis saat itu. Aku dan rombongan Ustaz Rahman tiba di pelabuhan. Tuan Saga dan anak buahnya memutuskan untuk berpisah. Mereka kembali ke asalnya. Kemudian, kita meminjam telepon seseorang untuk menghubungi pondok pesantren. Agar mereka menjemput di daerah dermaga. Sudah lebih dari satu bulan kami menghilang. Ketika menghubungi pihak pondok, mereka terkejut melihat kami bisa selamat sampai tujuan. Tak lama kemudian, Ustaz Dian dan rombongan Kyai Lukman datang menjemput. Sengaja tidak aku hubungi Habib dan Nara ingin membuat kejutan. Juga Syawal yang mungkin saat menghilang mengkhawatirkan keadaanku."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Ustaz Dian."Ustaz Rahman menyambut sahabatnya dengan penuh suka. Mereka saling berpelukan satu sama lain. Senang rasanya bisa melihat mereka lagi kembali akrab. "Aku tidak percaya kalian bisa kembali dengan selamat sampai di sini," ucap Ustaz Dian."Alhamdulilah. Berkata kemurahan yang di atas ka

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 101 Kembali ke Asal

    Bab 101 Kembali ke AsalAku mundur satu langkah ke belakang. Namun Jirayu masih mendekat hingga nyaris tidak ada jarak di antara kami. Malam ini, adalah malam pengantin kami sudah pasti dia meminta haknya sebagai suami. Dia menatapku dalam diam. Tatapan gelapnya terlihat sangat menakutkan seperti ingin membunuhku. Kemudian, aku menyapanya dengan suara bergetar."Apa yang akan Anda lakukan, Tuan Jirayu?"Saat itu, aku baru menyadari dia sudah membuka baju kebesarannya. Setengah tubuhnya sudah telanjang dan memperlihatkan dadanya yang kekar. "Kau harus mengganti bajumu. Atau kau akan tidur dengan pakain seperti Cleopatra?""Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Jirayu. Aku kira Anda tidak perlu begitu."Sambil mengatakan itu, Jirayu memberikan sebuah gaun baju tidur. Bahannya sangat halus seperti kain sutra. Namun tipis dan transparan bisa tembus pandang. Dia tentu sudah mempersiapkan semua ini untuk malam pengantin kami."Ha!" Jirayu tersenyum meremehkan. "Kenapa kau sangat tegang begi

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 100 Pernikahan

    Bab 100 Pernikahan Aku masih melihat tatapan Tuan Jirayu dengan penuh nafsu. Meski dia bukan pria yang berumur tua, namun membuatku merasa jijik. Tuan Jirayu berasal dari negeri Thailand, tetapi dia pemeluk agama islam. Dia membawaku ke negaranya. Berbagai pemandangan telah kulihat selama berada di negeri Gajah Putih. Dia memperlakukanku seperti seorang ratu di sini. Bukan berarti aku suka dengan sikapnya. Tuan Jirayu telah mempunyai istri enam. Dia bermaksud ingin menjadikanku istri yang ke tujuh. Saat itu, pesta iringan pengantin diadakan di aula untuk menyambut pengantin wanita."Ratu Panraya, Anda akan harus memakai mahkota ini untuk acara adat." Pelayan membawakan mahkota emas dan juga gelang berkepala ular. Melihat bentuknya yang unik, aku seperti berada di dalam dunia legenda masa silam. Gelang ular emas itu dari dinasti sebelumnya. Menurut pelayan akan diberikan kepada ratu ketujuh bila raja mereka berhasil menikah untuk yang ketujuh kalinya. Sialnya, aku adalah ratu terak

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 99 Tuan Jirayu

    Bab 99 Tuan JirayuJantungku berdetak dengan kencang. Ketika Tuan Saga membawaku ke sebuah bar. Di sana ada pria Thailand yang wajah mirip dengan artis Prin Supirat. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Kulitnya putih, hidungnya juga mancung. Matanya sipit mirip penduduk Korea. "Tuan Jirayu, saya bawakan wanita cantik untuk Anda. Silahkan sepuasnya untuk mengobrol dengannya."Pria bernama Jirayu tersenyum. Dia berbicara dengan Tuan Saga menggunakan bahasa Thailand. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan apa. Namun dari tatapan Jirayu, jelas dia punya niat tidak baik. Tatapan matanya liar penuh dengan nafsu. Dia memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Hei, kau. Tuan Jirayu menyukaimu. Beruntung sekali dirimu malam ini. Layani dia dengan baik. Kau akan menjadi ratu yang dimanjakan.""Tuan Saga, sepertinya kau memilih orang yang salah. Aku tidak sudi melayani pria mesum seperti Tuan Jirayu.""Kau pasti akan menyesal telah menolak tawaran Tuan Jirayu, Nyonya Ayi.""Mengapa

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 98 Bajak Laut

    Bab 97 Bajak LautKapal nelayan yang membawa kita langsung menuju ke tengah laut. Beberapa dari anak buah kapal memperhatikan kami dengan tatapan aneh. Namun Ustaz Rahman segera mencairkan suasana untuk meredakan ketegangan.Angin laut bertiup kencang, ombak setinggi dua meter menghantam kapal yang sedang kami tumpangi. Kapten yang memimpin anak buahnya segera melihat apa yang terjadi. Dari kejauhan, terlihat bendera putih dari negara lain. Di sebelahnya jelas, bendera milik negara Thailand. Sedikit terkejut dengan bendera yang berkibar di tengah lautan. Mengapa ada penyusup dari negara Thailand masuk ke perairan Utara. Aku melihat mereka seperti penyusup. Tapi siapakah yang sudah memberi peluang negara Gajah Putih. "Tuan Sadam, sepertinya itu kapal dari Thailand. Mereka sedang mendekat ke arah kita sekarang," ucap Ustaz Rahman. Mata Tuan Sadam langsung tertuju kepada dua kapal nelayan yang saling berjajar bersebelahan. "Ustaz Rahman, kau benar. Mereka adalah penyusup yang sering m

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 97 Kami Selamat

    Bab 97 Kami SelamatAngin laut melambai mempermainkan hijabku ke sana ke sini. Udara di bibir pantai terasa menusuk tulang. Aku merasakan tubuhku menggigil kedinginan. Bibirku gemetar merasakan sakit yang luar biasa. Mungkin inilah saatnya ajalku tiba. Namun kenapa harus mati di sini? Bagaimana nanti jika jasadku tidak bisa dikuburkan dengan layak. Aku masih berharap akan ada keajaiban yang akan menyelamatkan kami dari pulau kecil ini.Sudah beberapa hari kami bertahan di tempat ini. Namun tidak ada tanda-tanda kapal penyelamat akan datang. Ustaz Rahman sudah baikan dan sembuh dari luka-lukanya karena terhempas kapal. Kini, giliranku yang harus sekarat di tempat ini. Entah untuk berapa lama aku bisa bertahan. "Ayi, bertahanlah. Aku akan berusaha mencari bantuan di sekitar sini," ucap Ustaz Rahman berbisik. Samar aku mendengar suaranya penuh kekhawatiran. Beberapa saat aku terdiam, dan hanya bersandar pada pohon kelapa yang hampir rubuh. Lama menanti, tetapi dia tak kunjung kembali.

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 96 Seandainya

    Bab 96 Seandainya Hujan turun dengan deras di atas permukaan air laut. Prediksi mengatakan hari ini cerah. Namun entah kenapa tiba-tiba air laut menjadi pasang. Ombak bergulung-gulung setinggi empat meter menyapu sampan kecil yang kami tumpangi. Hingga pecah dan menenggelamkan penumpangnya. Kayu untuk mengayuh sampan ini tidak kuasa melawan arus. Meski dua tenaga orang dewasa sudah dikerahkan. Ustaz Rahman dan nelayan akhirnya harus menyerah. Membiarkan sampan terbawa arus dan pecah. Kami semua panik, terutama aku yang baru pertama kali menyeberang di lautan luas. Terbiasa hidup di darat membuatku tidak nyaman dalam situasi ini.Aku ingat Tuhan pada Sang Pencipta. Aku juga ingat pada masa laluku yang suram. Ketika hidupku bersama Anan. Aku berdoa di dalam hati, mudah-mudahan akan dikabulkan hingga doaku bisa menembus langit ketujuh. Sebelum ajal menjemputku, aku ingin melihat anak dan cucu. "Jangan panik, Ay. Aku akan menolongmu." Ustaz Rahman menggapai tanganku. Dia menggenggam y

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 95 Perjalanan

    "Bunda jadi berangkat ke Aceh?""Jadi, Nak. Ini kan kegiatan sekolah untuk study tour. Semua ustaz dan para guru akan menemani santri. Hanya murid kelas sembilan saja yang berangkat. Semuanya berjumlah enam puluh orang." Aku menjawab sambil menyusun pakaian ke tas ransel. Habib hanya terdengar menarik napas panjang ketika dia melihatku. Seolah sedang ada pikiran yang mengganggu jiwanya. "Aku tidak setuju sebenarnya melihat Bunda pergi ke sana." "Loh kenapa? Bunda kan pergi karena tugas. Bukan karena ingin jalan-jalan. Ini adalah kegiatan perpisahan murid-murid kelas sembilan. Tidak tiap bulan kita pergi.""Perasaan Habib kali ini tidak enak, Bun.""Sepertinya kamu harus banyak- banyak istigfar, Nak. Bunda tidak ingin kamu berburuk sangka dengan yang di atas."Habib hanya diam tak ingin melanjutkan debat lagi denganku. Alasan apa pun tidak akan bisa mencegahku untuk berangkat. Bagaimana mungkin aku mengabaikan anak-anak. Mereka sudah menyelesaikan pendidikan tiga tahun di pondok pes

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 94 Malaikat Penolong

    "Astagfirullah!" Aku menjerit ketika sebuah mobil sedan menyerempet dari samping. Motorku langsung jatuh dan menabrak trotoar. Darah segar langsung mengalir dari kaki. Seorang pria dan wanita langsung turun menghampiri. Tapi yang membuatku terkejut adalah perempuan yang ada di sampingnya. Tak lain adalah Nurul. Dia dengan sombongnya melangkah mendekat, dan mencecar dengan kata-kata kasar."Hei kalau jalan pakai mata! Sudah tahu ini tempat umum, masih jalan pakai melamun." Cibirnya dengan nada tinggi."Maaf, ya? Aku sudah jalan di pinggir. Tapi mobil yang kalian kemudikan telah menyalip jalanku.""Tuh kalau orang miskin pasti cari-cari alasan untuk memeras orang kaya.""Ma, sudahlah. Jangan bertengkar di jalan. Ini tempat umum. Malu dilihat orang.""Perempuan miskin seperti dia memang harus diberi pelajaran, Pa. Biar gak kurang ajar minta biaya pengobatan dan biaya kecelakaan.""Aku rasa di sini aku yang jadi korbannya. Tapi kamu bukannya meminta maaf malah mencela.""Ha!" Nurul menc

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status