Home / Romansa / Istri Yang Tak Dirindukan / Bab 7 Lulus Seleksi

Share

Bab 7 Lulus Seleksi

last update Last Updated: 2021-09-25 10:18:47

Mentari  pagi masih terlihat malu-malu muncul di garis cakrawala. Udara yang terasa dingin menusuk kulit pun tidak mengendorkan semangatku untuk bangun melakasakan semua kegiatan.

Pada pukul empat pagi aku  sudah bangun untuk melaksanakan salat tahajud setelah itu aku melanjutkan mengaji membaca Al-Qur'an sampai menjelang subuh. Baru setelah itu aku akan menyiapkan sarapan untuk ke dua buah hatiku. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari senin dan kamis aku  akan melaksanakan puasa sunah. Kebiasaan ini sudah aku jalanani sejak masa gadis dulu. 

Kedua orang tuaku bukanlah berasal dari orang kaya. Tapi, hanya penduduk biasa yang sehari-hari hanya bertani. Itu pun menjadi buruh ladang di tempat warga desa yang meminta jasanya. Kehidupan yang di jalananinya bisa terbilang sederhana. Meskipun  aku terlahir dari keluarga tak mampu tapi kedua orang tua selalu taat menjalankan ibadah.

Begitu pun juga denganku  yang tidak pernah lepas dari didikkan orang tua yang mengutamakan agama.

Selain punya wajah yang cantik aku juga punya suara yang merdu dan fasih dalam membaca Al-Qur'an. Sifat Habib yang pandai membaca dan menghafal ayat suci di dapat dariku  yang gigih dalam mengajari. Hingga di usianya yang masih relatif muda Habib sudah pintar membaca ayat suci serta menghafal beberapa zus.

"Bunda," sapa Habib. 

"Iya, Nak," sahutku. 

Meletakkan sepering nasi dengan lauk tempe goreng di atas balai bambu.

"Hari ini, Ustaz  Rahman akan membawaku untuk ikut seleksi MTQ. Doa'kan aku menang biar lulus seleksi, ya, Bun," ucapnya sembari menyendokkan nasi ke mulutnya.

"Iya, Nak. Aamiin. Bunda selalu berdoa untukmu agar kamu menjadi anak yang sholeh dan berbakti pada orang tua."

"Kalau, Habib menang nanti, hadiahnya buat Bunda," ucapnya polos.

Habib terus saja berkata sembari mengunyah nasi yang ia suapkan dalam mulut. 

Aku terharu mendengar ucapan Habib. Seketika air mata ini meluncur begitu saja membasahi pipiku.

"Bunda, bangga padamu, Nak," tuturku sembari membingkai wajahnya. 

"Bunda, jangan menangis! Jika, Habib besar nanti akan membuat hidup Bunda bahagia. Habib, janji tidak akan buat Bunda susah," lanjutnya sembari mengusap air mataku.

Kupeluk tubuh Habib yang kurus dan kudekap dengan penuh kasih sayang. Cita-citanya sungguh mulia setinggi langit ingin membuatku bahagia.

"Bunda, gak nangis, Nak. Bunda, bangga punya anak sepertimu yang punya cita-cita ingin membahagiakan orang tua."

"Jika, Habib menang dalam lomba MTQ maka semua hadiahnya buat Bunda. Bunda, bisa beli beras, lauk, serta baju baru dan mukena yang cantik buat salat," ujarnya.

"Aamiin. Bunda, akan doa'kan yang terbaik untukmu, Nak."

Habib terus saja berkata sembari mengunyah makanannya hingga nasi di piring sudah tak tersisa lagi. 

"Bunda, Habib pamit, ya ke sekolah," lanjutnya.

Sebelum pamit ke sekolah dahulu menyalami dan mencium punggung tanganku.

"Hati-hati, Nak! Dan jangan lupa salat, jangan buat Ustaz  Rahman repot sesampainya di sana," ucapku.

Kumasukkan bekal dalam tas Habib untuk makan siang nanti karena sehabis pulang sekolah ia akan langsung mengikuti audisi agar bisa lulus mengikuti perlombaan.

"Iya, Bunda. Asalamualaikum," ucapnya.

"Waalaikumsalam," jawabku.

Habib pergi dengan di jemput oleh Ustaz Rahman dengan mengendarai motor metic.

Di pinggir jalan Ustaz  Rahman sudah menunggu dengan memakai helem dan jaket warna hitam. Sekilas ia tersenyum ramah saat bertatapan mata. Senyum yang manis tersungging dari bibirnya yang tipis merah muda. Ustaz  muda ganteng dan juga kaya. Banyak di idolakan oleh gadis-gadis muda di Kampung ini.

"Mari, Ay," ucapnya berpamitan menekan tombol telekson.

Aku mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Ustaz."

***

Tiba di tempat audisi Ustaz  Rahman dan Habib segera mengambil nomer urut dan mendaftar sebagai peserta. Ada muridnya sekitar lima orang yang mengikuti audisi membaca Al-Qur'an untuk mengikut perlombaan MTQ tingkat propinsi. Semua calon Qori yang di bawa Ustaz Rahman adalah pilihan yang sudah benar-benar lulus tahap uji coba.

"Habib, Oman, Irfan, Maulana, Zain, ini nomer urut peserta kalian," Ustaz Rahman menyerahkan nomer urut tersebut sesuai dengan nama yang tertera dalam papan nama tersebut.

Habib dapat nomer urut 105, nomer urut pertama dari teman-temanya. Selanjutnya nomer urut berada nomer urut teratas temannya antara 106-110.

"Ustaz, izin salat zuhur ya," sela Habib.

Dari sekolah perjalanan menuju tempat audisi memakan waktu satu jam hingga belum sempat melaksanakan salat zuhur.

"Ayo anak-anak kita laksanakan salat zuhur! Sehabis itu kita makan siang sembari menunggu nomer antrian," ucap Ustaz Rahman memberi penjelasan. Seraya membawa anak didiknya menuju musala yang sudah di sediakan pihak panitia untuk melaksanakan kewajiban lima waktu.

Penyelenggaraan audisi di lakukan pada aula yang terletak di tengah kota. Satu-persatu peserta nomer urut maju mengikuti audisi baca Al-Quran hingga tiba giliran Habib untuk membaca di atas podium yang sudah disediakan panitia penyelenggara. 

Juri di undang untuk menilai dipanggil dari kalangan Ustaz yang terkenal. Ustaz Rahman adalah ustadz  yang terkenal santui dan berwajah tampan. Selain dia,  Ustaz termuda di kalangan Ustadz yang lain. Dia juga punya wajah yang tampan. Tapi, biar begitu tidak membuatnya sombong dan membanggakan diri. 

"Nomer urut peserta 105 atas nama Habib Adelio bin Anan Adelio di persilahkan untuk maju ke depan," ucap pembawa acara. 

Panggilan dari pembawa acara telah jatuh pada nomer Habib 105. Ia pun menuju ke atas pentas yang telah di sediakan oleh panitia. Dengan santai Habib menuju podium sembari mendekap Al-Qur'an di dadanya. Habib mendapat tantangan membaca surat Ar-Rahman dari ayat 1-33.

Para dewan juri dan hadirin yang menyaksikan suara emas Habib yang merdu membuat mereka terpukau. Habib melantunkan ayat suci dengan sangat merdu dan begitu indah. Tidak ada suara sekecil apa pun yang terdengar saat ia melantunkan surat Ar-Rahman. 

Tepuk tangan meriah dari dewan juri dan penonton seketika memenuhi aula tersebut. Suara Habib benar-benar memukau dan menghipnotis para dewan juri dan penonton. Begitu juga dengan Ustaz Rahman yang menyaksikan anak didiknya menjadi terharu. 

"Luar biasa, Habib. Suara kamu benar-benar merdu dan membuat para dewan juri terpukau. Ustaz, bangga padamu," ucap Ustaz  Rahman memberi pujian pada Habib.

"Makasih, Ustaz," sahutnya datar.

"Ustaz  Rahman, ini anak didikmu?" tanya Ustaz Iman.  Ustaz Imam adalah juri yang di pilih untuk menilai semua peserta.

Ustaz  Rahman mengangguk. "Iya, Ustaz."

"Murid kamu benar-benar punya bakat. Selamat, ya," ucapnya mengulurkan tangan. 

"Terimakasih, Ustaz  Imam," balas Ustaz Rahman mengulas senyum.

Selanjutnya nomer peserta selanjutnya yang di atas Habib maju ke depan untuk menerima tantangan membaca surat yang di tentukan oleh dewan juri.

Dari ke lima peserta didik yang di bawa ustad Rahman yang lolos seleksi hanyalah Habib. Selanjutnya Habib akan maju ke babak selanjutnya untuk ikut lomba MTQ di Jakarta.

Dari semua propinsi yang menang dan lolos tahap satu akan di bawa audisi lagi ke Jakarta untuk mengikuti lomba dengan hadiah utama uang senilai seratus juta. Perlombaan MTQ ini di ikuti oleh semua propinsi seluruh wilayah Indonesia. Bagi yang lulus seleksi audisi di kotanya maka fasilitas dan keberangkatan semua biaya akan di tanggung oleh pihak penyelenggara yang bersangkutan.

"Selamat, Habib. Kamu lolos seleksi tahap pertama," ucap Ustaz Rahman.

"Makasih, Ustaz," balas Habib tersenyum.

"Lusa kita akan pergi ke Jakarta untuk ikut perlombaan selanjutnya. Semua biaya akan di tanggung oleh pihak panitia," lanjut Ustaz Rahman.

Saat Ustaz  Rahman mengatakan Habib akan pergi ke Jakarta mendadak wajahnya menjadi sedih. Ia terlihat murung lalu duduk dengan lesu di bangku belakang aula.

"Bib, kenapa? Kamu tidak senang lolos seleksi?" tanya Ustaz  Rahman heran.

Habib mengeleng pelan. "Bukan."

"Lalu?" tanya Ustaz  lagi.

"Habib, sedih karena harus meninggalkan Bunda sendiri di rumah, Ustaz," jawabnya polos.

Kening Ustaz  Rahman berkerut. "Kita hanya pergi beberapa hari, Bib."

"Habib, mau ajak Bunda ikut ke Jakarta Ustaz."

Habib mengatakan yang menganjal dalam hatinya dengan wajah sendu. Ustaz Imam yang mendengar penuturan Habib menjadi terkesan iba. Ia lantas mendekati Habib dan menimpali pembicaraan antara Ustaz Rahman.

"Biar, Ustaz yang akan menanggung keberangkatan Bunda kamu, Bib," potong Ustaz  Imam.

Seraya berkata dengan mengulas senyum sembari mendekati Habib dan ustadz Rahman. Ustaz Imam adalah teman akrab Ustaz  Rahman dari masa kuliah dulu. Bedanya Ustaz  Imam sudah menikah dan menjadi duda karena istrinya meninggal tiga tahun yang lalu dalam ke adaan hamil mengandung anaknya delapan bulan akibat pendarahan karena terjatuh dari kamar mandi. 

Sejak kepergian istrinya Ustaz Imam masih betah menjomlo hingga kini dan belum menikah lagi. Meskipun banyak wanita yang jatuh hati padanya namun, ia enggan untuk menikah kembali membuka hatinya.

Ustaz Rahman yang mendengar berita ke pergian istri, Ustaz Imam saat itu datang untuk berduka cita dan memberi semangat. Ustaz  Rahman adalah sahabat terbaik bagi Ustaz  Imam, hingga kini mereka masih saling kontak satu sama lain.

"Habib, kamu harus mengucapkan terimakasih pada Ustaz Imam Farzan. Ustaz  Imam Farzan akan membiayai Bunda agar bisa ikut menyaksikanmu dalam perlombaan dan memberi semangat," lanjut Ustaz  Rahman. 

Wajah Habib semingrah mendengar ucapan Ustaz  Imam yang akan membiayai Bundanya ikut serta ke Jakarta.

"Terimakasih, Ustaz  Iman," ucapnya dengan mata berbinar.

Ustaz  Iman kemudian mengangguk sembari tersenyum. "Sama-sama."

Habib langsung memeluk Ustaz  Iman dan mencium tangannya. 

"Habib, janji. Jika, nanti menang dalam perlombaan uang Ustaz  akan Habib kembalikan," ujarnya.

Ustaz  Iman tersenyum simpul mendengar kepolosan bocah kelas lima SD tersebut.

"Gak perlu, Bib. Ustaz ihklas membantu kamu."

"Alhamdulilah," ucap Habib kemudian sembari mengangkat kedua tangannya.

***

Bersambung.

Jangan lupa like dan komen ya Guys biar author semangat karena di kasih dukungan. Nantikan episode berikutnya pertemuan Habib dengan Ayahnya di Kota Jakarta yang dramatis penuh emosi dan air mata. Apakah ayah Habib masih tidak akan mengakui Habib atau kah ayahnya akan menyesal karena telah menyia-nyiakan anak yang sholeh. Jawabannya ada di episode yang berikutnya.

Comments (10)
goodnovel comment avatar
Khumaeroh Eroh
ini kisah yg paling sedih yg pernah aku baca
goodnovel comment avatar
Lie Miang
malas baca koin mahal
goodnovel comment avatar
Wagirin
Sedih kali kisahnya.. Anan Ayah Durhaka..biasanya org seperti dia akhirnya menderita..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 8 Berangkat Ke Jakarta

    Sebelum fajar terbit, mentari bergegas naik di atas ufuk timur. Aku sudah bersiap-siap untuk berangkat menemani Habib, pergi ke Jakarta untuk mengikuti perlombaan MTQ.Persiapan pakaian, sajadah, mukena dan minyak angin sudah semua aku packing dalam tas ransel. Tidak banyak yang kubawa, karena memang kami hanya beberapa hari saja di sana. Setelah perlombaan selesai akan kembali ke sini.Kami pergi diantar oleh Bu Helmi dengan mengendarai mobilnya. Pak Nurmin juga memberikan alamat Mas Anan yang ada di Jakarta. Ia mengatakan kalau rumah Mas Anan sangat besar dan bagus."Ayi, ini alamat suamimu yang ada di Jakarta," ucap Pak Nurmin menyodorkan selembar kertas."Makasih, Pak," balasku mengulas senyum."Suamimu sudah menjadi orang kaya yang sukses di sana. Rumahnya besar dan punya mobil mewah," jelas Pak Nurm

    Last Updated : 2021-10-01
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 9 Teganya Ayah

    Pesawat yang ditumpangi rombongan kami sedang landing. Setelah melakukan perjalanan selama dua jam, di atas angkasa setinggi 10000 kaki akhirnya tiba dengan tepat waktu pada bandara Soekarna-Hatta.Ustaz Rahman masih menggendong Nara, saat menuruni tangga keluar pintu pesawat. Aku berjalan mengekor di belakangnya. Sementara Ustaz Iman Farzan juga mulai turun dan berjalan di belakang mereka.Udara siang itu di bandara Soekarno-Hatta, begitu sejuk. Angin menyapu sepoi-sepoi, basah terasa menembus kulit ari. Gamis syar'iku yang menjuntai ke bawah pun, ikut melambai di terpa angin."Ustaz Rahman, gantian aku yang gendong, Nara. Pasti, Ustaz sudah lelah sedari tadi menggendongnya," ucapku.Wajah Ustaz Rahman yang berkarismatik tersenyum ke arahku."Tak apa, Ay. Tulangku masih cukup kuat untuk menopang tubuh Nara," Ustaz Rahman berkata se

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 10 Kejahatan Paripurna

    "U- Ustaz," aku tertegun melihat lelaki berpakaian jubah panjang ke bawah dan memakai kopiah, kini berdiri di depan pintu wisma. Seraya tersenyum sembari menangkupkan tangan di depan dada."Asalamualaikum ya, Ukhti," ucapnya tersenyum."Waalaikumsalam," jawabku."Namaku, Adam. Aku adalah teman Ustaz Rahman, sewaktu di pesantren," lanjutnya memperkenalkan diri.Sejenak aku tertegun dengan tutur kalimat yang diucapkan. Bersahaja dan berwibawa, wajahnya juga tampan mirip dengan bangsa Arab, tinggi besar."Ada apa gerangan, Ustaz datang berkunjung? Maaf, kalau Saya lancang bertanya," tuturku sopan.Pandanganku seketika menunduk kebawah."Kedatanganku kemari untuk bersiraturrahmi, karena kita satu tim sesama dari Medan," ucapnya secara gamblang."Maaf, Ustaz. Tapi, Usta

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 11 Tertawa Di Atas Derita

    Mobil yang di kemudikan ustadz Rahman memasuki rumah sakit. Kami pun segera turun dan membawa Habib ke ruang UGD. Sampai di ruang UGD kami di sambut oleh para petugas media. "Suster, dokter, tolong anak kami," teriak Ustaz Rahman. Seraya meletakkan tubuh Habib di atas bangsal. Suster menyambut dengan segera ke datangan kami. "Tenang, Pak. Kami akan menolong anak, Anda," ucap dokter. Habib segera ditangani para dokter dan suster. Lima menit kemudian dokter keluar dari ruang UGD. "Maaf, Ibu dan Bapak. Anak Anda mengalami keracunan makanan yang di namakan arsenik. Racun ini bekerja dalam waktu dua puluh empat jam. Sehingga saat makan yang di bubuhi racun tidak berbau rasa dan warna. Tapi, akan membuat pasien kehilangan kesadaran dan demam tinggi," jelas dokter. Aku dan Ustaz Rahman saling berpandangan. Seing

    Last Updated : 2021-10-05
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 12 Meraih Kemenangan

    "Habib, Nak bangunlah!" Ayi menguncangkan tubuh Habib yang diam tak bergeming.Dokter yang sedari tadi menangin Habib, berusaha agar bisa menyelamatkan nyawanya. Beberapa suster mencoba membantu dokter, memasangkan jarum infus dan selang oksigen.Racun arsenik yang bekerja dalam tubuh Habib beraksi sangat lambat. Namun, bisa mematikan kalau terlambat menanganinya. Bisa berakibat fatal dengan kematian yang terkena racun tersebut.Aku terisak melihat tubuh Habib, tak sadarkan diri. Hati ibu mana yang tidak sedih bila menyaksikan buah hatinya terbaring sakit. Ustaz Rahman mencoba menenangkanku. Aku menangis sejadi-jadinya menyaksikan jarum suntik menusuk tubuh Habib yang kurus. Andai bisa biarlah aku saja menggantikan rasa sakit yang di rasakan Habib."Sudah, Ay jangan menangis! Doa'kan, Habib segera sadar. Kamu ingat-ingat

    Last Updated : 2021-10-06
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 13 Perdebatan

    Bruk.Hampir saja Anan menabrak truk kalau saja dia tidak membanting setir. Alhasil mobilnya menabrak pohon di pinggir jalan. Bemper mobilnya rusak parah di bagian depan. Pelipis Anan juga berdarah karena membentur dasbord. Darah seger menetes dari dahi Anan.Warga yang melihat kejadian langsung berhamburan mendatangi tempat kejadian.Mobil Anan mengeluarkan asap, segera para warga bergotong-royong membantu mengeluarkan Anan dari dalam. Anan dalam keadaan pingsan, sehingga warga yang mau menolongnya kesulitan untuk mengeluarkannya dari mobil.Pintu mobil Anan di ketuk dari luar. Para warga berteriak agar Anan segera terbangun sebelum mobil meledak kebakaran."Pak, buka pintu mobilny!" teriak warga bertubuh kurus tinggi.Hening tidak ada jawaban.Warga memgulangi lagi panggilan yang sama."Tuan, buk

    Last Updated : 2021-10-07
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 14 Tanpamu Aku Bisa Bahagia

    Dokter Raka masih mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Lima puluh menit kemudian mobil yang kami tumpangi memasukki halaman parkir rumah sakit. Segera dokter membawa Habib, ke ruang UGD untuk di tangani.Hanya Habib yang boleh masuk ke dalam ruang UGD. Sementara aku, Nara dan Ustaz Rahman ada di ruang UGD. Aku terduduk di kursi panjang setelah Habib di bawa masuk dalam ruang perawatan. Kutundukkan wajah menatap lantai sambil kedua tangan bertumpu di atas lutut.Berkali-kali ku hela nafas agar sesak di dada sedikit berkurang. Aku sedang dalam keadaan bersedih. Baru beberapa jam yang lalu Habib keluar dari rumah sakit, sekarang harus kembali lagi di rawat. Entah biaya dari mana lagi aku mendapatkan untuk membiayai perobatannya kali ini."Bunda, apa Abang akan baik-baik saja?" pertanyaan Nara terlontar dengan polosnya.Pertanyaan Nara menyentakku yang secara tidak sada

    Last Updated : 2021-10-07
  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 15 Fitnah

    Rencananya Habib akan dibawa pulang setelah dokter Raka menyatakan sembuh. Kesehatan Habib kian memperlihatkan kemajuan. Badannya sudah terlihat segar. Bahkan, wajahnya tidak terlihat pucat. Dokter Raka memberiku resep untuk menebus obat Habib di apotik depan yang ada di rumah sakit ini. Sebelum pulang aku terlebih dahulu menebus resep di apotik depan. Sementara Nara aku titipkan pada Ustaz Rahman. Aku berjalan melewati lapangan parkir untuk menuju apotik yang terletak di seberang rumah sakit. Kenderaan yang terparkir berjejer memenuhi lahan parkiran. Sekilas mataku menatap mobil Mercedes Benz C-Class Sedan seharga milyaran rupiah. Didalam mobil Mas Anan terlihat duduk menyandarkan kepalanya. Pelipisnya masih dibalut perban akibat cedera. Tapi, Sarah tidak ada bersamanya dalam mobil. Aku melintas melewati mobil mas Anan, ia menatap kosong ke arah apotik yang ada di depannya. Netra Mas Anan

    Last Updated : 2021-10-07

Latest chapter

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 102 Tamat

    Bab 102 TamatMendung bergelayut manja disertai hujan gerimis saat itu. Aku dan rombongan Ustaz Rahman tiba di pelabuhan. Tuan Saga dan anak buahnya memutuskan untuk berpisah. Mereka kembali ke asalnya. Kemudian, kita meminjam telepon seseorang untuk menghubungi pondok pesantren. Agar mereka menjemput di daerah dermaga. Sudah lebih dari satu bulan kami menghilang. Ketika menghubungi pihak pondok, mereka terkejut melihat kami bisa selamat sampai tujuan. Tak lama kemudian, Ustaz Dian dan rombongan Kyai Lukman datang menjemput. Sengaja tidak aku hubungi Habib dan Nara ingin membuat kejutan. Juga Syawal yang mungkin saat menghilang mengkhawatirkan keadaanku."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Ustaz Dian."Ustaz Rahman menyambut sahabatnya dengan penuh suka. Mereka saling berpelukan satu sama lain. Senang rasanya bisa melihat mereka lagi kembali akrab. "Aku tidak percaya kalian bisa kembali dengan selamat sampai di sini," ucap Ustaz Dian."Alhamdulilah. Berkata kemurahan yang di atas ka

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 101 Kembali ke Asal

    Bab 101 Kembali ke AsalAku mundur satu langkah ke belakang. Namun Jirayu masih mendekat hingga nyaris tidak ada jarak di antara kami. Malam ini, adalah malam pengantin kami sudah pasti dia meminta haknya sebagai suami. Dia menatapku dalam diam. Tatapan gelapnya terlihat sangat menakutkan seperti ingin membunuhku. Kemudian, aku menyapanya dengan suara bergetar."Apa yang akan Anda lakukan, Tuan Jirayu?"Saat itu, aku baru menyadari dia sudah membuka baju kebesarannya. Setengah tubuhnya sudah telanjang dan memperlihatkan dadanya yang kekar. "Kau harus mengganti bajumu. Atau kau akan tidur dengan pakain seperti Cleopatra?""Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Jirayu. Aku kira Anda tidak perlu begitu."Sambil mengatakan itu, Jirayu memberikan sebuah gaun baju tidur. Bahannya sangat halus seperti kain sutra. Namun tipis dan transparan bisa tembus pandang. Dia tentu sudah mempersiapkan semua ini untuk malam pengantin kami."Ha!" Jirayu tersenyum meremehkan. "Kenapa kau sangat tegang begi

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 100 Pernikahan

    Bab 100 Pernikahan Aku masih melihat tatapan Tuan Jirayu dengan penuh nafsu. Meski dia bukan pria yang berumur tua, namun membuatku merasa jijik. Tuan Jirayu berasal dari negeri Thailand, tetapi dia pemeluk agama islam. Dia membawaku ke negaranya. Berbagai pemandangan telah kulihat selama berada di negeri Gajah Putih. Dia memperlakukanku seperti seorang ratu di sini. Bukan berarti aku suka dengan sikapnya. Tuan Jirayu telah mempunyai istri enam. Dia bermaksud ingin menjadikanku istri yang ke tujuh. Saat itu, pesta iringan pengantin diadakan di aula untuk menyambut pengantin wanita."Ratu Panraya, Anda akan harus memakai mahkota ini untuk acara adat." Pelayan membawakan mahkota emas dan juga gelang berkepala ular. Melihat bentuknya yang unik, aku seperti berada di dalam dunia legenda masa silam. Gelang ular emas itu dari dinasti sebelumnya. Menurut pelayan akan diberikan kepada ratu ketujuh bila raja mereka berhasil menikah untuk yang ketujuh kalinya. Sialnya, aku adalah ratu terak

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 99 Tuan Jirayu

    Bab 99 Tuan JirayuJantungku berdetak dengan kencang. Ketika Tuan Saga membawaku ke sebuah bar. Di sana ada pria Thailand yang wajah mirip dengan artis Prin Supirat. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Kulitnya putih, hidungnya juga mancung. Matanya sipit mirip penduduk Korea. "Tuan Jirayu, saya bawakan wanita cantik untuk Anda. Silahkan sepuasnya untuk mengobrol dengannya."Pria bernama Jirayu tersenyum. Dia berbicara dengan Tuan Saga menggunakan bahasa Thailand. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan apa. Namun dari tatapan Jirayu, jelas dia punya niat tidak baik. Tatapan matanya liar penuh dengan nafsu. Dia memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Hei, kau. Tuan Jirayu menyukaimu. Beruntung sekali dirimu malam ini. Layani dia dengan baik. Kau akan menjadi ratu yang dimanjakan.""Tuan Saga, sepertinya kau memilih orang yang salah. Aku tidak sudi melayani pria mesum seperti Tuan Jirayu.""Kau pasti akan menyesal telah menolak tawaran Tuan Jirayu, Nyonya Ayi.""Mengapa

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 98 Bajak Laut

    Bab 97 Bajak LautKapal nelayan yang membawa kita langsung menuju ke tengah laut. Beberapa dari anak buah kapal memperhatikan kami dengan tatapan aneh. Namun Ustaz Rahman segera mencairkan suasana untuk meredakan ketegangan.Angin laut bertiup kencang, ombak setinggi dua meter menghantam kapal yang sedang kami tumpangi. Kapten yang memimpin anak buahnya segera melihat apa yang terjadi. Dari kejauhan, terlihat bendera putih dari negara lain. Di sebelahnya jelas, bendera milik negara Thailand. Sedikit terkejut dengan bendera yang berkibar di tengah lautan. Mengapa ada penyusup dari negara Thailand masuk ke perairan Utara. Aku melihat mereka seperti penyusup. Tapi siapakah yang sudah memberi peluang negara Gajah Putih. "Tuan Sadam, sepertinya itu kapal dari Thailand. Mereka sedang mendekat ke arah kita sekarang," ucap Ustaz Rahman. Mata Tuan Sadam langsung tertuju kepada dua kapal nelayan yang saling berjajar bersebelahan. "Ustaz Rahman, kau benar. Mereka adalah penyusup yang sering m

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 97 Kami Selamat

    Bab 97 Kami SelamatAngin laut melambai mempermainkan hijabku ke sana ke sini. Udara di bibir pantai terasa menusuk tulang. Aku merasakan tubuhku menggigil kedinginan. Bibirku gemetar merasakan sakit yang luar biasa. Mungkin inilah saatnya ajalku tiba. Namun kenapa harus mati di sini? Bagaimana nanti jika jasadku tidak bisa dikuburkan dengan layak. Aku masih berharap akan ada keajaiban yang akan menyelamatkan kami dari pulau kecil ini.Sudah beberapa hari kami bertahan di tempat ini. Namun tidak ada tanda-tanda kapal penyelamat akan datang. Ustaz Rahman sudah baikan dan sembuh dari luka-lukanya karena terhempas kapal. Kini, giliranku yang harus sekarat di tempat ini. Entah untuk berapa lama aku bisa bertahan. "Ayi, bertahanlah. Aku akan berusaha mencari bantuan di sekitar sini," ucap Ustaz Rahman berbisik. Samar aku mendengar suaranya penuh kekhawatiran. Beberapa saat aku terdiam, dan hanya bersandar pada pohon kelapa yang hampir rubuh. Lama menanti, tetapi dia tak kunjung kembali.

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 96 Seandainya

    Bab 96 Seandainya Hujan turun dengan deras di atas permukaan air laut. Prediksi mengatakan hari ini cerah. Namun entah kenapa tiba-tiba air laut menjadi pasang. Ombak bergulung-gulung setinggi empat meter menyapu sampan kecil yang kami tumpangi. Hingga pecah dan menenggelamkan penumpangnya. Kayu untuk mengayuh sampan ini tidak kuasa melawan arus. Meski dua tenaga orang dewasa sudah dikerahkan. Ustaz Rahman dan nelayan akhirnya harus menyerah. Membiarkan sampan terbawa arus dan pecah. Kami semua panik, terutama aku yang baru pertama kali menyeberang di lautan luas. Terbiasa hidup di darat membuatku tidak nyaman dalam situasi ini.Aku ingat Tuhan pada Sang Pencipta. Aku juga ingat pada masa laluku yang suram. Ketika hidupku bersama Anan. Aku berdoa di dalam hati, mudah-mudahan akan dikabulkan hingga doaku bisa menembus langit ketujuh. Sebelum ajal menjemputku, aku ingin melihat anak dan cucu. "Jangan panik, Ay. Aku akan menolongmu." Ustaz Rahman menggapai tanganku. Dia menggenggam y

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 95 Perjalanan

    "Bunda jadi berangkat ke Aceh?""Jadi, Nak. Ini kan kegiatan sekolah untuk study tour. Semua ustaz dan para guru akan menemani santri. Hanya murid kelas sembilan saja yang berangkat. Semuanya berjumlah enam puluh orang." Aku menjawab sambil menyusun pakaian ke tas ransel. Habib hanya terdengar menarik napas panjang ketika dia melihatku. Seolah sedang ada pikiran yang mengganggu jiwanya. "Aku tidak setuju sebenarnya melihat Bunda pergi ke sana." "Loh kenapa? Bunda kan pergi karena tugas. Bukan karena ingin jalan-jalan. Ini adalah kegiatan perpisahan murid-murid kelas sembilan. Tidak tiap bulan kita pergi.""Perasaan Habib kali ini tidak enak, Bun.""Sepertinya kamu harus banyak- banyak istigfar, Nak. Bunda tidak ingin kamu berburuk sangka dengan yang di atas."Habib hanya diam tak ingin melanjutkan debat lagi denganku. Alasan apa pun tidak akan bisa mencegahku untuk berangkat. Bagaimana mungkin aku mengabaikan anak-anak. Mereka sudah menyelesaikan pendidikan tiga tahun di pondok pes

  • Istri Yang Tak Dirindukan   Bab 94 Malaikat Penolong

    "Astagfirullah!" Aku menjerit ketika sebuah mobil sedan menyerempet dari samping. Motorku langsung jatuh dan menabrak trotoar. Darah segar langsung mengalir dari kaki. Seorang pria dan wanita langsung turun menghampiri. Tapi yang membuatku terkejut adalah perempuan yang ada di sampingnya. Tak lain adalah Nurul. Dia dengan sombongnya melangkah mendekat, dan mencecar dengan kata-kata kasar."Hei kalau jalan pakai mata! Sudah tahu ini tempat umum, masih jalan pakai melamun." Cibirnya dengan nada tinggi."Maaf, ya? Aku sudah jalan di pinggir. Tapi mobil yang kalian kemudikan telah menyalip jalanku.""Tuh kalau orang miskin pasti cari-cari alasan untuk memeras orang kaya.""Ma, sudahlah. Jangan bertengkar di jalan. Ini tempat umum. Malu dilihat orang.""Perempuan miskin seperti dia memang harus diberi pelajaran, Pa. Biar gak kurang ajar minta biaya pengobatan dan biaya kecelakaan.""Aku rasa di sini aku yang jadi korbannya. Tapi kamu bukannya meminta maaf malah mencela.""Ha!" Nurul menc

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status