Share

Bab 171

Author: Lee Sizunii
last update Huling Na-update: 2025-02-16 20:41:07

Setelah dua minggu menikmati hawa tropis Hawaii, Valeria akhirnya kembali ke Milan. Langit kota itu tampak kelabu, berbeda jauh dengan cerahnya matahari yang selalu menyinari pantai Waikiki. Udara dingin menyambutnya saat dia melangkah keluar dari bandara, tapi dia tetap terlihat tenang. Tidak ada perubahan besar dalam ekspresinya, hanya saja auranya terlihat lebih segar.

Morgan dan Anna berjalan di belakangnya sambil bercanda satu sama lain. Anna masih membawa nuansa Hawaii dalam dirinya—terlihat dari gaun berwarna cerah yang dia kenakan, sandal santai di kakinya, dan cara bicaranya yang lebih lepas daripada biasanya. Sedangkan Morgan, tetaplah Morgan. Pria itu tampak rapi seperti biasa, mengenakan jas hitam yang kontras dengan suasana santai yang Anna pancarkan.

Saat mereka tiba di rumah keluarga Morreti, suasana langsung berubah menjadi lebih hangat. Elena, Lorenzo, Roberto, dan Giulia sudah menunggu di ruang makan. Mereka tampak bersemangat menyambut kepulangan Valeria dan teman-t
Locked Chapter
Patuloy ang Pagbabasa sa GoodNovel
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 172

    Di tengah keheningan malam, suara sirene ambulans memecah kesunyian di depan rumah sakit. Lampu merah biru berkedip-kedip liar, memberikan kesan darurat yang tak terbantahkan.Beberapa tenaga medis bergegas keluar dari kendaraan dengan tandu yang membawa seorang wanita dalam keadaan kritis. Sofia, wajahnya penuh luka lebam dan darah yang mengering, terbaring dengan nafas lemah di atas tandu. Tubuhnya dipenuhi perban sementara dokter berlari masuk ke dalam ruang gawat darurat, meneriakkan perintah kepada perawat yang segera menyiapkan ruang operasi.Di luar ruang operasi, Isabella duduk dengan wajah pucat, kedua tangannya menggenggam erat jemari Julian. Wanita itu tampak bergetar, matanya merah dan penuh kekhawatiran. Dia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa putrinya harus melalui penderitaan ini.Julian sendiri duduk dengan ekspresi tegang, tangannya dikepalkan di atas lututnya. Dia menundukkan kepala, pikirannya bercampur aduk.Mereka baru saja mendapatkan kabar dari penjara jik

    Huling Na-update : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 173

    Hari itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Valeria mengendarai mobilnya menuju markas. Matahari sore mulai condong ke barat, mewarnai langit dengan semburat jingga yang indah, tetapi tak mampu menghilangkan kekosongan yang bersemayam di dalam hatinya.Begitu tiba di markas, Valeria turun dari mobil dengan langkah tegas. Dia mengenakan mantel panjang berwarna hitam yang sedikit berkibar tertiup angin sore. Semua anak buah di sana sudah terbiasa dengan kedatangannya, sehingga tak ada yang berani menghalangi langkahnya saat dia menuju ruangan Salvatore.Dante, salah satu anak buah Salvatore yang paling setia, berdiri di depan pintu ruangan. Begitu melihat Valeria mendekat, dia hanya mengangguk kecil dan langsung membukakan pintu tanpa perlu bertanya."Tidak ada perkembangan?" tanya Valeria sambil melangkah masuk.Dante menggeleng. "Belum ada pergerakan mencurigakan dari Alessio. Orang-orang kita masih mencari petunjuk, tetapi hasilnya nihil."Valeria menghela napas panjang. Kecewa dan

    Huling Na-update : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 174

    "Ugh!" Salvatore merintih kesakitan di atas ranjangnya.Malam ini, langit mengamuk. Hujan deras mengguyur vila dengan derasnya, menciptakan suara gemuruh yang menggema di seluruh penjuru.Petir menyambar tajam, menerangi kegelapan sesaat sebelum kembali ditelan malam. Angin kencang berdesir, menghantam jendela dengan suara mencekam.Di dalam kamar yang remang-remang, Salvatore meraung kesakitan. Keringat dingin membasahi tubuhnya.Tangannya mencengkeram seprai dengan erat, jari-jarinya menggenggam kain seolah mencoba bertahan dari rasa sakit yang melumpuhkan. Kepalanya seakan dihantam palu berulang kali, denyut yang menyiksa itu membuatnya ingin berteriak lebih keras, tapi suaranya tercekat di tenggorokan.Tubuhnya bergetar hebat. Dia mencoba bangkit, tapi kedua kakinya yang lumpuh tak memberinya kesempatan untuk melarikan diri dari penderitaan ini.Dia hanya bisa terbaring, merasakan rasa sakit itu menyerang tanpa ampun. Napasnya tersengal-sengal, matanya berkabut, dan pikirannya dip

    Huling Na-update : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 175

    Valeria kembali ke markas—lagi. Rutinitas ini dimulai tanpa ia sadari. Awalnya hanya sesekali, tetapi kini hampir setiap hari. Dia bosan di rumah, dan lebih dari itu, dia merindukan Salvatore.Di sini, di ruangan milik pria itu, dia bisa merasa sedikit lebih dekat dengannya. Seperti biasa, Valeria duduk di kursi besar Salvatore, tangannya bermain di atas meja kayu yang kokoh.Tak ada yang benar-benar berubah di ruangan ini. Bau khas yang biasa memenuhi tempat ini masih sama—aroma kayu, wangi tembakau samar yang tertinggal, serta kesan kuat yang ditinggalkan pemiliknya.Hari ini, dia tak melakukan apa-apa selain menatap jendela besar di sampingnya.Hujan semalam membuat kota tampak lebih dingin. Langit masih kelabu, dan suasana di luar terasa tenang. Namun, bagi Valeria, keheningan ini justru membuatnya ingin mencari sesuatu untuk diisi.Pintu diketuk pelan, lalu terbuka. Dante masuk dengan sebuah nampan di tangannya, membawa secangkir teh hangat."Teh, Nyonya Valeria."Valeria menole

    Huling Na-update : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 176

    Pagi itu, suasana di ruang makan terasa berbeda dari biasanya. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, menerangi meja makan panjang yang dipenuhi hidangan sarapan.Salvatore duduk di ujung meja, wajahnya seperti biasa—dingin dan sulit ditebak. Tangannya perlahan mengaduk kopi hitam di cangkir porselen, sementara matanya tetap tertuju pada meja tanpa banyak bicara.Di seberangnya, Amara tampak lebih tenang dari biasanya. Tidak ada tingkah centilnya, tidak ada suara manjanya yang biasa. Kali ini, dia hanya duduk dengan sopan, menatap piringnya sebelum sesekali melirik ke arah Salvatore.Namun, ada satu hal lain yang jelas terlihat—sesekali, tatapan Amara melayang ke arah Alessio yang duduk di sampingnya. Tatapan penuh ketakutan.Alessio sendiri tampak biasa saja. Pria itu menikmati sarapannya tanpa banyak bicara, seperti seseorang yang sama sekali tidak peduli dengan suasana tegang di ruangan itu.Amara menarik napas pelan sebelum akhirnya berbicara. "Bagaimana keadaanmu, Salvatore

    Huling Na-update : 2025-02-17
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 177

    Siang itu, langit mendung menggantung di atas vila megah tempat Salvatore dikurung. Udara terasa lembab setelah hujan turun beberapa saat yang lalu, dan suara dedaunan kelapa bergemerisik diterpa angin.Salvatore duduk di halaman belakang, mencari tempat tersembunyi di balik pohon kelapa yang rimbun. Ia tahu, setiap sudut vila ini dipantau oleh kamera pengawas, tetapi di sinilah satu-satunya titik buta.Sambil menghela napas dalam, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi roda. Rasa sakit masih bersarang di tubuhnya, terutama di kakinya yang belum sepenuhnya pulih.Dari kejauhan, Jackson berdiri dengan posisi siaga, memperhatikan keadaan sekitar. Salvatore menatapnya sebentar sebelum memberikan perintah singkat."Panggil Suan. Aku mau minum obat."Jackson mengangguk cepat dan segera pergi.Tak butuh waktu lama, Suan datang dengan langkah hati-hati. Ia membawa obat di tangannya, tetapi ekspresinya tidak hanya sekadar seorang perawat yang datang untuk merawat pasien.Saat duduk di

    Huling Na-update : 2025-02-17
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 178

    Hujan turun deras ketika Valeria melaju kencang menuju markas Il Leone d’Ombra. Setiap tetesan air yang menghantam kaca mobilnya terasa seperti peringatan akan badai besar yang akan datang. Pesan dari Dante terus terngiang di pikirannya."Ada pergerakan aneh di markas. Bawahan setia Antonio mulai mengeluarkan surat perintah untuk bergerak."Valeria mengeraskan rahangnya. "Alessio ..., ini pasti berhubungan dengannya," desisnya penuh kecurigaan.Dia tidak bodoh. Sejak awal, dia tahu Alessio bukan sekadar ancaman biasa. Pria itu terlalu licik dan terlalu berbahaya.Sejak dia tahu mungkin Alessio ada hubungannya dengan hilangnya Salvatore, Valeria berniat mencari pria itu. Jika semua jalan ke arah Salvatore tidak ditemukan, maka setidaknya dia harus mencari Alessio, Antonio atau bahkan Amara, karena mereka mungkin memiliki sebuah petunjuk. Mereka bertiga menghilang hampir secara bersamaan dengan hilangnya Salvatore.Itu sebabnya akhir-akhir ini Valeria ikut memantau pergerakan Alessio de

    Huling Na-update : 2025-02-17
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 179

    Valeria duduk di kursi ruang kerja Salvatore, jantungnya berdebar tak karuan. Di tangannya, gulungan kertas yang diberikan Firgo terasa lebih berat daripada yang seharusnya. Seakan di dalamnya tersembunyi rahasia yang dapat mengubah segalanya.Tangan Valeria sedikit gemetar saat dia membuka lembar pertama.Tulisan tangan Antonio memenuhi halaman pertama, garis-garis tinta yang kuat dan tegas mencerminkan keteguhan pria itu.Mata Valeria mulai menelusuri tulisan-tulisan itu dengan penuh perhatian.—Hari pernikahan Salvatore.Antonio menulis bagaimana dia mengawal mereka dari kejauhan. Dia tidak pernah mempercayai keadaan sepenuhnya, terutama karena Alessio masih berkeliaran.Lalu, datanglah kejadian yang menghancurkan segalanya—kecelakaan itu.Salvatore tertabrak truk dengan kekuatan luar biasa.Jari-jari Valeria mencengkeram kertas lebih erat, bayangan hari itu kembali memenuhi pikirannya.Antonio mengejar sopir truk itu tanpa ragu. Dia tidak tinggal diam. Dia menangkap pria itu dan m

    Huling Na-update : 2025-02-17

Pinakabagong kabanata

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 195

    Matahari siang di Milan menyinari jendela kamar rumah sakit, menciptakan bayangan lembut di lantai keramik putih. Sofia duduk di tepi ranjangnya, jemarinya gemetar saat merapikan pakaian ke dalam koper kecil. Tubuhnya sudah membaik, dan sesuai keputusan pengadilan, hari ini dia harus kembali ke penjara.Isabella, ibunya, dengan sabar membantu melipat baju dan memasukkannya ke dalam koper. Namun, keheningan di antara mereka terasa berat.Tak ada lagi percakapan ringan atau tawa seperti dulu. Hanya suara gesekan kain dan resleting koper yang mengisi ruangan.Pintu kamar terbuka perlahan. Julian, muncul di ambang pintu dengan ekspresi datar. "Mom, dokter memanggilmu," katanya singkat.Isabella menoleh, sejenak ragu. "Julian, tolong bantu adikmu berkemas, ya? Mommy akan segera kembali."Tanpa menunggu jawaban, Isabella melangkah keluar, meninggalkan Julian dan Sofia berdua.Julian mengambil alih koper, tangannya dengan terampil memasukkan barang-barang Sofia tanpa suara. Gerakannya efisie

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 194

    Musim semi di Jepang selalu memancarkan pesona tersendiri. Bunga sakura yang bermekaran, angin sepoi-sepoi yang membawa harum bunga, dan sinar matahari yang hangat menyelimuti halaman rumah sakit.Valeria duduk di kursi roda, menikmati pemandangan itu dengan senyum tipis di wajahnya. Firgo mendorong kursi rodanya perlahan, memastikan Valeria merasa nyaman."Indah, ya?" gumam Valeria, matanya tak lepas dari kelopak bunga sakura yang beterbangan tertiup angin."Memang," jawab Firgo. "Seindah keberanianmu malam itu. Kau tahu, aku masih tidak habis pikir kenapa kau begitu nekat."Valeria menoleh, keningnya sedikit berkerut. "Kau marah padaku?""Bukan marah." Firgo menghela napas. "Lebih ke jengkel. Kau tidak memikirkan keselamatanmu sendiri dan itu membuat panik seluruh pasukan saat melihatmu berlari ke arah Tuan Salvatore dan menodong pria yang menyerangnya dengan pistol. Tapi ..., aku salut. Kau benar-benar berbeda dari kebanyakan wanita."Valeria tersenyum. "Aku hanya melakukan apa yan

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 193

    Antonio berdiri di samping brankar tidurnya, tubuhnya yang masih dipenuhi perban bergerak perlahan saat dia mengganti pakaian rumah sakit dengan setelan kasual. Luka-luka di tubuhnya masih terlihat jelas, namun dia sepertinya tidak terganggu dengan itu. Pintu kamar rawat terbuka perlahan, dan Salvatore masuk dengan langkah hati-hati."Kau sudah mau pergi?" tanya Salvatore dengan nada khawatir.Antonio tersenyum tipis. "Aku sudah terlalu lama di sini. Ada banyak hal yang harus kuurus."Salvatore berjalan mendekat, meski kakinya masih gemetar, ia mencoba menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. "Biar aku yang bantu. Apa yang bisa kulakukan?""Tidak perlu." Antonio menggeleng pelan, memasukkan kemejanya ke dalam celana. "Kau percayalah padaku. Aku akan mengurus semuanya. Saat ini, yang perlu kau lakukan adalah fokus pada kesembuhanmu."Salvatore menghela napas. "Tapi—""Jangan khawatir." Antonio menepuk bahu Salvatore, "kita sudah sejauh ini. Kau hanya perlu pulih dulu. Biar aku yang jaga se

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 192

    Sinar matahari sore menembus jendela rumah sakit, memberikan kilau hangat di ruangan putih yang biasanya terasa dingin. Salvatore mendorong pintu perlahan, mencoba tidak membuat suara yang mengganggu. Matanya langsung tertuju pada Valeria, yang masih terbaring di ranjangnya dengan wajah pucat namun tersenyum manis begitu melihatnya."Hei," sapa Salvatore dengan lembut.Valeria langsung menoleh ke arahnya dan tersenyum ceria. Senyuman itu—senyuman yang sejak dulu selalu membuatnya merasa tenang, Salvatore mengingat rasa itu. Namun senyuman itu kini justru membuat dadanya berdegup lebih kencang.Valeria membalas sapaan itu dengan suara pelan. "Kau kembali.""Ya, bagaimana keadaanmu? Merasa lebih baik?"Valeria mengangguk pelan. "Hm, lebih baik daripada kemarin."Salvatore mengangkat kantong belanja di tangannya. "Aku membawakanmu makanan dan buah-buahan. Juga susu vanilla, seperti yang kau inginkan."Tatapan Valeria berbinar. "Susu vanilla? Kau ingat?"Salvatore tersipu, meletakkan bara

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 191

    Firgo mengetuk pintu kamar rawat inap Valeria sebelum masuk. Wajahnya tenang, tetapi matanya menyiratkan kekhawatiran. Dia menyerahkan telepon genggamnya kepada Valeria. "Morgan ingin bicara."Valeria mengangkat alis, "Oh, sepertinya akan ada sesi ceramah gratis."Begitu telepon menempel di telinganya, suara Morgan langsung terdengar—keras dan penuh emosi."Valeria! Apa yang kau pikirkan?! Pergi tanpa bilang apa-apa, ikut operasi berbahaya dalam keadaan hamil pula! Kau tahu betapa gilanya aku mencari-cari kabar tentangmu?!"Valeria menarik napas panjang, memegang telepon dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dengan lembut mengelus perutnya yang masih terasa perih. "Aku baik-baik saja, Morgan. Kau tidak perlu berteriak begitu.""Jangan bilang aku tidak perlu berteriak! Kau pikir ini lelucon? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?! Dan bayi itu?!" Di ujung sana Morgan sedang mondar-mandir di lobi markas Il Leone d'Ombra.Senyum kecil menghiasi wajah Valeria. "Bayi ini baik-baik s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 190

    Valeria membuka matanya perlahan. Cahaya lampu kamar rawat terasa menyilaukan, tetapi bukan itu yang membuatnya tercekat. Di sampingnya, Salvatore duduk dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Tatapan pria itu tajam, tetapi terselip kegelisahan yang sulit disembunyikan."Salvatore ...." Suara Valeria serak, hampir berbisik. "Bagaimana dengan bayiku?"Begitu mendengar suaranya, Salvatore langsung menggenggam tangannya erat. "Kau sudah sadar? Dia ..., baik-baik saja."Valeria menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sakit di perutnya masih terasa, tetapi lebih dari itu, ada perasaan lain yang membuat dadanya sesak—haru, rindu, dan kelegaan yang begitu mendalam.Salvatore ada di sini.Tangannya gemetar saat dia mengangkatnya, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. "Aku ..., aku pikir aku tak akan pernah melihatmu lagi." Suaranya pecah dalam isakan kecil.Salvatore mengeraskan rahangnya, menahan emosinya sendiri. "Aku di sini. Aku ..., tidak akan ke mana-mana."Air mata Valeria ak

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 189

    Malam di Milan terasa dingin. Julian berjalan keluar dari rumah sakit dengan langkah tenang, tetapi pikirannya kacau. Ibunya masih di dalam, menjaga Sofia—adiknya yang telah menghancurkan hidupnya. Sang ayah, Giovani, bahkan tak peduli lagi dengan keluarga mereka sejak nama besar Ricci runtuh.Saat Julian hendak berjalan ke mobilnya, suara familiar menghentikan langkahnya."Julian?"Dia mendesah pelan, lalu menoleh. Margareta berdiri tak jauh darinya, mengenakan mantel mahal yang dulu mungkin ia beli dari uang Julian sendiri. Wajah wanita itu masih sama—cantik, angkuh, penuh percaya diri. Tapi Julian tak lagi melihatnya seperti dulu."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya datar.Margareta tersenyum, mendekatinya dengan langkah gemulai. "Aku kebetulan lewat. Lalu aku melihatmu ..., jadi aku ingin menyapa."Julian mengangkat alis. "Kebetulan lewat di rumah sakit, malam-malam begini?" Nada suaranya terdengar sarkastik.Margareta tertawa kecil. "Aku ingin tahu ..., bagaimana keadaanmu s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 188

    Begitu roda pesawat menyentuh landasan Jepang, Salvatore segera bangkit dari kursinya. Dia tak peduli pada tubuhnya yang masih lemah, langkahnya langsung mengikuti para anak buah yang membawa Valeria ke luar pesawat dengan tandu.Udara malam Jepang yang dingin menusuk kulit, tetapi keringat dingin tetap mengalir di pelipisnya. Mereka semua bergerak cepat menuju kendaraan yang sudah disiapkan. Firgo sudah lebih dulu mengatur segalanya—termasuk mencari rumah sakit yang aman, tempat dokter-dokternya bisa dibayar untuk menutup mulut.Di perjalanan menuju rumah sakit, Salvatore duduk diam di samping Valeria. Matanya terus mengamati wajah wanita itu. Wajah yang seharusnya asing, tetapi justru terasa familiar. Wajah yang entah mengapa, menjadi yang pertama muncul dalam pikirannya saat dia mulai sadar dari kegelapan ingatannya yang hilang.Jika dia istriku… berarti aku sangat mencintainya, bukan?Tapi kenapa? Kenapa dia tidak bisa mengingatnya?Salvatore menggigit bibir bawahnya, frustrasi de

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 187

    Di dalam pesawat pribadi yang terbang di atas Samudra Pasifik, suasana terasa tegang. Lampu-lampu kabin berpendar samar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di wajah-wajah yang kelelahan dan terluka.Di salah satu kursi, Valeria terbaring lemah dengan napas tersengal. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi dahinya, dan matanya sesekali terpejam menahan rasa sakit. Wanita itu sudah setengah kehilangan kesadarannya. Darah masih merembes dari perban darurat yang melilit perutnya, bukti dari luka yang Alessio tinggalkan.Salvatore duduk di sampingnya, menggenggam erat tangannya yang juga berlumuran darah. Jari-jarinya sedikit gemetar, bukan karena rasa takut, melainkan karena sesuatu yang mengusik pikirannya.Dia masih belum sepenuhnya memahami kenapa melihat Valeria seperti ini membuat hatinya terasa seakan diremas. Sebuah perasaan yang familiar, namun asing pada saat yang bersamaan.Antonio, yang duduk tak jauh dari mereka, tampak lelah dengan luka di lengannya yang terus mengalirk

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status