Share

Bab 167

Penulis: Lee Sizunii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-15 21:04:08

Salvatore terjebak dalam kegelapan. Namun, perlahan, bayangan samar mulai terbentuk.

Di hadapannya, seorang wanita berdiri. Dia tersenyum manis, terlalu cantik untuk menjadi nyata.

Rambut panjangnya tergerai lembut, matanya bersinar dengan kehangatan yang entah mengapa terasa begitu familiar. Salvatore ingin menyebut namanya. Siapa dia?

Namun, tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Wanita itu hanya menatapnya penuh kasih, seolah mereka memiliki banyak kenangan bersama.

Lalu, mimpi itu berganti. Kini, Salvatore berdiri di tengah-tengah sebuah pesta.

Di hadapannya, wanita yang sama berdiri dengan gaun hitam anggun. Hatinya berdebar. Tangannya menggenggam kotak kecil.

Dia membukanya perlahan, menampakkan cincin berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu-lampu mewah.

"Maukah kau menikah denganku?" suaranya bergetar dengan emosi.

Dia bersimpuh di hadapan wanita itu, menyematkan cincin di jari manisnya. Wanita itu tersenyum bahagia, lalu menariknya ke dalam pelukan. Ciuman mendarat d
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 168

    Valeria duduk di kursi pantai, memandangi ombak yang bergulung dengan mata kosong. Pikirannya masih tertuju pada telepon kemarin. Sesuatu sedang terjadi di markas, tapi tanpa informasi lebih lanjut, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu.Anna, yang sedari tadi mengamati sahabatnya itu, menghela napas keras. "Aku sudah muak melihat wajah melasmu, Val!" serunya sambil menjatuhkan diri ke kursi sebelah. "Kita sudah di Hawaii, di Waikiki! Liburan, Val! Bisa nggak, sih, kita berhenti berpikir tentang Milan, pekerjaan, dan semua hal membosankan itu?"Valeria hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap laut. Dia seperti tidak dengar apa kata Anna barusan.Anna mendengus. "Aku nggak akan membiarkanmu merusak liburan ini!" ujarnya dengan mata berbinar penuh tekad.Morgan, yang duduk tidak jauh dari mereka, menutup bukunya dan menatap Anna dengan curiga. "Apa lagi yang kau rencanakan?" tanyanya dengan nada datar.Anna menyeringai. "Kau akan lihat."Satu jam kemudian...Anna menyeret Val

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 169

    Salvatore duduk di atas kursi rodanya, matanya memandang lurus ke arah lautan luas yang membentang di depan vila. Angin berembus pelan, membawa aroma asin khas laut dan suara deburan ombak yang menenangkan.Namun, ketenangan itu tidak berarti apa-apa baginya. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Dia harus berbicara dengan Suan.Dia tahu, Alessio memasang CCTV di dalam kamarnya. Itu sebabnya dia memilih halaman belakang vila yang jauh dari pengawasan kamera. Di tempat ini, dia bisa berbicara tanpa takut diawasi. Setidaknya, itulah yang dia harapkan.Tak lama, Suan datang membawa nampan kecil berisi obat-obatan. "Waktunya minum obat, Tuan Salvatore," ucap Suan dengan nada datar seperti biasa.Namun, sebelum Salvatore bisa menjawab, Jackson sudah lebih dulu muncul dan berdiri di dekat mereka. Salvatore menahan rasa frustrasinya. Dia ingin berbicara dengan Suan, tapi kehadiran Jackson membuatnya tidak leluasa."Aku tidak suka diperlakukan seperti pasie

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 170

    Malam merayap pelan di luar jendela vila, menyelimuti langit dengan kegelapan pekat yang hanya diterangi sinar bulan samar. Di dalam kamar Salvatore yang remang, suara langkah kaki terdengar halus mendekati ranjangnya. Itu adalah Suan, seperti biasa, datang membawa obat untuknya.Salvatore menatap pria itu tanpa ekspresi, tapi ada kilatan waspada di matanya. Dia sudah terbiasa dengan rutinitas ini. Suan akan datang, menyerahkan obatnya, dan di sela-sela itu, dia akan menyelipkan selembar kertas kecil berisi informasi yang sangat Salvatore butuhkan.Suan tidak berbicara. Dia hanya meletakkan segelas air dan dua butir pil di atas meja samping tempat tidur. Gerak-geriknya sangat tenang, terlalu tenang. Namun, Salvatore tahu, di balik wajahnya yang selalu datar, ada sesuatu yang ingin disampaikan.Ketika Suan hendak menarik tangannya setelah meletakkan obat, jari-jarinya dengan cepat menyelipkan selembar kertas kecil di bawah gelas. Salvatore yang sudah terbiasa dengan metode ini sejak ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 171

    Setelah dua minggu menikmati hawa tropis Hawaii, Valeria akhirnya kembali ke Milan. Langit kota itu tampak kelabu, berbeda jauh dengan cerahnya matahari yang selalu menyinari pantai Waikiki. Udara dingin menyambutnya saat dia melangkah keluar dari bandara, tapi dia tetap terlihat tenang. Tidak ada perubahan besar dalam ekspresinya, hanya saja auranya terlihat lebih segar.Morgan dan Anna berjalan di belakangnya sambil bercanda satu sama lain. Anna masih membawa nuansa Hawaii dalam dirinya—terlihat dari gaun berwarna cerah yang dia kenakan, sandal santai di kakinya, dan cara bicaranya yang lebih lepas daripada biasanya. Sedangkan Morgan, tetaplah Morgan. Pria itu tampak rapi seperti biasa, mengenakan jas hitam yang kontras dengan suasana santai yang Anna pancarkan.Saat mereka tiba di rumah keluarga Morreti, suasana langsung berubah menjadi lebih hangat. Elena, Lorenzo, Roberto, dan Giulia sudah menunggu di ruang makan. Mereka tampak bersemangat menyambut kepulangan Valeria dan teman-t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 172

    Di tengah keheningan malam, suara sirene ambulans memecah kesunyian di depan rumah sakit. Lampu merah biru berkedip-kedip liar, memberikan kesan darurat yang tak terbantahkan.Beberapa tenaga medis bergegas keluar dari kendaraan dengan tandu yang membawa seorang wanita dalam keadaan kritis. Sofia, wajahnya penuh luka lebam dan darah yang mengering, terbaring dengan nafas lemah di atas tandu. Tubuhnya dipenuhi perban sementara dokter berlari masuk ke dalam ruang gawat darurat, meneriakkan perintah kepada perawat yang segera menyiapkan ruang operasi.Di luar ruang operasi, Isabella duduk dengan wajah pucat, kedua tangannya menggenggam erat jemari Julian. Wanita itu tampak bergetar, matanya merah dan penuh kekhawatiran. Dia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa putrinya harus melalui penderitaan ini.Julian sendiri duduk dengan ekspresi tegang, tangannya dikepalkan di atas lututnya. Dia menundukkan kepala, pikirannya bercampur aduk.Mereka baru saja mendapatkan kabar dari penjara jik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 173

    Hari itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Valeria mengendarai mobilnya menuju markas. Matahari sore mulai condong ke barat, mewarnai langit dengan semburat jingga yang indah, tetapi tak mampu menghilangkan kekosongan yang bersemayam di dalam hatinya.Begitu tiba di markas, Valeria turun dari mobil dengan langkah tegas. Dia mengenakan mantel panjang berwarna hitam yang sedikit berkibar tertiup angin sore. Semua anak buah di sana sudah terbiasa dengan kedatangannya, sehingga tak ada yang berani menghalangi langkahnya saat dia menuju ruangan Salvatore.Dante, salah satu anak buah Salvatore yang paling setia, berdiri di depan pintu ruangan. Begitu melihat Valeria mendekat, dia hanya mengangguk kecil dan langsung membukakan pintu tanpa perlu bertanya."Tidak ada perkembangan?" tanya Valeria sambil melangkah masuk.Dante menggeleng. "Belum ada pergerakan mencurigakan dari Alessio. Orang-orang kita masih mencari petunjuk, tetapi hasilnya nihil."Valeria menghela napas panjang. Kecewa dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 174

    "Ugh!" Salvatore merintih kesakitan di atas ranjangnya.Malam ini, langit mengamuk. Hujan deras mengguyur vila dengan derasnya, menciptakan suara gemuruh yang menggema di seluruh penjuru.Petir menyambar tajam, menerangi kegelapan sesaat sebelum kembali ditelan malam. Angin kencang berdesir, menghantam jendela dengan suara mencekam.Di dalam kamar yang remang-remang, Salvatore meraung kesakitan. Keringat dingin membasahi tubuhnya.Tangannya mencengkeram seprai dengan erat, jari-jarinya menggenggam kain seolah mencoba bertahan dari rasa sakit yang melumpuhkan. Kepalanya seakan dihantam palu berulang kali, denyut yang menyiksa itu membuatnya ingin berteriak lebih keras, tapi suaranya tercekat di tenggorokan.Tubuhnya bergetar hebat. Dia mencoba bangkit, tapi kedua kakinya yang lumpuh tak memberinya kesempatan untuk melarikan diri dari penderitaan ini.Dia hanya bisa terbaring, merasakan rasa sakit itu menyerang tanpa ampun. Napasnya tersengal-sengal, matanya berkabut, dan pikirannya dip

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 175

    Valeria kembali ke markas—lagi. Rutinitas ini dimulai tanpa ia sadari. Awalnya hanya sesekali, tetapi kini hampir setiap hari. Dia bosan di rumah, dan lebih dari itu, dia merindukan Salvatore.Di sini, di ruangan milik pria itu, dia bisa merasa sedikit lebih dekat dengannya. Seperti biasa, Valeria duduk di kursi besar Salvatore, tangannya bermain di atas meja kayu yang kokoh.Tak ada yang benar-benar berubah di ruangan ini. Bau khas yang biasa memenuhi tempat ini masih sama—aroma kayu, wangi tembakau samar yang tertinggal, serta kesan kuat yang ditinggalkan pemiliknya.Hari ini, dia tak melakukan apa-apa selain menatap jendela besar di sampingnya.Hujan semalam membuat kota tampak lebih dingin. Langit masih kelabu, dan suasana di luar terasa tenang. Namun, bagi Valeria, keheningan ini justru membuatnya ingin mencari sesuatu untuk diisi.Pintu diketuk pelan, lalu terbuka. Dante masuk dengan sebuah nampan di tangannya, membawa secangkir teh hangat."Teh, Nyonya Valeria."Valeria menole

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16

Bab terbaru

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 195

    Matahari siang di Milan menyinari jendela kamar rumah sakit, menciptakan bayangan lembut di lantai keramik putih. Sofia duduk di tepi ranjangnya, jemarinya gemetar saat merapikan pakaian ke dalam koper kecil. Tubuhnya sudah membaik, dan sesuai keputusan pengadilan, hari ini dia harus kembali ke penjara.Isabella, ibunya, dengan sabar membantu melipat baju dan memasukkannya ke dalam koper. Namun, keheningan di antara mereka terasa berat.Tak ada lagi percakapan ringan atau tawa seperti dulu. Hanya suara gesekan kain dan resleting koper yang mengisi ruangan.Pintu kamar terbuka perlahan. Julian, muncul di ambang pintu dengan ekspresi datar. "Mom, dokter memanggilmu," katanya singkat.Isabella menoleh, sejenak ragu. "Julian, tolong bantu adikmu berkemas, ya? Mommy akan segera kembali."Tanpa menunggu jawaban, Isabella melangkah keluar, meninggalkan Julian dan Sofia berdua.Julian mengambil alih koper, tangannya dengan terampil memasukkan barang-barang Sofia tanpa suara. Gerakannya efisie

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 194

    Musim semi di Jepang selalu memancarkan pesona tersendiri. Bunga sakura yang bermekaran, angin sepoi-sepoi yang membawa harum bunga, dan sinar matahari yang hangat menyelimuti halaman rumah sakit.Valeria duduk di kursi roda, menikmati pemandangan itu dengan senyum tipis di wajahnya. Firgo mendorong kursi rodanya perlahan, memastikan Valeria merasa nyaman."Indah, ya?" gumam Valeria, matanya tak lepas dari kelopak bunga sakura yang beterbangan tertiup angin."Memang," jawab Firgo. "Seindah keberanianmu malam itu. Kau tahu, aku masih tidak habis pikir kenapa kau begitu nekat."Valeria menoleh, keningnya sedikit berkerut. "Kau marah padaku?""Bukan marah." Firgo menghela napas. "Lebih ke jengkel. Kau tidak memikirkan keselamatanmu sendiri dan itu membuat panik seluruh pasukan saat melihatmu berlari ke arah Tuan Salvatore dan menodong pria yang menyerangnya dengan pistol. Tapi ..., aku salut. Kau benar-benar berbeda dari kebanyakan wanita."Valeria tersenyum. "Aku hanya melakukan apa yan

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 193

    Antonio berdiri di samping brankar tidurnya, tubuhnya yang masih dipenuhi perban bergerak perlahan saat dia mengganti pakaian rumah sakit dengan setelan kasual. Luka-luka di tubuhnya masih terlihat jelas, namun dia sepertinya tidak terganggu dengan itu. Pintu kamar rawat terbuka perlahan, dan Salvatore masuk dengan langkah hati-hati."Kau sudah mau pergi?" tanya Salvatore dengan nada khawatir.Antonio tersenyum tipis. "Aku sudah terlalu lama di sini. Ada banyak hal yang harus kuurus."Salvatore berjalan mendekat, meski kakinya masih gemetar, ia mencoba menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. "Biar aku yang bantu. Apa yang bisa kulakukan?""Tidak perlu." Antonio menggeleng pelan, memasukkan kemejanya ke dalam celana. "Kau percayalah padaku. Aku akan mengurus semuanya. Saat ini, yang perlu kau lakukan adalah fokus pada kesembuhanmu."Salvatore menghela napas. "Tapi—""Jangan khawatir." Antonio menepuk bahu Salvatore, "kita sudah sejauh ini. Kau hanya perlu pulih dulu. Biar aku yang jaga se

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 192

    Sinar matahari sore menembus jendela rumah sakit, memberikan kilau hangat di ruangan putih yang biasanya terasa dingin. Salvatore mendorong pintu perlahan, mencoba tidak membuat suara yang mengganggu. Matanya langsung tertuju pada Valeria, yang masih terbaring di ranjangnya dengan wajah pucat namun tersenyum manis begitu melihatnya."Hei," sapa Salvatore dengan lembut.Valeria langsung menoleh ke arahnya dan tersenyum ceria. Senyuman itu—senyuman yang sejak dulu selalu membuatnya merasa tenang, Salvatore mengingat rasa itu. Namun senyuman itu kini justru membuat dadanya berdegup lebih kencang.Valeria membalas sapaan itu dengan suara pelan. "Kau kembali.""Ya, bagaimana keadaanmu? Merasa lebih baik?"Valeria mengangguk pelan. "Hm, lebih baik daripada kemarin."Salvatore mengangkat kantong belanja di tangannya. "Aku membawakanmu makanan dan buah-buahan. Juga susu vanilla, seperti yang kau inginkan."Tatapan Valeria berbinar. "Susu vanilla? Kau ingat?"Salvatore tersipu, meletakkan bara

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 191

    Firgo mengetuk pintu kamar rawat inap Valeria sebelum masuk. Wajahnya tenang, tetapi matanya menyiratkan kekhawatiran. Dia menyerahkan telepon genggamnya kepada Valeria. "Morgan ingin bicara."Valeria mengangkat alis, "Oh, sepertinya akan ada sesi ceramah gratis."Begitu telepon menempel di telinganya, suara Morgan langsung terdengar—keras dan penuh emosi."Valeria! Apa yang kau pikirkan?! Pergi tanpa bilang apa-apa, ikut operasi berbahaya dalam keadaan hamil pula! Kau tahu betapa gilanya aku mencari-cari kabar tentangmu?!"Valeria menarik napas panjang, memegang telepon dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dengan lembut mengelus perutnya yang masih terasa perih. "Aku baik-baik saja, Morgan. Kau tidak perlu berteriak begitu.""Jangan bilang aku tidak perlu berteriak! Kau pikir ini lelucon? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?! Dan bayi itu?!" Di ujung sana Morgan sedang mondar-mandir di lobi markas Il Leone d'Ombra.Senyum kecil menghiasi wajah Valeria. "Bayi ini baik-baik s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 190

    Valeria membuka matanya perlahan. Cahaya lampu kamar rawat terasa menyilaukan, tetapi bukan itu yang membuatnya tercekat. Di sampingnya, Salvatore duduk dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Tatapan pria itu tajam, tetapi terselip kegelisahan yang sulit disembunyikan."Salvatore ...." Suara Valeria serak, hampir berbisik. "Bagaimana dengan bayiku?"Begitu mendengar suaranya, Salvatore langsung menggenggam tangannya erat. "Kau sudah sadar? Dia ..., baik-baik saja."Valeria menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sakit di perutnya masih terasa, tetapi lebih dari itu, ada perasaan lain yang membuat dadanya sesak—haru, rindu, dan kelegaan yang begitu mendalam.Salvatore ada di sini.Tangannya gemetar saat dia mengangkatnya, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. "Aku ..., aku pikir aku tak akan pernah melihatmu lagi." Suaranya pecah dalam isakan kecil.Salvatore mengeraskan rahangnya, menahan emosinya sendiri. "Aku di sini. Aku ..., tidak akan ke mana-mana."Air mata Valeria ak

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 189

    Malam di Milan terasa dingin. Julian berjalan keluar dari rumah sakit dengan langkah tenang, tetapi pikirannya kacau. Ibunya masih di dalam, menjaga Sofia—adiknya yang telah menghancurkan hidupnya. Sang ayah, Giovani, bahkan tak peduli lagi dengan keluarga mereka sejak nama besar Ricci runtuh.Saat Julian hendak berjalan ke mobilnya, suara familiar menghentikan langkahnya."Julian?"Dia mendesah pelan, lalu menoleh. Margareta berdiri tak jauh darinya, mengenakan mantel mahal yang dulu mungkin ia beli dari uang Julian sendiri. Wajah wanita itu masih sama—cantik, angkuh, penuh percaya diri. Tapi Julian tak lagi melihatnya seperti dulu."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya datar.Margareta tersenyum, mendekatinya dengan langkah gemulai. "Aku kebetulan lewat. Lalu aku melihatmu ..., jadi aku ingin menyapa."Julian mengangkat alis. "Kebetulan lewat di rumah sakit, malam-malam begini?" Nada suaranya terdengar sarkastik.Margareta tertawa kecil. "Aku ingin tahu ..., bagaimana keadaanmu s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 188

    Begitu roda pesawat menyentuh landasan Jepang, Salvatore segera bangkit dari kursinya. Dia tak peduli pada tubuhnya yang masih lemah, langkahnya langsung mengikuti para anak buah yang membawa Valeria ke luar pesawat dengan tandu.Udara malam Jepang yang dingin menusuk kulit, tetapi keringat dingin tetap mengalir di pelipisnya. Mereka semua bergerak cepat menuju kendaraan yang sudah disiapkan. Firgo sudah lebih dulu mengatur segalanya—termasuk mencari rumah sakit yang aman, tempat dokter-dokternya bisa dibayar untuk menutup mulut.Di perjalanan menuju rumah sakit, Salvatore duduk diam di samping Valeria. Matanya terus mengamati wajah wanita itu. Wajah yang seharusnya asing, tetapi justru terasa familiar. Wajah yang entah mengapa, menjadi yang pertama muncul dalam pikirannya saat dia mulai sadar dari kegelapan ingatannya yang hilang.Jika dia istriku… berarti aku sangat mencintainya, bukan?Tapi kenapa? Kenapa dia tidak bisa mengingatnya?Salvatore menggigit bibir bawahnya, frustrasi de

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 187

    Di dalam pesawat pribadi yang terbang di atas Samudra Pasifik, suasana terasa tegang. Lampu-lampu kabin berpendar samar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di wajah-wajah yang kelelahan dan terluka.Di salah satu kursi, Valeria terbaring lemah dengan napas tersengal. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi dahinya, dan matanya sesekali terpejam menahan rasa sakit. Wanita itu sudah setengah kehilangan kesadarannya. Darah masih merembes dari perban darurat yang melilit perutnya, bukti dari luka yang Alessio tinggalkan.Salvatore duduk di sampingnya, menggenggam erat tangannya yang juga berlumuran darah. Jari-jarinya sedikit gemetar, bukan karena rasa takut, melainkan karena sesuatu yang mengusik pikirannya.Dia masih belum sepenuhnya memahami kenapa melihat Valeria seperti ini membuat hatinya terasa seakan diremas. Sebuah perasaan yang familiar, namun asing pada saat yang bersamaan.Antonio, yang duduk tak jauh dari mereka, tampak lelah dengan luka di lengannya yang terus mengalirk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status