Blam!Suara pintu tertutup dengan keras. Melani ketakutan. Masih sangat jelas dalam bayangannya bagaimana wanita itu terjatuh dan ada darah yang mengalir dari sela-sela pahanya. Melani mengunci pintu, mematikan lampu, dan memblokir akses masuknya cahaya dengan menutup rapat jendela dan gorden. Drrrrt! Drrrrt!Handphonenya berdering, tapi secepat kilat benda itu sudah tak berbentuk lagi. Melani memastikan bahwa benda itu sudah tidak berfungsi lagi. Dalam ruangan gelap gulita, ia terduduk dan memeluk erat kedua lututnya. Samar-samar mulutnya bergumam, "tidak! tidak! tidak! argghhh!" Melani menjambak rambutnya akibat frustasi. Sang Surya telah tenggelam ditelan malam yang kian menguasai bumi, tapi wanita itu masih diam tak bergeming. Rupanya sang putri kian ketakutan dengan ilusi-ilusi yang kini merajai pikirannya. Tok! Tok! Bahkan mendengar suara ketukan pintu saja dia merasa sangat ketakutan. Kedua tangannya memeluk erat kedua lututnya. Kakinya gemetar."Mel, ini mama. Kamu kenapa
Dengan telaten perawat itu menuntun Ana untuk menyusui kedu bayi kembarnya. Terlihat kalau Ana masih sangat kaku, tapi suster mengatakan bahwa itu adalah hal wajar bagi wanita yang baru saja melahirkan. Ana terharu, bayinya ternyata bisa mengkoordinasikan refleks mengisap dan menelan. Tanpa sadar wanita itu menitikkan bulir bening dari kelopak matanya karena kebanyakan bayi prematur tidak bisa mengkoordinasi refleks mengisap dan menelan. "Suster, kira-kira berapa lama mereka akan berada di sini?" "Tidak bisa dipastikan Ibu, tapi kalau bayi-bayi Ibu perkembangannya sudah stabil, seperti kenaikan berat badan bayi sudah dinyatakan baik dan stabil oleh dokter, suhu tubuh stabil tanpa bantuan inkubator, maka bayi-bayi Ibu sudah boleh pulang." terang suster sambil mengambil bayi dalam gendongan Ana dan meletakkannnya ke dalam inkubator lagi. Setelah itu, bayi yang kedua ia letakkan lagi ke dalam gendongan Ana. "Tapi sepertinya mereka akan cepat pulang karena mereka adalah bayi-bayi pint
"Ana, mari kita bercerai." Adalah awal percakapan mereka malam ini.Deg! Tubuh Ana menegang seketika tidak menduga waktunya telah tiba. Secepat inikah? Tapi mengapa? Pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi. Ana tahu karena dia bukanlah wanita yang dicintai Alan sampai mati. Jelasnya hanya cinta sesaat. Dan Ana tidak tahu alasan Alan yang begitu gencar mendekatinya dulu. Ana merasa terbodohi bahkan memilih bertahan setelah tahu segalanya. Butuh proses panjang hingga mereka sampai tahap ini. Salah satunya terbentur restu orang tua. Ana sadar dari segi apapun ia jauh dibandingkan dengan Alan. Bisa dibilang Alan sosok yang mendekati laki-laki sempurna tidak seperti ia yang berasal dari keluarga kurang mampu, apalagi dengan keadaannya yang yatim piatu. Membuat orangtua Alan enggan menerimanya. Tapi nyatanya alasan itu tidak menjadikan Alan goyah dengan keputusannya. Ana menarik napas dalam lalu menghembuskannya. "Ya, mari berpisah, Alan. Mari akhiri semua ini. " Jawab A
Manda mendengus, frustasi dengan kepolosan wanita di depannya. "Itu hak kamu, kamu memang tidak melahirkan anak untuk laki-laki bajingan itu, tapi dia sudah ada di rahim kamu. Astagaaaa!" Manda menjambak rambutnya frustasi. "Setidaknya kamu tuntut dia memberi kamu uang yang banyak dan setelah itu kamu pergi." "Manda, tanpa uang dari Alan pun aku bisa makan. Aku bisa menjamini kehidupanku bersama bayi ini." kata Ana. sambil memegang perutnya."Iya, aku tahu. Tapi setidaknya kamu terima rumah itu.""Itu sama saja dengan bunuh diri dan aku tidak mau itu terjadi." Manda berdecak."Kamu bisa menjualnya." Ana menggeleng."Sayangnya itu tidak ada dalam pilihan." jawab Ana terkekeh. Manda berdecak."Aku tahu maksud kamu baik. Tapi biarlah aku terlepas dari tekanan yang selama ini menjeratku. Aku ingin hidup damai tanpa ada bayang-bayang dari mereka. Aku ingin menikmati hidup ya sebagai diriku sendiri." Manda memandang Ana lekat dan detik itu juga wanita itu memeluk Ana."Kamu wanita baik, d
Baby, maafkan mama tidak bisa mewujudkan keinginan kalian. Bukan papa tapi ini om Bima ya sayang. kalian bahagiakan ada om Bima yang memberikan pelukan untuk kita, bisik Ana dalam hati."Aku tidak apa-apa, Bim." Ana berkata setelah Bima melepas pelukannya."Tidak apa-apa bagaimana? Kamu pingsan Ana. Bagaimana kalau Dinda tidak datang kesana? Aku tidak bisa membayangkannya, Ana." ungkap Bima melepas rasa khawatirnya."Aku mohon untuk sementara turuti aku, ya. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian. Aku mohon untuk sementara tinggal dengan kami ya, seenggaknya sampai Manda kembali dari kampung." kata Bima membujuk Ana. "Tapi... ""Please! Aku akan sangat merasa bersalah jika terjadi sesuatu pada kalian. Di rumah ada mama, papa dan Dinda, kamu tidak perlu khawatir dengan omongan tetangga jika itu yang membuat kamu takut. Manda juga pasti setuju." Bima menyela ucapan Ana, tidak ingin mendengar penolakan lagi."Kamu harus tahu Ana, kami selalu peduli ke kamu. Kamu tidak usah berkecil
Mohon koreksinya ya guysSebulan telah berakhir setelah perceraian resmi Alan dan Ana. Keduanya kembali menjalani kehidupan masing-masing. Alan dengan kisah cinta yang baru dan Ana dengan kehamilan tanpa suami. Tidak terasa kandungannya kini sudah menginjak usia 12 minggu. Ana sangat tidak sabar menunggu momen tendangan pertama bayinya. Dokter bilang janinnya baru akan menendang setelah usia 18-21 minggu itu pun kalau anak pertama beda lagi kalau anak kedua atau ketiga si ibu baru akan merasakan tendangan setelah usia kandungan 15-16 minggu. Dan Perut buncitnya menjadi bukti bahwa bayi dalam kandungannya mengalami pertumbuhan.Sama seperti wanita hamil lainnya, Ana juga mengalami fase yang namanya mengidam dan dia selalu menikmati momen itu. Seperti saat ini, wanita itu sedang menyantap rujak mangga muda ala mama Rita. "Pokoknya apapun yang kamu inginkan jangan sungkan-sungkan memintanya." ucap Rita sambil memotong buahnya lagi. "Kamu tidak usah takut dan tidak perlu sungkan jika k
Sebulan telah berakhir setelah perceraian resmi Alan dan Ana. Keduanya kembali menjalani kehidupan masing-masing. Alan dengan kisah cinta yang baru dan Ana dengan kehamilan tanpa suami. Tidak terasa kandungannya kini sudah menginjak usia 12 minggu. Ana sangat tidak sabar menunggu momen tendangan pertama bayinya. Dokter bilang janinnya baru akan menendang setelah usia 18-21 minggu, itu pun kalau anak pertama. Beda lagi kalau anak kedua atau ketiga si ibu baru akan merasakan tendangan setelah usia kandungan 15-16 minggu. Dan Perut buncitnya menjadi bukti bahwa bayi dalam kandungannya mengalami pertumbuhan.Sama seperti wanita hamil lainnya, Ana juga mengalami fase yang namanya mengidam dan dia selalu menikmati momen itu. Seperti saat ini, wanita itu sedang menyantap rujak mangga muda ala mama Rita. "Pokoknya apapun yang kamu inginkan jangan sungkan-sungkan memintanya." ucap Rita sambil memotong buahnya lagi. "Kamu tidak usah takut dan tidak perlu sungkan jika kamu mau sesuatu. Di rum
Drrtttt Drrttt "Halo...""Ana..." Alan menjeda ucapannya. Laki-laki itu menarik napas dalam-dalam. Tidak ada cara lain, Alan memutuskan menghubungi wanita itu. "Maafkan aku. Aku sudah berusaha tidak melibatkanmu tapi mama dan papa memintamu datang." Ana terdiam. Sudah menduga hal ini akan terjadi."Ana.""Iya?""Apa kamu keberatan?""Kamu tenang saja. Aku akan datang. Karna sudah seharusnya kita memberi kejelasan untuk mama dan papa kan?""Kamu benar. Sampai ketemu besok Ana." Tut! bunyi sambungan terputus."Besok kita akan ketemu papa. Kalian baik-baik ya, jangan rewel di hadapan papa. Ini rahasia antara kita." ucapnya sambil mengusap perutnya. Berharap anak dalam kandungannya mengerti dan mau bekerja sama dengan dirinya.Ana menghapus air matanya dan memegang perutnya, "Maafkan mama. Mama terpaksa melakukannya. Mama tidak ingin kalian merasakan sakit sama seperti mama. Mama yakin walau tanpa papa kita tetap bisa bahagia."***"Kamu yakin akan ke sana?" Ana mengangguk walau sebagia