Happy Reading*****Hazimah melangkahkan kakinya dengan cepat ke kamar. Dia ingin segera mengambil wudhu untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh. Sungguh, dia tidak ingin suaminya kecewa jika mengetahui rahasia yang selama ini dia sembunyikan. "Apa mungkin beliau sudah membuka album foto itu, ya. Kok, jadi bahas lelaki itu," gumam Hazimah sendirian di dalam kamar. Malam itu baik Zafran maupun Hazimah tidak dapat memejamkan mata. Mereka masing-masing saling menerka-nerka. Bermain-main dengan pemikiran sendiri.Selama ini, Zafran hampir tidak pernah mendengar dan mengetahui bahwa istrinya itu pernah dekat dengan seorang lelaki. Jika kini, dia melihat ada foto lelaki yang diberi tanda silang pada wajahnya, jelas orang tersebut memiliki sesuatu di hati Hazimah. Begitulah pemikiran Zafran. Beda kasus dengan pasangan Zafran dan Hazimah, Haidar dan Aliyah pun sedang dilanda dilema apalagi si perempuan yang sejak kemarin mengharapkan ada hal-hal romantis yang akan dilakukan suaminya. Nam
Happy Reading*****Azan subuh berkumandang yang menandakan segala aktifitas dan pekerjaan akan segera dimulai. Haidar sudah bangun lebih dulu, berangkat jemaah ke Musala. Namun, sebelum itu dia sudah membangunkan Aliyah.Sepanjang perjalanan menuju Musala, entah mengapa detak jantung Haidar bekerja lebih cepat. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal. "Ada apa ini? Apakah ada orang yang sedang memikirkanku?" gumam Haidar. Di musala pun, lelaki itu tidak bisa khusyuk mendengarkan kultum yang dibawakan imam. Pada Akhirnya, Haidar memutuskan untuk pulang dan absen pada kajian tersebut. Sesampainya di rumah, Haidar melihat pemandangan yang diharapkannya perempuan yang telah dihalalkan. Aliyah terlihat sibuk bersama sang bunda di dapur, menyiapkan sarapan. Lelaki itupun memutuskan untuk membaca Al-qur'an untuk menenangkan hatinya.*****Di sebuah ruangan yang akan menjadi kantor kantornya. Zafran duduk termenung sambil melihat foto yang diambilnya kemarin dari album Hazimah. Hatinya mas
Happy Reading*****Sekumpulan lelaki bertato di hadapan Haidar menoleh ke sumber suara. "Siapa kamu?" tanya salah satu dari mereka yang berambut gondrong."Nggak usah banyak tanya. Kalian sudah mengeroyok sahabatku. Jadi, aku nggak akan membiarkan kalian semena-mena."Nggak usah banyak omong. Kalau berani kamu maju sini," ujar lelaki lain yang berkulit hitam legam. Haidar sedikit demi sedikit menggeser posisinya, mendekati sang sahabat tanpa sepengetahuan para lelaki itu. "Sob, sebaiknya kamu nyari bantuan. Kita nggak mungkin bisa melawan mereka.""Kamu meragukan kemampuan kita berdua?" tanya Zafran. Lengkungan garis bibirnya terangkat. "Bukan begitu, tapi lawan kita enggak seimbang. Mereka terlalu banyak," bisik Haidar."Tenang, kita pasti bisa melawannya. Insya Allah.""Hei, di sini bukan ajang musyawarah," teriak lelaki lainnya. Para pria bertato itupun tanpa banyak kata, langsung menyerang dua sahabat di depannya. Mereka adu kekuatan, dua lawan enam. Pukulan demi pukulan tel
Happy Reading*****Dua sahabat itu tumbang di jalanan, sedangkan sekumpulan musuh mereka segera membawa lari mobil dan motor yang ada. Zafran dan Haidar dibiarkan tergeletak begitu saja. Keadaan jalanan yang sepi di wilayah tersebut membuat keduanya tidak segera mendapat pertolongan. *****Seseorang sedang mengetuk pintu kediaman Sania dengan keras. Perempuan yang sedang menikmati tontonan favoritnya di televisi bersama sang menantu."Siapa, ya, Al?" tanya perempuan paruh baya tersebut pada sang menantu."Kurang tahu, Bun. Apa mungkin Mas Haidar, ya. Soalnya sudah dari tadi, dia keluar. Tumben sampai mau salat Asar belum datang juga.""Memangnya masmu pamit ke mana?" Sania mengerutkan kening. Tidak biasa putranya itu keluar sampai lupa waktu."Ketemuan sama temen katanya," sahut Aliyah. "Biar aku saja yang bukain, Bun." Perempuan yang baru dihalalkan Haidar itupun berdiri hendak membukakan pintu."Biar Bunda saja yang buka. Kalau memang suamimu, Bunda mau marahin dia. Pergi kok ng
"Selamat, ya. Semoga kamu menjadi pemimpin yang amanah. Bisa membawa komisariat ini lebih maju dari sebelumnya. YAKUSA (yakin usaha sampai) sampai akhir kepengurusan nanti." Menangkupkan kedua tangannya. Gadis yang aneh menurut Haidar karena dia sudah bersikap acuh padanya. Namun, dia tetap bersikap sebaliknya. Haidar baru saja ditetapkan sebagai ketua umum komisariat organisasi ekstra di fakultasnya. Dia mengalahkan gadis yang memberinya selamat tadi. Sebenarnya, rasa kagum terhadap gadis itu telah menghampiri hatinya. Namun, sisi egois seorang laki-laki telah mengalahkan semua perasaan pada sang gadis. Sikap lelaki yang tak bisa dikalahkan oleh seorang perempuan telah mengakar kuat dalam hatinya. Bagaimana tidak, jika setiap mata kuliah yang diambil oleh Haidar nilainya selalu dibawah sang gadis. Bahkan pemilihan ketua senat kemarin, dia juga dikalahkan olehnya. "Ya, terima kasih. Selamat juga buat kamu." Memandang sinis pada sang gadis, lalu pergi begitu saja. Melewatinya tanpa
Tatapan mata Haidar kembali pada rinai hujan di luar sana.Bimbang hati untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Disilangkan kaki kanannya di atas paha sebelah kiri khas duduk seorang lelaki. Kedua tangan diletakkannya di atas meja dengan siku sebagai penopangnya. Jari-jarinya mulai bergerak lincah diatas layar gawai, mencari nama seseorang yang bisa menghibur hatinya yang mulai tak tentu arah.Pangilan pertama tak juga diangkat oleh sang pemilik kontak. Beberapa kali Haidar mencoba melakukan panggilan dengan nama kontak yang sama. Namun, sang pemilik belum berkenan menerima panggilan dari Haidar. Lelah melakukan panggilan akhirnya dia mengirimkan pesan melalui aplikasi chatting."Sob, posisi?" tulis Haidar.Sembari menunggu balasan, Haidar memesan coffelatte kembali. Dia berharap, sang sahabat mau menemani menikmati secangkir kopi bersamanya. Namun, sampai lima belas menit kemudian sahabatnya itu tak kunjung mengirim balasan chat darinya.Sesibuk itukah sahabatnya hingga untuk membala
"Rindu itu hanya soal rasa yang bisa hilang seiring waktu, begitu juga cinta. Jadi, masalahmu itu hanya maslaah waktu saja, Sob. Kalau sudah dapat surganya dunia, pasti bakalan lupa cewek itu." Menarik garis bibirnya ke atas. "Pikiranmu! Dasar mesum!" ejek Haidar. "Aku ngomong apa adanya. Nanti kamu ...." Belum selesai perkataan Zafran, lagu bidadari surga terdengar dari ponsel. Secepatnya dia menggulirkan ikon hijau logo telepon. Haidar tahu jika panggilan itu dari istri lelaki berambut ikal. Dia membiarkan Zafran berbincang dengan sang istri. Sementara dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Beberapa menit kemudian, Zafran sudah menyelesaikan panggilan teleponnya. "Sorry, Sob. Aku harus balik ke rumah hari ini. Sampai seminggu ke depan, kita gak bisa ketemu. Kalau ada apa-apa kabari secepatnya! Jangan kayak cewek! Galau terus kerjaanmu. Aku tinggal dulu! Asalamualaikum," salamnya. Zafran pun bersalaman dan memeluk sahabatnya itu. Ditepuknya punggung Haidar sambil berkata, "Te
Happy reading 💕💕💕 *** Sebuah cincin putih polos kini telah melingkar di jari manisnya sebelah kiri. Kini, ia tak mungkin sebebas dulu, meskipun hatinya menolak. Namun, Haidat tetap berusaha memenuhi janjinya pada sang Bunda, menjaga nama baik keluarga. Cuaca panas di luar tak sepanas hatinya kini. Di ruang kerja, dia mulai melamunkan sosok Hazimah. penampilannya secara fisik jelas sangat berbeda dengan Aliyah Fadwah. Ghazala Hazimah adalah sosok perempuan yang sangat mengagumkan bagi Haidar. Dia adalah perempuan cerdas berwawasan luas dan jangan lupakan jika gadis itu adalah perempuan paling mandiri yang selama ini dikenal Haidar. Instingnya kuat saat mengambil keputusan. Itu sebabnya saat kuliah dulu, banyak organisasi intra dan ekstra di kampus yang ingin menjadikannya anggota. Haidar tahu begitu banyak lelaki yang terpikat dengan pesona seorang Hazimah. Hingga untuk menarik perhatiannya dia selalu bersikap sinis dan jutek pada gadis itu. Seolah dengan sikapnya, dia bisa me
Happy Reading*****Dua sahabat itu tumbang di jalanan, sedangkan sekumpulan musuh mereka segera membawa lari mobil dan motor yang ada. Zafran dan Haidar dibiarkan tergeletak begitu saja. Keadaan jalanan yang sepi di wilayah tersebut membuat keduanya tidak segera mendapat pertolongan. *****Seseorang sedang mengetuk pintu kediaman Sania dengan keras. Perempuan yang sedang menikmati tontonan favoritnya di televisi bersama sang menantu."Siapa, ya, Al?" tanya perempuan paruh baya tersebut pada sang menantu."Kurang tahu, Bun. Apa mungkin Mas Haidar, ya. Soalnya sudah dari tadi, dia keluar. Tumben sampai mau salat Asar belum datang juga.""Memangnya masmu pamit ke mana?" Sania mengerutkan kening. Tidak biasa putranya itu keluar sampai lupa waktu."Ketemuan sama temen katanya," sahut Aliyah. "Biar aku saja yang bukain, Bun." Perempuan yang baru dihalalkan Haidar itupun berdiri hendak membukakan pintu."Biar Bunda saja yang buka. Kalau memang suamimu, Bunda mau marahin dia. Pergi kok ng
Happy Reading*****Sekumpulan lelaki bertato di hadapan Haidar menoleh ke sumber suara. "Siapa kamu?" tanya salah satu dari mereka yang berambut gondrong."Nggak usah banyak tanya. Kalian sudah mengeroyok sahabatku. Jadi, aku nggak akan membiarkan kalian semena-mena."Nggak usah banyak omong. Kalau berani kamu maju sini," ujar lelaki lain yang berkulit hitam legam. Haidar sedikit demi sedikit menggeser posisinya, mendekati sang sahabat tanpa sepengetahuan para lelaki itu. "Sob, sebaiknya kamu nyari bantuan. Kita nggak mungkin bisa melawan mereka.""Kamu meragukan kemampuan kita berdua?" tanya Zafran. Lengkungan garis bibirnya terangkat. "Bukan begitu, tapi lawan kita enggak seimbang. Mereka terlalu banyak," bisik Haidar."Tenang, kita pasti bisa melawannya. Insya Allah.""Hei, di sini bukan ajang musyawarah," teriak lelaki lainnya. Para pria bertato itupun tanpa banyak kata, langsung menyerang dua sahabat di depannya. Mereka adu kekuatan, dua lawan enam. Pukulan demi pukulan tel
Happy Reading*****Azan subuh berkumandang yang menandakan segala aktifitas dan pekerjaan akan segera dimulai. Haidar sudah bangun lebih dulu, berangkat jemaah ke Musala. Namun, sebelum itu dia sudah membangunkan Aliyah.Sepanjang perjalanan menuju Musala, entah mengapa detak jantung Haidar bekerja lebih cepat. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal. "Ada apa ini? Apakah ada orang yang sedang memikirkanku?" gumam Haidar. Di musala pun, lelaki itu tidak bisa khusyuk mendengarkan kultum yang dibawakan imam. Pada Akhirnya, Haidar memutuskan untuk pulang dan absen pada kajian tersebut. Sesampainya di rumah, Haidar melihat pemandangan yang diharapkannya perempuan yang telah dihalalkan. Aliyah terlihat sibuk bersama sang bunda di dapur, menyiapkan sarapan. Lelaki itupun memutuskan untuk membaca Al-qur'an untuk menenangkan hatinya.*****Di sebuah ruangan yang akan menjadi kantor kantornya. Zafran duduk termenung sambil melihat foto yang diambilnya kemarin dari album Hazimah. Hatinya mas
Happy Reading*****Hazimah melangkahkan kakinya dengan cepat ke kamar. Dia ingin segera mengambil wudhu untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh. Sungguh, dia tidak ingin suaminya kecewa jika mengetahui rahasia yang selama ini dia sembunyikan. "Apa mungkin beliau sudah membuka album foto itu, ya. Kok, jadi bahas lelaki itu," gumam Hazimah sendirian di dalam kamar. Malam itu baik Zafran maupun Hazimah tidak dapat memejamkan mata. Mereka masing-masing saling menerka-nerka. Bermain-main dengan pemikiran sendiri.Selama ini, Zafran hampir tidak pernah mendengar dan mengetahui bahwa istrinya itu pernah dekat dengan seorang lelaki. Jika kini, dia melihat ada foto lelaki yang diberi tanda silang pada wajahnya, jelas orang tersebut memiliki sesuatu di hati Hazimah. Begitulah pemikiran Zafran. Beda kasus dengan pasangan Zafran dan Hazimah, Haidar dan Aliyah pun sedang dilanda dilema apalagi si perempuan yang sejak kemarin mengharapkan ada hal-hal romantis yang akan dilakukan suaminya. Nam
Happy Reading*****Zafran sendiri terlihat salah tingkah. Mencoba membuang muka supaya sang istri tidak curiga jika dia sudah mengetahui apa isi dari album foto tersebut. "Nggak lihat apa-apa, kok. Cuma penasaran sama ini aja, tadi jatuh pas kamu bawa kardus masuk." Zafran menunjukkan album foto yang sudah dia letakkan di lantai sebelum istrinya datang tadi."Aku tadi manggil-manggil, lho. Tapi, kamu malah berjalan menjauh. Apa buku itu milikmu?" tanya Zafran memastikan. "Oh!" sahut perempuan berkulit putih tersebut. "Iya, ini memang punyaku."Hazimah segera mengambil album foto itu. Wajahnya seketika berubah, tangannya bahkan bergetar hebat ketika mengambil benda mati yang tergeletak di lantai. Ada rasa takut dan gugup ketika mengambil benda tersebut. Perempuan itu begitu khawatir jika isi dari benda yang dia sembunyikan selama ini akan diketahui oleh suaminya.Zafran mencoba mengalihkan perhatian Hazimah. Dia tidak ingin terlarut dalam pikiran negatif tentang hubungan hubungan sa
Happy Reading*****Malam itu, Aliyah tidak membahas apa yang diharapkannya sejak tadi. Haidar sendiri memilih tidur dengan membelakangi sang istri setelah meminta perempuan yang dinikahinya itu untuk salat isya terlebih dahulu."Dasar suami nggak peka sama kebutuhan istri. Masak iya, aku yang minta duluan. Kaan, malu," gerutu Aliyah dalam hati.Kesal dengan sikap Haidar, perempuan itu memilih bermain ponsel hingga matanya tertutup sempurna. Melupakan semua keinginan romantis-romantisan bersama sang suami seperti layaknya pasangan pengantin baru lainnya.Merasa tak ada pergerakan dari sebelahnya, Haidar membuka mata dan mengubah posisi tidur hingga menghadap pada sang istri. Saat itulah, dia melihat Aliyah sudah memejamkan mata dengan ponsel yang masih menyala."Dasar, sudah ngantuk masih main HP. Gini jadinya," omel Haidar. Namun, tangannya bergerak mematikan layar ponsel Aliyah dan membenarkan selimut agar perempuan itu tertidur dengan nyenyak.Malam itu, keduanya lalui tanpa kegiat
Happy Reading*****Haidar cuma bisa tersenyum mendengar pertanyaan sang mertua. Sungguh, dia tidak pernah menyangka jika ayah Aliyah akan mengajukan pertanyaan seperti tadi. "Jangan terburu-buru, Mas. Biarkan mereka menikmati masa-masa berduaan dulu," sahut Sania.Kedua orang tua Aliyah tertawa lebar. Sambil manggut-mangut membenarkan apa yang dikatakan oleh besannya"Benar juga, Jeng. Pernikahan mereka terbilang dadakan. Mereka juga belum menikmati masa pacaran seperti anak-anak muda jaman sekarang," tambah ibunya Aliyah."Nah, itu yang saya maksudkan tadi," kata Sania. Melirik Haidar yang masih betah menunduk akibat perkataan besannya tadi.Selesai menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah, keluarga Haidar pamit pulang karena waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Berat hati, Aliyah meninggalkan keluarganya. Walau masih merindukan kasih sayang kedua orang tuanya, tetapi mengingat jika malam ini Haidar mungkin akan melakukan hal-hal menyenangkan sebagai pasangan suami
Happy Reading*****Seketika wajah Haidar rasanya begitu panas setelah mendengar pertanyaan sang istri. Beruntung, tidak satu orang pun yang mendengar selain dirinya. Saudara ipar serta yang lain sudah berjalan lebih dulu meninggalkan keduanya."Mas," panggil Aliyah, mengejar jawaban sang suami."Bukankah aku sudah menjelaskan konsep cantik. Jadi, kenapa kamu tanya lagi." Mulai melangkahkan kaki meninggalkan istrinya. Haidar mengembuskan napas dalam, menghadapi Aliyah memang perlu kesabaran yang begitu besar."Dasar nggak peka. Aku kan butuh pengakuan darinya. Bukan penjelasan panjang lebar seperti tadi. Apa susahnya, sih. Tinggal ngomong aku cantik atau jelek," gerutu Aliyah. Mulai melangkahkan kaki mengikuti sang suami."Kamu naik mobil sendiri saja, Le," perintah Sania ketika mereka semua sudah berkumpul di garasi."Lho, Bun. Njenengan nggak ikut di mobil ini?" tanya Haidar. Entahlah, lelaki itu masih risih jika harus berduaan dengan sang istri."Bunda sama kakakmu saja," sahut San
Happy Reading*****"Mas," panggil Aliyah seperti tak rela ditinggal sang suami."Kamu perlu waktu untuk berhias. Aku tunggu di bawah sama yang lain," kata Haidar nyaris tanpa ekspresi walau wajah Aliyah sudah memerah karena malu.Sesederhana itu perlakuan Haidar pada Aliyah. Namun, efeknya lebih dari sebuah pernyataan cinta kepadanya. Lengkungan bibir Aliyah semakin tertarik ke atas mengingat semua kejadian tadi.Bagaimana rasa kagum pada lelaki itu akan berkurang jika setiap harinya, ada saja yang diperbuat Haidar untuk menumbuhkan perasaan itu padanya. Aliyah bersyukur orang tuanya menjodohkan dengan lelaki seperti Haidar.Sementara di ruang keluarga, semuanya sedang menunggu kedatangan Aliyah. Haidar sudah menampakkan wajah tak bersahabat menunggu sang istri turun dari kamar. Ruby dan suami hanya senyum-senyum kecil melihat Haidar.Posisi duduk putra bungsu Sania itu berubah-ubah, kentara sekali jika hatinya tidak tenang."Sabar, Ain. Namanya juga perempuan. Wajar kalau dandannya