“Kamu benar. Dia tidak akan lagi mengatur aku.” Almeta membenarkan.Almeta berharap jika kakaknya akan sibuk dengan kehidupannya. Dia berharap jika kakaknya tidak lagi memedulikannya. Almeta ingin kakaknya memikirkan dirinya sendiri. Jika kakaknya bahagia, maka Almeta juga bahagia.Semua keluarga merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi melihat senyum Fazila dan juga Arlo.Di saat orang-orang masih sibuk dengan pesta pernikahan Arlo dan Fazila, Dima dan Dira memilih untuk segera ke ruang khusus untuk keluarga. Duduk di sana agar tidak melihat kerumunan orang yang membuat Dira pusing. Dira juga duduk jauh dari deretan makanan yang berada dia atas meja. Makanan itu memang disiapkan untuk keluarga mempelai.“Kamu mau makan puding?” tanya Dima menawarkan pada sang istri.“Boleh.” Dira mengangguk.Dima segera mengambilkan puding dengan fla yang berada di meja tak jauh dari mereka duduk. Dima membawa dua piring kecil berisi puding dan fla.Dira yang melihat puding langsung tertarik. D
Sambil menunggu Arlo, Fazila mengeringkan rambutnya. Fazila mengambil baju tidur yang disiapkannya di dalam tas yang dititipkan untuk ditaruh di kamar pengantin.Fazila memakai lotion yang dibawanya untuk melembapkan kulit. Tak lupa, dia memakai minyak wangi agar lebih percaya diri.Tepat saat apa yang dilakukan Fazila selesai, Arlo keluar dari kamar mandi. Arlo mencium aroma wangi parfum Fazila yang terasa manis. Hal itu membuat senyum tipis menghiasi wajahnya. Merasa senang karena Fazila menyambutnya dengan baik.Arlo membulatkan matanya melihat penampilan Fazila. Baju tidur seksi dengan tali spageti dan berwarna merah menyala tampak indah dipakai oleh Fazila. Wanita yang kini menjadi istrinya itu pun tampak seksi menggoda sekali.“Apa aku aneh?” Tatapan Arlo membuat Fazila tidak nyaman sama sekali.“Tidak, kamu tidak aneh. Justru aku suka.” Arlo menghampiri Fazila. Merengkuh pinggang ramping Fazila. “Kamu yang berinisiatif memakai baju seperti ini?” Arlo menatap Fazila lekat.“Iya,
Tiga bulan sudah usia kehamilan Dira. Dia benar-benar tidak bisa makan sama sekali di meja makan selama dua bulan ini. Selalu mual melihat makanan berjajar di atas meja.Selama dua bulan ini juga Dira minum jus buah sayur dan juga makan kentang atau roti gandum. Intinya dia menghindari nasi.Bertambahnya usia kandungan Dira, mual yang dirasakan Dira mulai berkurang. Kini dia mulai bisa makan di meja makan, meskipun masih belum bisa makan secara normal.Hari ini Fazila dan Arlo main ke rumah Dima dan Dira. Arlo ingin mengerjakan pekerjaan bersama Dima. Jadi sengaja datang ke rumah kakaknya itu.Di saat pada pria mengobrol, para wanita juga mengobrol. Mereka memilih di taman belakang sambil melihat-lihat bunga.“Bagaimana keadaan kandunganmu, Ra?” Fazila membelai perut Dira.“Mualnya sudah berkurang, Kak. Beberapa hari ini bisa ikut menemani Kak Dima makan di meja makan.” Dira menceritakan tentang kandungannya.“Syukurlah, aku ikut senang.” Fazila ikut senang. “Aku berharap bisa segera
“Kamu tidak boleh makan banyak-banyak. Nanti kamu mual lagi.” Dima mencoba menjelaskan pada sang istri. Pengalaman yang sudah lalu menjelaskan jika Dira mual karena makan banyak. Dima tidak mau sampai terulang kembali.Dira membenarkan ucapan Dima. Awal mula mual adalah karena makan banyak. Jadi wajar jika akhirnya Dima melarang.“Baiklah, aku tidak akan makan banyak.” Dira akhirnya setuju dengan permintaan sang suami.Dima merasa sedikit lega karena sang istri mau mendengarkannya.“Dua piring spageti sudah cukup.” Dima menatap sang istri.“Baiklah.” Dira mengangguk.Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar. Dira menunggu dulu perutnya lebih nyaman. Bersama sang suami, dia menonton film. Beruntung mereka libur besok. Jadi besok tidak perlu harus susah-susah bangun pagi.“Kapan kita bisa melihat jenis kelamin anak kita?” Dima membelai lembut perut sang istri.
Setelah waktu itu mendengarkan jenis kelamin anaknya, akhirnya Dima dan Dira memutuskan membeli barang-barang untuk keperluan anaknya. Sayangnya, barang-barang yang dibeli harus yang berwarna netral, karena ternyata jenis kelamin anak Dima dan Dira tidak kelihatan sewaktu diperiksa. Sepertinya anak mereka ingin memberikan kejutan. Bagi Dira dan Dima tidak masalah jenis kelamin anak mereka. Yang terpenting anaknya sehat. “Ini, Mama beli baju lagi.” Mama Ale yang ke rumah menunjukkan baju yang dibelinya tadi.“Ma, kenapa beli lagi. Baju bayi sudah banyak.” Dima melayangkan protes pada sang mama ketika sang mama membeli banyak sekali baju.“Biar saja. Ini bisa dipakai nanti buat ganti-ganti.” Mama Ale merasa jika tidak masalah membeli banyak baju. Lagi pula itu bagus.Dima hanya bisa pasrah. Sang mama selalu saja tidak mendengarnya.“Sudah biarkan saja.” Dira berbisik.Dira sadar jika mama mertuanya sedang sangat senang menyambut cucunya. Jadi wajar jika membeli banyak baju.“Iya.” Dim
Ruang operasi begitu dingin. Dokter memulai operasi caesar untuk melahirkan anak Dira. Dima senantiasa menemani Dira. Menggenggam tangan Dira erat.Dokter terus berupaya mengeluarkan anak di dalam kandungan. Sekitar lima belas menit berlangsung, suara tangis akhirnya terdengar.“Anak kita.” Dima mendaratkan kecupan di dahi Dira.Dira tak kuasa menahan air mata. Akhirnya anaknya terlahir juga.“Selamat, Pak, Bu. Anak kalian laki-laki.” Dokter memberitahu Dima dan Dira.Dima dan Dira semakin senang ketika ternyata anak mereka laki-laki. “Anak kita laki-laki.” Dima mendaratkan kecupan di dahi sang istri.Dira hanya mengangguk saja. Air matanya masih terus menetes di pipinya. Merasa ikut senang karena ternyata anaknya sudah lahir.Perawat memberikan anak mereka tepat di atas dada Dira. Bayi mungil itu tampak rampuh. Hingga membuat Dira memeluknya. Air mata Dira tak tertahankan. Merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kini dia jadi seorang ibu.Dima begitu bahagia melihat anaknya. Dia mend
“Sepertinya, kita akan begadang.” Dira melihat anaknya yang melek.Dima melihat anaknya. Bayi kecil itu tampak membuka matanya. Walaupun baru seminggu, tetapi mata bulatnya sudah terlihat.“Sepertinya ini akan jadi pengalaman indah.” Dima tertawa.Mereka berdua melihat Baby Dylan yang tampak lucu sekali.“Lihat dia tampan sepertimu.” Dira melihat jelas wajah anaknya yang lebih mirip Dima.“Benar. Dia seperti aku.” Dima membenarkan apa yang dikatakan Dira.“Curang sekali. Aku yang mengandungnya selama sembilan bulan, tetapi wajahmu yang menempel sempurna di wajah anak kita.” Dira melemparkan protesnya pada sang suami.Dima langsung tersenyum. Jika dilihat saksama memang anak mereka lebih mirip Dima.“Jangan marah. Nanti kita buat yang mirip denganmu.” Dima merasa jika mereka masih punya kesempatan untuk membuatnya lagi.Dira langsung memukul lengan Dima lembut.“Baru saja aku melahirkan. Kamu sudah membahas anak lagi.” Dira merasa jika sang suami keterlaluan. Belum juga hilang rasa sak
“Kondisinya memburuk, Pak.”Mendengar apa yang dikatakan dokter membuat tubuh Arlo lemas. Dia tidak menyangka jika kepulangannya berlibur ke luar negeri justru mengantarkan istrinya sakit.Awalnya Arlo pikir Fazila hanya batuk biasa. Sampai beberapa hari batuknya tidak kunjung sembuh dan lambat laun batuknya membuat sesak napas. Dokter mengindikasi jika ada virus yang menyerang Fazila.Sudah tiga hari Fazila dirawat di rumah sakit. Sayangnya, dalam tiga hari ini tidak ada perubahan dari keadaan Fazila.Arlo yang keluar dari ruangan dokter langsung menghampiri adik iparnya yang berada di ruang tunggu.“Apa kata dokter, Kak?” tanya Almeta.Arlo duduk tepat di samping Almeta sambil mengusap wajahnya. Dia benar-benar bingung saat ini. Tidak tahu harus berbuat apa.“Kak ....” Almeta panik ketika Arlo tidak menjawab ucapannya.Tangis Arlo justru pecah ketika ketakutan-ketakutan menghantuinya.
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker