“Kita harus membuat anak malam ini.” Sesuai saran dokter, mereka harus berhubungan seminggu dua sampai tiga kali. Dira mengambil jalan tengah tiga kali. Jadi hari ini mereka akan melakukannya, besok mereka tidak berhubungan suami-istri. Jadi selang-seling. Itu lebih mudah untuk menghitungnya.“Memang hari ini jadwalnya?” tanya Dima memastikan.“Iya.” Dira menangguk pasti.“Ayolah kalau begitu.” Dima langsung memasang sabuk pengaman di tubuhnya. Kemudian memutar kunci mobil untuk menyalakan mesin mobil. Dengan gerakkan cepat, Dima menginjak pedal gas. Melajukan mobilnya pulang ke rumah.Mereka sampai di rumah setelah satu jam melakukan perjalanan. Tak menunggu lama, mereka segera masuk ke kamar.“Aku mandi dulu.” Dira tidak nyaman jika harus langsung melakukannya dalam keadaan berkeringat. Apalagi seharian dia bekerja.“Kita mandi bersama.” Dima mengedipkan matanya. Kesempatan seperti ini memang jarang-jarang. Jadi harus dimanfaatkan.Dira tersipu malu. Selalu saja suaminya membuatn
Bab 325 Ale.Dira tidak bisa melanjutkan ucapannya. Memilih memberikan alat tes kehamilan yang baru saja dicoba itu pada Dima.Dima segera membaca alat tes kehamilan itu. Kemarin, dia juga sudah membaca petunjuk penggunaannya. Jadi kali ini dia tahu pasti apa hasil dari garis yang tertera di alat tes kehamilan tersebut.“Kita coba lagi jika sudah telat seminggu.” Dima menarik tubuh sang istri. Membawanya ke dalam pelukannya.Dira mengangguk. Walaupun sedikit kecewa, tetapi dia yakin jika masih ada kesempatan setelah seminggu.“Sudah, jangan bersedih.” Dima mendaratkan kecupan di dahi sang istri. Kemudian menangkup pipi sang istri agar menghadap ke arahnya.Dira menatap sang suami. Kemudian memberikan anggukan pada sang suami.“Ayo, kalau begitu kita berangkat.” Dima kembali mendaratkan kecupan. Namun, kali ini tepat di bibir.Akhirnya mereka berdua bersiap untuk ke kantor. Menjalani hari seperti biasa. Dira berusaha untuk tetap tegar. Masih berharap jika mungkin terlalu dini untuk mel
Dima yang didorong Dira tiba-tiba langsung tersungkur. Tidak adanya persiapan memang membuat tubuhnya tak kuasa menahan dorongan dari sang istri.Dira langsung bangkit dari sofa. Tempat yang dituju pertama kali adalah toilet yang berada di ruangan Dima.Di toilet, Dira memuntahkan semua isi perutnya di wastafel. Tidak kuasa menahan perutnya yang bergejolak.Dima yang melihat sang istri muntah-muntah segera menghampiri. Membantu sang istri dengan memberikan pijatan tepat di tengkuk.Dira terus memuntahkan isi perutnya. Hingga saat merasa semua sudah keluar, barulah dia membersihkan mulutnya.Dengan tubuh yang lemas, Dira menegakkan tubuhnya. Menatap dirinya dari pantulan cermin.“Apa kamu tidak apa-apa?” Dima begitu khawatir sekali.“Sepertinya aku makan terlalu banyak. Jadi aku muntah.” Dira merasa jika dia muntah karena terlalu banyak makan.“Lihatlah akibatnya. Sesuatu yang kamu tidak lakukan membuat kamu seperti ini.” Dima juga merasa jika hal aneh yang dilakukan sang istri itulah
Akhirnya setelah kejadian mual melihat makanan, Dira tidak makan selama tiga hari. Dia hanya mau makan buah saja atau minum susu. Perutnya benar-benar mual ketika melihat makanan di atas meja.Selama tiga hari ini, Dima juga bingung. Bagaimana bisa istrinya tidak mau makan karena mual melihat makanan. Sekuat tenaga memaksa, tetapi tetap saja sang istri tidak mau.Mengingat tidak mau makan dan melihat makanan, Dira tidak mau diajak ke rumah mertuanya. Dia takut saat di rumah mertua diajak makan. Jika menolak, pastinya mereka akan tersinggung. Jika mengatakan apa alasannya, pasti mereka akan bingung.“Kamu sudah tiga hari tidak makan. Apa kamu tidak berusaha untuk makan?” Dima masih berusaha untuk membujuk sang istri.“Aku mau saja makan, tapi kamu tahu sendiri ‘kan jika melihat makanan saja aku sudah mual. Bagaimana bisa aku makannya?” Dira merasa jika dia tidak bisa makan sama sekali. Mual yang dirasakannya terlalu berl
“Dira hamil, Ma.” Dima dengan semangat memberitahu sang mama.Mama Ale terkesiap. Untuk sesaat dia mencerna ucapan Dima. Saat paham, dia langsung membulatkan mata.“Benarkah?” Mama Ale langsung memastikan ucapan Dima.“Iya, Ma.” Dima mengangguk.Mama Ale langsung beralih pada Dira. “Dira, selamat, akhirnya kamu hamil juga.” Mama Ale langsung memeluk menantunya. Merasa senang sekali akhirnya Dira dapat hamil.“Terima kasih, Ma.” Dira memeluk sang mertua.“Sepertinya kita harus undang keluarga yang lain. Kemudian mengadakan makan malam bersama.” Mama Ale memberikan ide tersebut.Dima dan Dira saling pandang. Membayangkan makan malam bersama tentu saja adalah hal menyeramkan.“Ma, jadi Dira tidak bisa melihat makanan di atas meja. Dia mual, Ma. Sepertinya tidak perlu ada makan malam karena takut membuat Dira tidak nyaman.” Dima mencoba menjelaskan pada Dira.Mama Ale tampak terkejut sekali.“Maksud kalian, Dira tidak bisa makan?” Mama Ale memastikan.“Iya, Ma. Tiap lihat orang makan atau
Sejak istrinya hamil, Dima selalu makan sendiri. Walaupun sepi, tetapi dia berusaha untuk tetap kuat. Apalagi sang istri tidak bisa melihat makanan berjajar di atas meja.Setiap hari Dira hanya makan roti atau kentang. Kemudian dia hanya minum jus buah dan sayur. Dira masih mau minum susu. Jadi nutrisinya masih terpenuhi.Selama tidak melihat makanan di atas meja, Dira masih aman. Tidak akan muntah. Keadaannya pun baik-baik saja. Justru tampak tidak sedang hamil.Dima yang baru saja selesai makan, segera kembali ke kamar. Menemui sang istri yang berada di kamar.“Kamu sudah selesai makan?” Dira menatap sang suami yang baru saja masuk ke kamar.“Sudah.” Dira mengangguk.Langkahnya diayunkan menghampiri sang istri yang sedang duduk di sofa seraya melihat ponselnya.“Sedang apa?” tanya Dima seraya mendudukkan tubuhnya tepat di samping sang istri.“Melihat info tentang kehamilan.” Dira menunjukkan ponselnya.Dima mengangguk. Dia ikut membaca apa yang sang istri baca. Menambah ilmu pengeta
Hari pernikahan Arlo dan Fazila akhirnya tiba juga. Semua anggota keluarga merayakan kebahagiaan ini. Dima dan Dira pun tak kalah bahagia dalam menyambut pernikahan Arlo.Dima diminta oleh keluarganya untuk menunggu adiknya. Sepanjang menunggu, dia terus menggoda sang adik.“Bagaimana? Apa jantung aman?” tanya Dima.Arlo menatap malas. Dia benar-benar malas dengan sang kakak yang terus menggodanya. Yang dikatakan sang kakak memang benar. Jantungnya begitu berdebar sekali ketika hari pernikahan. Padahal kemarin, dia tidak merasakan apa-apa.“Aku rasa kamu yang membuat jantungku tidak aman.” Arlo merasa jika itu adalah karena kakaknya yang sedari tadi terus menggodanya. Alhasil dia jadi takut.Dima tertawa. Senang sekali menggoda adiknya itu.“Salah siapa tidak percaya jika pasti kamu berdebar-debar.” Dima tertawa senang.“Iya, aku benar-benar berdebar-debar. Aku takut jika salah mengucapkan ijab kabul.” Arlo memegangi dadanya yang berdebar-debar.Dima tak henti tertawa. “Asal bukan sal
“Kamu benar. Dia tidak akan lagi mengatur aku.” Almeta membenarkan.Almeta berharap jika kakaknya akan sibuk dengan kehidupannya. Dia berharap jika kakaknya tidak lagi memedulikannya. Almeta ingin kakaknya memikirkan dirinya sendiri. Jika kakaknya bahagia, maka Almeta juga bahagia.Semua keluarga merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi melihat senyum Fazila dan juga Arlo.Di saat orang-orang masih sibuk dengan pesta pernikahan Arlo dan Fazila, Dima dan Dira memilih untuk segera ke ruang khusus untuk keluarga. Duduk di sana agar tidak melihat kerumunan orang yang membuat Dira pusing. Dira juga duduk jauh dari deretan makanan yang berada dia atas meja. Makanan itu memang disiapkan untuk keluarga mempelai.“Kamu mau makan puding?” tanya Dima menawarkan pada sang istri.“Boleh.” Dira mengangguk.Dima segera mengambilkan puding dengan fla yang berada di meja tak jauh dari mereka duduk. Dima membawa dua piring kecil berisi puding dan fla.Dira yang melihat puding langsung tertarik. D