Akhirnya setelah kejadian mual melihat makanan, Dira tidak makan selama tiga hari. Dia hanya mau makan buah saja atau minum susu. Perutnya benar-benar mual ketika melihat makanan di atas meja.Selama tiga hari ini, Dima juga bingung. Bagaimana bisa istrinya tidak mau makan karena mual melihat makanan. Sekuat tenaga memaksa, tetapi tetap saja sang istri tidak mau.Mengingat tidak mau makan dan melihat makanan, Dira tidak mau diajak ke rumah mertuanya. Dia takut saat di rumah mertua diajak makan. Jika menolak, pastinya mereka akan tersinggung. Jika mengatakan apa alasannya, pasti mereka akan bingung.“Kamu sudah tiga hari tidak makan. Apa kamu tidak berusaha untuk makan?” Dima masih berusaha untuk membujuk sang istri.“Aku mau saja makan, tapi kamu tahu sendiri ‘kan jika melihat makanan saja aku sudah mual. Bagaimana bisa aku makannya?” Dira merasa jika dia tidak bisa makan sama sekali. Mual yang dirasakannya terlalu berl
“Dira hamil, Ma.” Dima dengan semangat memberitahu sang mama.Mama Ale terkesiap. Untuk sesaat dia mencerna ucapan Dima. Saat paham, dia langsung membulatkan mata.“Benarkah?” Mama Ale langsung memastikan ucapan Dima.“Iya, Ma.” Dima mengangguk.Mama Ale langsung beralih pada Dira. “Dira, selamat, akhirnya kamu hamil juga.” Mama Ale langsung memeluk menantunya. Merasa senang sekali akhirnya Dira dapat hamil.“Terima kasih, Ma.” Dira memeluk sang mertua.“Sepertinya kita harus undang keluarga yang lain. Kemudian mengadakan makan malam bersama.” Mama Ale memberikan ide tersebut.Dima dan Dira saling pandang. Membayangkan makan malam bersama tentu saja adalah hal menyeramkan.“Ma, jadi Dira tidak bisa melihat makanan di atas meja. Dia mual, Ma. Sepertinya tidak perlu ada makan malam karena takut membuat Dira tidak nyaman.” Dima mencoba menjelaskan pada Dira.Mama Ale tampak terkejut sekali.“Maksud kalian, Dira tidak bisa makan?” Mama Ale memastikan.“Iya, Ma. Tiap lihat orang makan atau
Sejak istrinya hamil, Dima selalu makan sendiri. Walaupun sepi, tetapi dia berusaha untuk tetap kuat. Apalagi sang istri tidak bisa melihat makanan berjajar di atas meja.Setiap hari Dira hanya makan roti atau kentang. Kemudian dia hanya minum jus buah dan sayur. Dira masih mau minum susu. Jadi nutrisinya masih terpenuhi.Selama tidak melihat makanan di atas meja, Dira masih aman. Tidak akan muntah. Keadaannya pun baik-baik saja. Justru tampak tidak sedang hamil.Dima yang baru saja selesai makan, segera kembali ke kamar. Menemui sang istri yang berada di kamar.“Kamu sudah selesai makan?” Dira menatap sang suami yang baru saja masuk ke kamar.“Sudah.” Dira mengangguk.Langkahnya diayunkan menghampiri sang istri yang sedang duduk di sofa seraya melihat ponselnya.“Sedang apa?” tanya Dima seraya mendudukkan tubuhnya tepat di samping sang istri.“Melihat info tentang kehamilan.” Dira menunjukkan ponselnya.Dima mengangguk. Dia ikut membaca apa yang sang istri baca. Menambah ilmu pengeta
Hari pernikahan Arlo dan Fazila akhirnya tiba juga. Semua anggota keluarga merayakan kebahagiaan ini. Dima dan Dira pun tak kalah bahagia dalam menyambut pernikahan Arlo.Dima diminta oleh keluarganya untuk menunggu adiknya. Sepanjang menunggu, dia terus menggoda sang adik.“Bagaimana? Apa jantung aman?” tanya Dima.Arlo menatap malas. Dia benar-benar malas dengan sang kakak yang terus menggodanya. Yang dikatakan sang kakak memang benar. Jantungnya begitu berdebar sekali ketika hari pernikahan. Padahal kemarin, dia tidak merasakan apa-apa.“Aku rasa kamu yang membuat jantungku tidak aman.” Arlo merasa jika itu adalah karena kakaknya yang sedari tadi terus menggodanya. Alhasil dia jadi takut.Dima tertawa. Senang sekali menggoda adiknya itu.“Salah siapa tidak percaya jika pasti kamu berdebar-debar.” Dima tertawa senang.“Iya, aku benar-benar berdebar-debar. Aku takut jika salah mengucapkan ijab kabul.” Arlo memegangi dadanya yang berdebar-debar.Dima tak henti tertawa. “Asal bukan sal
“Kamu benar. Dia tidak akan lagi mengatur aku.” Almeta membenarkan.Almeta berharap jika kakaknya akan sibuk dengan kehidupannya. Dia berharap jika kakaknya tidak lagi memedulikannya. Almeta ingin kakaknya memikirkan dirinya sendiri. Jika kakaknya bahagia, maka Almeta juga bahagia.Semua keluarga merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi melihat senyum Fazila dan juga Arlo.Di saat orang-orang masih sibuk dengan pesta pernikahan Arlo dan Fazila, Dima dan Dira memilih untuk segera ke ruang khusus untuk keluarga. Duduk di sana agar tidak melihat kerumunan orang yang membuat Dira pusing. Dira juga duduk jauh dari deretan makanan yang berada dia atas meja. Makanan itu memang disiapkan untuk keluarga mempelai.“Kamu mau makan puding?” tanya Dima menawarkan pada sang istri.“Boleh.” Dira mengangguk.Dima segera mengambilkan puding dengan fla yang berada di meja tak jauh dari mereka duduk. Dima membawa dua piring kecil berisi puding dan fla.Dira yang melihat puding langsung tertarik. D
Sambil menunggu Arlo, Fazila mengeringkan rambutnya. Fazila mengambil baju tidur yang disiapkannya di dalam tas yang dititipkan untuk ditaruh di kamar pengantin.Fazila memakai lotion yang dibawanya untuk melembapkan kulit. Tak lupa, dia memakai minyak wangi agar lebih percaya diri.Tepat saat apa yang dilakukan Fazila selesai, Arlo keluar dari kamar mandi. Arlo mencium aroma wangi parfum Fazila yang terasa manis. Hal itu membuat senyum tipis menghiasi wajahnya. Merasa senang karena Fazila menyambutnya dengan baik.Arlo membulatkan matanya melihat penampilan Fazila. Baju tidur seksi dengan tali spageti dan berwarna merah menyala tampak indah dipakai oleh Fazila. Wanita yang kini menjadi istrinya itu pun tampak seksi menggoda sekali.“Apa aku aneh?” Tatapan Arlo membuat Fazila tidak nyaman sama sekali.“Tidak, kamu tidak aneh. Justru aku suka.” Arlo menghampiri Fazila. Merengkuh pinggang ramping Fazila. “Kamu yang berinisiatif memakai baju seperti ini?” Arlo menatap Fazila lekat.“Iya,
Tiga bulan sudah usia kehamilan Dira. Dia benar-benar tidak bisa makan sama sekali di meja makan selama dua bulan ini. Selalu mual melihat makanan berjajar di atas meja.Selama dua bulan ini juga Dira minum jus buah sayur dan juga makan kentang atau roti gandum. Intinya dia menghindari nasi.Bertambahnya usia kandungan Dira, mual yang dirasakan Dira mulai berkurang. Kini dia mulai bisa makan di meja makan, meskipun masih belum bisa makan secara normal.Hari ini Fazila dan Arlo main ke rumah Dima dan Dira. Arlo ingin mengerjakan pekerjaan bersama Dima. Jadi sengaja datang ke rumah kakaknya itu.Di saat pada pria mengobrol, para wanita juga mengobrol. Mereka memilih di taman belakang sambil melihat-lihat bunga.“Bagaimana keadaan kandunganmu, Ra?” Fazila membelai perut Dira.“Mualnya sudah berkurang, Kak. Beberapa hari ini bisa ikut menemani Kak Dima makan di meja makan.” Dira menceritakan tentang kandungannya.“Syukurlah, aku ikut senang.” Fazila ikut senang. “Aku berharap bisa segera
“Kamu tidak boleh makan banyak-banyak. Nanti kamu mual lagi.” Dima mencoba menjelaskan pada sang istri. Pengalaman yang sudah lalu menjelaskan jika Dira mual karena makan banyak. Dima tidak mau sampai terulang kembali.Dira membenarkan ucapan Dima. Awal mula mual adalah karena makan banyak. Jadi wajar jika akhirnya Dima melarang.“Baiklah, aku tidak akan makan banyak.” Dira akhirnya setuju dengan permintaan sang suami.Dima merasa sedikit lega karena sang istri mau mendengarkannya.“Dua piring spageti sudah cukup.” Dima menatap sang istri.“Baiklah.” Dira mengangguk.Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar. Dira menunggu dulu perutnya lebih nyaman. Bersama sang suami, dia menonton film. Beruntung mereka libur besok. Jadi besok tidak perlu harus susah-susah bangun pagi.“Kapan kita bisa melihat jenis kelamin anak kita?” Dima membelai lembut perut sang istri.