“Huek ... Huek ....” Alca memuntahkan semua isi perutnya.Pagi-pagi setelah makan, tiba-tiba Alca muntah. Padahal baru sesuap nasi yang masuk ke dalam mulutnya. Namun, tiba-tiba perutnya mual dan membuatnya muntah.Ale memijat tengkuk sang suami. Sudah seminggu ini Alca mual-muntah. Setiap makan pagi, dia selalu muntah. Apalagi jika bertemu dengan nasi.Seminggu ini Alca tidak mau makan nasi. Makan kentang, pasta, atau roti. Alhasil ketika mencoba makan nasi, dia justru muntah.Alca membasuh mulutnya untuk membersihkannya. Kemudian menegakkan tubuhnya.“Ayo.” Ale membawa Alca keluar dari kamar mandi di dekat ruang keluarga. Mengajaknya untuk masuk ke kamar. Karena hari ini adalah hari libur, jadi paling tidak Alca bisa beristirahat.Dima bersama dengan asisten rumah tangga yang tadi dipanggil Ale. Karena dia harus mengurus Alca, dia meminta asisten rumah tangga membantunya menjaga Dima sebentar.“Aku akan ambilkan minum.” Ale segera berlalu untuk mengambilkan minum di meja makan. Kemu
Usia kandungan Ale sudah masuk usia empat bulan. Tidak ada mual, muntah, atau pusing. Ale menjalani kehamilannya dengan sangat nyaman. Tidak banyak kendala.Selama kehamilan Ale itu, justru Alca yang mengalami mual dan muntah. Alca selalu mual setiap pagi. Dia tidak bisa makan nasi. Setiap bertemu nasi, dia akan muntah. Alhasil, Alca makan pasta, spageti, roti, dan beberapa umbi-umbian. Intinya karbohidratnya bukan nasi.Menginjak usia kandungan Ale yang memasuki trimester kedua, kini mual dan muntah yang dirasakan Alca sudah berkurang. Jadi Alca sudah mulai nyaman dengan aktivitasnya.“Ndong ....” Dima mengulurkan tangannya pada Ale. Meminta sang mama untuk menggendong.“Sayang, mama tidak bisa menggendong.” Alca langsung mengambil tubuh mungil anaknya. Mengendong sang anak.“Aku rindu menggendong Dimdim “ Ale menatap anaknya dengan tatapan sedih. Dia merasa begitu sedih karena tidak bisa merakan anaknya bergelantung manja padanya.“Untuk sementara jangan dulu. Jika ingin memeluknya.
“Mau ke mana kita?” Ale bingung ke mana suaminya membawanya.“Ada restoran baru.” Alca begitu bersemangat sekali.“Restoran apa?” tanya Ale.“Restoran Korea. Aku mau makan sushi.” Alca segera mengajak sang istri untuk menuju restoran tersebut. Kebetulan restoran itu berada di dalam mal.Ale pasrah saja. Ikut saja ke mana Alca membawanya. Lagi pula suaminya memang seperti itu. Mau makan ini dan itu.Alca bersemangat sekali pergi ke restoran itu. Dia mendorong stroller sang anak dengan cepat agar cepat sampai. Dima yang merasa laju stroller-nya kencang, begitu girang sekali. Begitu senang sekali. Seperti sedang balapan.Ale terpaksa berjalan pelan saja. Membiarkan sang anak dan suaminya berjalan lebih dulu.Saat berjalan melintas di sebuah restoran, tiba-tiba langkah Ale terhenti. Dia melihat jika restoran bebek milik Zira sudah tutup. Berganti dengan restoran lain.Alca yang berjalan di depan, tidak mendengar langkah sang istri. Alhasil, dia berbalik untuk memastikan sang istri. Diliha
Tanpa terasa usia kandungan Ale sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu saja waktu melahirkan. Alca sudah mulai kerja dari rumah. Menunggu sang istri yang sebentar lagi mau melahirkan. Mama Arriel dan Mama Mauren tinggal di rumah Ale menjelang Ale akan melahirkan. Mereka ingin menjaga Ale. Apalagi Dima sudah tidak bisa diam sama sekali. Jadi Ale kewalahan dengan perut besar jika harus menjaga Dima. Jadi Ale butuh bantuan mertuanya. “Sayang, aku mau roti kopi.” Ale menatap suaminya yang sedang asyik menatap layar laptopnya. Alca segera mengalihkan pandangannya. Dia cukup terkejut ketika mendapati sang istri menginginkan roti kopi. “Sayang, kamu tahu bukan jika kopi tidak baik untuk ibu hamil.” Alca memberikan pengertian sang istri. “Iya, aku tahu, tapi aku ingin sekali makan roti kopi. Sedikit saja tidak apa-apa.” Entah kenapa Ale tumben sekali ingin makan roti kopi. Selama kehamilan, memang tidak banyak yang diinginkan Ale. Alca menimbang apa yang diminta sang istri. Sejak hamil
“Permisi.”Ale yang sedang menyirami bunga di taman segera mengalihkan pandangan. Dia melihat seorang gadis muda di sana. Mungkin usianya masih belasan.“Iya.” Ale segera mematikan sambungan air dan segera menghampiri.Ale memerhatikan gadis belia di depannya. Gadis di depannya tampak cantik sekali. Matanya biru dengan rambut blonde. Kulitnya putih dan bersinar. Jika dilihat jelas sekali jika gadis di depannya memiliki garis keturunan asing. Bukan orang Indonesia.“Apa ini rumah Pak Alcander Janitra?” Gadis itu bertanya pada Ale.Untuk sesaat Ale memikirkan siapakah gadis di depannya. Memikirkan ada keperluan apa gadis itu datang. Yang membuat Ale sedikit heran adalah gadis itu membawa koper.“Iya, benar. Ini rumah Alcander Janitra.” Ale mengangguk. Membenarkan jika ini adalah rumah Alca-suaminya.“Bisakah saya bertemu?” tanya gadis itu.Ale sebenarnya ingin tahu apa yang membuat gadis belia itu datang. Apalagi datang untuk menemui suaminya. Pikirannya pun melayang memikirkan yang tid
“Kamu punya anak dengan Zira?” Ale berbisik pada suaminya. “Sembarangan. Kamu tahu aku terakhir bertemu Zira sejak putus dengannya. Kamu sendiri yang bilang Zira ke luar negeri.” Alca mengelak tuduhan sang istri. Memang setelah memutuskan hubungan dengan Zira, mereka tidak pernah bertemu lagi. Apalagi mereka tahu jika Zira sudah ke luar negeri. “Lalu dia anak Zira dengan siapa?” tanya Ale. “Mana aku tahu.” Alca mengendikan bahunya. Ale segera melihat gadis itu. “Jadira—“ “Panggil saja Dira, Tante.” Dira menjawab. Ale merasa Dira cukup unik. Wajah internasional, tetapi lancar bahasa Indonesia. “Baiklah, Dira. Jadi kamu anak Zira?” Ale memastikan. “Iya.” Dira mengangguk. Kemudian menunjukkan fotonya dengan sang mama. Ale mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata memang benar jika Dira anak “Lalu di mana mamamu?” Alca penasaran karena Dira datang sendiri tanpa mamanya. “Mama sudah meninggal dunia.” Dira menjelaskan pada Alca. Alca dan Ale begitu terkejut sekali dengan yang dide
Dima yang baru saja pulang dari rumah neneknya segera masuk ke rumah. Saat masuk, dia melihat seorang gadis belia di sana. Dima hanya menatap sebentar. Merasa aneh, kenapa ada anak-anak di rumahnya saat dilihat penampilan anak tersebut. Dima menyimpulkan jika gadis itu keturunan asing. Tampak dari rambutnya blonde, belum lagi matanya yang biru. Tak mau pusing memikirkan siapa gerangan gadis itu, Dima memilih untuk berlalu begitu saja. “Menyebalkan sekali, tidak mau menyapa.” Dira menggerutu. Sedikit kesal dengan Dima yang melintas begitu saja. Padahal tadi dia sudah mencoba tersenyum. Dira menunggu cukup lama Ale dan Alca. Dia bingung kenapa dua orang itu begitu lama. Sejujurnya Dira begitu lelah. Perjalanan New York-Jakarta cukup lama. Dia sudah sangat lelah. Ingin sekali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang nyaman. Sayangnya, dia harus bersabar. Karena pemilik rumah belum menerimanya. “Kira-kira apa yang ditulis mama? Apa mama meminta mereka mengadopsi aku?” Dira berguma
“Anak keduaku namanya Arlo. Sayangnya, dia sedang tidak di rumah.” Ale menjelaskan kembali pada Dira.Dira mengangguk mengerti. Yang dia tanggap jika anak dari Alcander Janitra semua laki-laki. “Dim, Arlo ke mana?” Tiba-tiba Ale teringat dengan anak bungsunya itu. Dibanding sang kakak, Arlo sedikit liar. Pergi terus dan jarang di rumah. Jika kemalaman pulang, dia akan pulang ke rumah oma dan opanya. Mencari perlindungan. Karena papanya akan marah jika Arlo pulang larut malam. Arlo masih kuliah. Jadi Ale dan Alca ingin Arlo fokus. “Tadi dia bilang jalan dengan pacarnya.” Dima mengangkat koper sambil menjawab pertanyaan sang mama. Ale mengingat jika Arlo sudah punya pacar sejak lulus sekolah. Sudah cukup lama juga menjalin hubungan. Arlo memang berbeda dengan kakaknya. Arlo selalu mengajak pacarnya datang ke rumah, sedangkan Dima tidak sekali pun membawanya. Meskipun Ale tahu jika putranya itu pasti punya pacar. Akhirnya mereka sampai di lantai atas juga. Dima sampai kelelahan. Kop