Mendapati pertanyaan itu Ale sedikit bingung. Namun, dia memilih untuk mengatakan apa yang sesungguhnya. “Saya istrinya.” Ale menjelaskan apa hubungannya dengan Alca. Zafran membulatkan matanya. Dia begitu terkejut dengan jawaban Ale. “Baiklah, terima kasih.” Zafran segera berlalu. Ale hanya menatap Zafran aneh. Karena pergi setelah bertanya. “Apa dia mengira Kak Alca masih bersama Zira?” tanya Ale pada dirinya sendiri. Zafran segera menuju ke toilet. Dia mau melihat apakah benar jika wanita yang duduk di meja tadi adalah istri Alca. “Om Zafran.” Alca begitu terkejut ketika melihat Zafran ketika baru keluar dari toilet.“Apa benar jika wanita hamil di luar sana adalah istrimu?” Zafran tanpa berbasa-basi bertanya pada Alca. Alca tidak tahu dari mana Zafran tahu. Namun, dia merasa jika tidak perlu ada yang ditutupi. “Iya, Om. Memang benar jika wanita itu adalah istri saya.” Zafran merasakan sesak di dadanya. Dia tahu seberapa besar cinta Zira pada Alca. Entah apa jadinya jika
BAB 128Sesuai kesepakatan Alca dan Ale malam ini mereka memutuskan untuk tidur di kamar Alca. Mengingat kamar Alca ada di lantai atas, Alca berpesan untuk Ale tidak boleh ke lantai atas tanpa dirinya atau bantuan asisten rumah tangga. Dia merasa jika akan bahaya jika Ale melakukan itu sendiri. Alca menggandeng tangan Ale menaiki anak tangga. Dia juga berjaga-jaga tepat di belakang pinggang Ale agar jika tiba-tiba jatuh tangannya siap.“Kak Alca terlalu berlebihan.” Ale memprotes apa yang dilakukan Alca. “Aku hanya tidak ingin kamu kenapa-kenapa. Bukan berlebihan.” Alca tersenyum. Terserah dianggap berlebihan. Yang penting istri baik-baik saja. Mereka sampai di lantai atas dengan baik. Ale langsung bergegas merebahkan tubuhnya. Ini pertama kalinya masuk ke kamar Alca malam-malam. “Mau dipijat lagi?” tanya Alca memastikan sebelum tidur. “Tidak.” Ale menggeleng. “Tadi Kak Alca sudah memijatku. Jadi tidak perlu memijat aku lagi.” Perhatian Alca benar-benar begitu banyak. Hingga me
Alca menelan salivanya. Bisa-bisanya disambut dengan paha mulus miliki sang istrinya. Sungguh pemandangan yang jarang dilihatnya. Ale langsung menurunkan kakinya. Tak mau membuat sang suami melihatnya. “Apa kamu butuh bantuan?” Entah kalimat dari mana itu. Namun, tiba-tiba terlontar dari Liam. “Tidak, Kak.” Ale menggeleng. Mendapati jawaban tidak, tetapi langkah Alca masih saja diayunkan. Membuat Ale berdebar-debar. “Mau aku bantu?” tanya Alca lagi.Ale bingung. Sudah menolak, tetapi tetap saja Alca meminta untuk membantu. Sampai akhirnya, Ale memikirkan jika dirinya memang sedang butuh bantuan untuk bagian yang tidak bisa dijangkaunya.“Aku tidak bisa memberikan di bagian punggung. Jika Kak Alca mau bantu. Boleh bagian punggung.” Ale menyerahkan krim ibu hamil yang biasa dipakainya itu. Ale memberikan krim tersebut pada Alca. Walaupun sebenarnya dia tidak yakin. Alca langsung meraih krim tersebut. Entah dorongan apa yang membuatnya memaksa untuk membantu. Mungkin karena rasa
“Mama Mauren, Papa David.” Alca begitu terkejut ketika melihat orang tua Dima datang pagi-pagi sekali. Apalagi mamanya tanpa mengabari sama sekali. “Kenapa Mama dan Papa datang pagi-pagi? Apa ada masalah?” tanya Alca penasaran. “Mama dengar kamu kemarin pergi dengan Ale ke puncak. Jadi Mama khawatir. Langsung ke sini untuk mengecek keadaan Ale.” Baru kemarin Mama Mauren dengar jika menantunya pergi. Jadi dia penasaran sekali dengan keadaan sang menantu. “Mama.” Ale yang keluar melihat Alca berada di depan pintu. Rasa penasarannya mengantarkannya untuk mendekat ke arahnya. Melihat sedang apa suaminya. Ternyata sang suami sedang berbicara dengan mertuanya. Ale langsung menautkan pipi pada sang mama. Kemudian menyapa Papa David. “Kamu baik-baik saja?” tanya Mama Mauren. Ale bingung ketika ditanya hal itu. “Aku baik-baik saja, Ma.” Ragu-ragu dia tetap menjawab. “Lihatlah, menantumu baik-baik saja. Jangan berlebihan.” Papa David menegur apa yang dilalukan istrinya. Kekhawatiran yang
“Kenapa Mama bertanya seperti itu?” tanya Ale memastikan lebih dulu sebelum menjawab. “Mama hanya khawatir saja. Mama takut kebahagiaan kalian terusik.” Mama Mauren merasa takut saja. Apalagi sekarang Alca sudah bersikap baik pada Ale. Ale pikir Mama Mauren tahu tentang Zira. Namun, ternyata dugaannya salah. “Tidak, Ma. Mantan Kak Alca tidak pernah datang.” Ale memilih berbohong. Agar suaminya tidak dicap buruk. “Syukurlah. Mama mau kalian hidup bahagia bersama, tanpa ada gangguan.” Ale hanya tersenyum. Dia juga berharap seperti itu. Tidak mau ada yang mengganggu rumah tangganya. Mama Mauren cukup lama di rumah. Mengobrol tentang kehamilan Ale. Mama Mauren memang selalu ingin tahu perkembangan cucunya. Apalagi tinggal dua bulan lagi cucunya lahir. ***Ale sedang menyiapkan makan malam. Memasak adalah kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luangnya selama di rumah. “Kamu sedang apa?” Tiba-tiba sekali Alca memeluk Ale dari belakang. Ale yang sedang memasak begitu terke
Sesuai dengan rencana. Hari ini Ale dan Alca pergi untuk menemani Ale kelas ibu hamil. Alca juga merasa jika dia harus mempersiapkan diri untuk kelahiran anak Ale. Mengingat kelak anak itu juga akan menjadi anaknya. Saat masuk ke kelas. Sudah ada banyak pasangan yang datang. Seperti halnya Alca yang datang untuk menemani istri-istri mereka. “Selamat pagi calon Ibu dan Bapak. Terima kasih atas kehadirannya. Kelas hari ini kita akan belajar untuk mempersiapkan prosesi melahirkan. Kami dari team akan membagikan informasi-informasi apa saja yang harus Bapak dan Ibu lakukan jelang melahirkan.” Pelatih kali ini memberitahukan pada Ale, Alca, dan calon orang tua lainnya. Ale dan Alca mendengarkan dengan saksama. Pelatih memberitahu apa saja yang harus dipersiapkan jelang melahirkan. Tak hanya peralatan-peralatan untuk bayinya. Mereka memberitahu jika orang tua harus menyiapkan mental mereka. Terutama saat prosesi melahirkan. “Saat melahirkan pastinya Ibu dan Bapak tidak perlu panik. Ka
Ale melihat Alca yang sedang belajar memandikan bayi. Kemudian berlanjut memakaikan popok pada boneka yang tadi siang dibeli. Beberapa kali Alca tampak salah. Namun, dia mengulangnya lagi. Itu membuat Ale tersenyum. Belum lagi Alca yang bergumam sendiri membuat Ale merasa lucu. “Ternyata Kak Alca benar-benar menanti anak aku.” Ale bergumam. Merasa begitu bahagia sekali ketika Alca menanti anaknya. “Sepertinya gendongnya tadi begini.” Alca masih mencari posisi pas untuk menggendong anaknya. Dia masih merasa bingung memosisikan tangannya.Ale yang gemas perlahan masuk ke kamar. Kemudian meraih tangan Alca yang salah sewaktu memegang bayi. Ale yang tiba-tiba di belakangnya jelas membuat Alca begitu terkejut sekali. “Cara pegagangnya seperti ini.” Ale membenarkan cara pegang Alca. “Al.” Alca menatap Ale yang berada di belakangnya. Senyum Alca mengembang ketika mendapat arahan bagaimana menggendong yang benar dari istrinya.“Kak Alca fokus.” Ale menegur sang suami yang sedang melihat
Ale kini fokus pada kandungannya. Apalagi kini kandungannya sudah menginjak delapan bulan. Sudah mendekati hari melahirkan. Hari ini Ale memeriksakan kandungan. Tak sendiri dia ditemani oleh Alca. Suaminya itu meluangkan waktu di tengah kesibukannya. Apalagi pemeriksaan kandungan kali ini di jam kerja.“Kenapa Mama Mauren tidak bisa ikut mengantarkan?” Di dalam perjalanan, Alca bertanya pada istrinya itu. “Katanya papa tidak enak badan. Jadi mama tidak bisa ikut.” Tadi Mama Mauren menghubungi untuk mengabari jika tidak bisa ikut memeriksakan kandungan. “Kalau begitu kita ke rumah Mama Mauren saja besok saat aku libur. Sekalian kita melihat keadaan Papa David.” Alca memberikan ide pada sang istri. “Boleh-boleh.” Ale setuju sekali. Karena dia juga ingin mengecek keadaan papa mertuanya itu. Ale dan Alca sampai di rumah sakit. Mereka segera melakukan pendaftaran. Tadi Alca sudah mendaftarkan Ale lewat saluran telepon. Jadi kali ini hanya tinggal konfirmasi saja. Setelah urusan pen