Mendapati permintaan itu membuat Ale terdiam. Dia cukup bingung harus mengambil ponsel Alca di kantung celana. “Al, tolong.” Alca memanggil sang istri. “Iya.” Ale segera berdiri dan mendekat ke arah Alca. Kemudian tangannya merogoh kantung celana tersebut. Mengambil ponsel Alca.Saat tangan Ale meraba paha Alca, tiba-tiba Alca merasakan hal lain. Desiran aneh menghampirinya. Ternyata pilihannya untuk meminta Ale mengambil ponsel ternyata salah. Beruntung Ale tak melakukannya terlalu lama. Jadi dengan segera Ale memberikan pada Alca. “Ini.” Ale memberikan tanpa melihat siapa yang menghubungi Alca. “Siapa yang menghubungi?” tanya Alca. Ale mengalihkan pandangan pada ponsel suaminya. Dilihatnya nama Mama Arriel terpampang di layar ponsel Ale. “Mama.” Ale menunjukkan layar ponsel Alca. Alca melihat jika sang mama yang menghubungi. Jadi jelas baginya tidak perlu menyembunyikan apa pun dari Ale. “Angkat saja,” pinta Alca. Mendapati permintaan itu Ale segera mengangkat sambungan te
Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Setelah tadi makan malam, Ale dan Alca menikmati langit malam sambil bercerita di taman belakang. Melihat sang istri yang kedinginan membuat Alca melepaskan jaket yang dipakainya. “Terima kasih, Kak.” Ale tersenyum. “Sama-sama.” Alca senang bisa melihat senyum Ale terus. Alca meraih tangan Ale. Menggenggamnya erat. Dia ingin terus bersama dengan Ale. Rasa cintanya pada Ale sudah tidak terbendung lagi. Ale melihat tangan Alca yang menggenggam erat tangannya. Ada rasa bahagia menyelimuti hatinya.“Aku ingin kita bisa bahagia setelah ini semua.” Ale menyelipkan sebuah harapan ketika tangan mereka saling menggenggam.“Tentu saja. Semua akan terwujud. Aku janji.” Alca menatap Ale untuk meyakinkan Ale. Tangannya meraih wajah sang istri seraya membelai lembut. Sebuah kecupan hangat mendarat di dahi Ale. Kecupan itu ungkapan tulus dari Alca. “Aku janji akan membuatmu bahagia.” Alca menatap Ale penuh dengan keyakinan. Ale mengangguk. Dia tentu
Alca melihat pesan itu berasal dari mama Zira. Memintanya untuk datang ke rumah. Bukan Alca tidak mau peduli lagi dengan Zira. Namun, sudah ada Ale yang ada di sisinya sekarang. Terkadang hidup ini penuh dengan pilihan. Begitu juga yang terjadi pada Alca. Dia sudah memilih Ale. Jadi tidak mau sampai melukainya. Alih-alih menjawab pesan itu. Alca memilih menghapus pesan itu. Tak mau berhubungan lagi dengan Zira. Alca meletakkan ponselnya dia atas nakas. Kemudian merebahkan tubuh di samping Ale. Sambil menunggu matanya terpejam, Alca memutuskan untuk memandangi wajah Ale. Ale tampak cantik sekali saat tidur. Membuatnya tak jemu memandang. Rasanya Alca tak sabar saat membuka mata besok. Wajah Ale yang akan dilihatnya pertama kali. Perlahan mata Alca terpejam saat rasa kantuk mulai menghinggapi. Tangannya yang memeluk Ale, begitu eratnya. Memberikan kehangatan di dinginnya malam. ***Ale membuka matanya perlahan. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alca yang tidur begitu pul
“Aku takut Kak Alca tidak bisa mengendalikan diri.” Ale mencoba menutupi tubuh bagian atas. Alca mengembuskan napasnya. Berusaha menenangkan dirinya. Yang dikatakan sang istri ada benarnya. Memang benar jika dia pasti tidak akan bisa mengendalikan diri. Apalagi ini adalah pertama kali menyentuh wanita. Bersama Zira dia tak pernah melakukannya. Selama berpacaran, mereka hanya sekadar ciuman. Dengan segera Alca menutup kembali tubuh Ale yang terbuka. Mengaitkan kembali bra milik sang istri. “Maaf, Kak.” Ale sadar jika apa yang dilakukannya membuat Alca kecewa. “Aku yang minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diriku. Aku belum pernah menyentuh tubuh wanita, jadi aku sedikit bersemangat.” Alca merasa malu sekali. Ale tidak menyangka jika Alca berpacaran dengan sehat. Padahal jaman sekarang memang susah mendapatkan pria seperti itu. Salah satunya Dima dan kini ada Alca.“Bisakah kita melakukan hal biasa saja. Anggap saja kita sedang berpacaran. Jadi sampai saat anakku lahir, kita
“Om Zafran.” Alca cukup terkejut ketika melihat papa dari Zira itu. Mereka sedang di rest area. Jadi memang sedikit tidak mungkin jika bertemu dengan orang yang dikenalnya. Namun, buktinya dia bertamu papa Zira. “Kamu di sini?” Zafran menghampiri Alca. “Iya, Pak. Tadi dari puncak.” Alca langsung mengulurkan tangan pada Zafran. Menjabat tangan pria paruh baya itu. “Apa kamu bersama Zira?” Zafran mengedarkan pandangan untuk melihat keberadaan anaknya. “Tidak, Pak. Saya tidak bersama Zira.” “Es krimnya, Pak.” Kasir dari restoran memerikan es krim yang dipesan Alca. Alca langsung mengalihkan pandangan. Dengan segera dia meminta dua es krim yang dipesannya. “Saya permisi dulu, Pak.” Alca menganggukkan kepalanya sedikit sebelum pergi. “Baiklah.” Zafran mempersilakan Alca untuk pergi. Alca segera pergi ke tempat duduk bersama Ale. Dari kejauhan, Zafran memerhatikan dengan siapa Alca pergi ke puncak. Alangkah terkejutnya ketika mendapati Alca pergi dengan seorang wanita. Wanita itu s
Mendapati pertanyaan itu Ale sedikit bingung. Namun, dia memilih untuk mengatakan apa yang sesungguhnya. “Saya istrinya.” Ale menjelaskan apa hubungannya dengan Alca. Zafran membulatkan matanya. Dia begitu terkejut dengan jawaban Ale. “Baiklah, terima kasih.” Zafran segera berlalu. Ale hanya menatap Zafran aneh. Karena pergi setelah bertanya. “Apa dia mengira Kak Alca masih bersama Zira?” tanya Ale pada dirinya sendiri. Zafran segera menuju ke toilet. Dia mau melihat apakah benar jika wanita yang duduk di meja tadi adalah istri Alca. “Om Zafran.” Alca begitu terkejut ketika melihat Zafran ketika baru keluar dari toilet.“Apa benar jika wanita hamil di luar sana adalah istrimu?” Zafran tanpa berbasa-basi bertanya pada Alca. Alca tidak tahu dari mana Zafran tahu. Namun, dia merasa jika tidak perlu ada yang ditutupi. “Iya, Om. Memang benar jika wanita itu adalah istri saya.” Zafran merasakan sesak di dadanya. Dia tahu seberapa besar cinta Zira pada Alca. Entah apa jadinya jika
BAB 128Sesuai kesepakatan Alca dan Ale malam ini mereka memutuskan untuk tidur di kamar Alca. Mengingat kamar Alca ada di lantai atas, Alca berpesan untuk Ale tidak boleh ke lantai atas tanpa dirinya atau bantuan asisten rumah tangga. Dia merasa jika akan bahaya jika Ale melakukan itu sendiri. Alca menggandeng tangan Ale menaiki anak tangga. Dia juga berjaga-jaga tepat di belakang pinggang Ale agar jika tiba-tiba jatuh tangannya siap.“Kak Alca terlalu berlebihan.” Ale memprotes apa yang dilakukan Alca. “Aku hanya tidak ingin kamu kenapa-kenapa. Bukan berlebihan.” Alca tersenyum. Terserah dianggap berlebihan. Yang penting istri baik-baik saja. Mereka sampai di lantai atas dengan baik. Ale langsung bergegas merebahkan tubuhnya. Ini pertama kalinya masuk ke kamar Alca malam-malam. “Mau dipijat lagi?” tanya Alca memastikan sebelum tidur. “Tidak.” Ale menggeleng. “Tadi Kak Alca sudah memijatku. Jadi tidak perlu memijat aku lagi.” Perhatian Alca benar-benar begitu banyak. Hingga me
Alca menelan salivanya. Bisa-bisanya disambut dengan paha mulus miliki sang istrinya. Sungguh pemandangan yang jarang dilihatnya. Ale langsung menurunkan kakinya. Tak mau membuat sang suami melihatnya. “Apa kamu butuh bantuan?” Entah kalimat dari mana itu. Namun, tiba-tiba terlontar dari Liam. “Tidak, Kak.” Ale menggeleng. Mendapati jawaban tidak, tetapi langkah Alca masih saja diayunkan. Membuat Ale berdebar-debar. “Mau aku bantu?” tanya Alca lagi.Ale bingung. Sudah menolak, tetapi tetap saja Alca meminta untuk membantu. Sampai akhirnya, Ale memikirkan jika dirinya memang sedang butuh bantuan untuk bagian yang tidak bisa dijangkaunya.“Aku tidak bisa memberikan di bagian punggung. Jika Kak Alca mau bantu. Boleh bagian punggung.” Ale menyerahkan krim ibu hamil yang biasa dipakainya itu. Ale memberikan krim tersebut pada Alca. Walaupun sebenarnya dia tidak yakin. Alca langsung meraih krim tersebut. Entah dorongan apa yang membuatnya memaksa untuk membantu. Mungkin karena rasa
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker