Satria masuk ke dalam rumahnya, tanpa mengucapkan salam dia pun memanggil Azizah. Namun ternyata wanita itu baru saja menyusui Syafiq dan menidurkan bayinya"Ada apa, Mas? Kenapa kamu teriak-teriak?" tanya Azizah dengan heran.Satria yang tidak ingin mengganggu putranya yang sedang tertidur, dia meminta Nisa untuk menemaninya. Dia pun menarik tangan Azizah masuk ke dalam kamarnya, membuat wanita itu merasa keheranan dengan sikap sang suami."Kenapa sih Mas, kok tiba-tiba datang-datang teriak-teriak terus malah narik aku ke sini? Ada apa?" tatapan Azizah terpancar heran."Katakan! Bekas cupang apa yang kamu maksud? Apa yang kamu bilang kepada Fatma? Kenapa dia berkata demikian? Kenapa dia sampai menuduh aku selingkuh?""Mbak Fatma nuduh kamu selingkuh?" Azizah mengkerut heran, "tunggu-tunggu! Jadi tadi kamu ke rumahnya Mbak Fatma?" Satria langsung menganggukan kepalanya, "terus gimana? Mbak Fatma mau pulang kan, Mas?" Bukannya menjawab pertanyaan Satria, Azizah malah kembali bertanya d
Azizah berdecak, "ck! Bagaimana bisa kamu, bilang? Hebat sekali ya akting kamu, Mas. Sudah berselingkuh, sudah mempunyai dua istri, tapi ternyata itu tidak membuatmu puas, sampai kamu harus mencari wanita lain dan kembali kepada masa lalumu? Apa aku ini wanita bodoh, Mas? Tidak. Bagaimana mungkin tanda lcknat itu tiba-tiba saja ada, jika kalian tidak melakukan hal yang menjijikan?" ucap tajam Azizah sambil menggertakan giginya dengan marah.Satria segera berbalik, dia menggelengkan kepalanya dengan kuat sambil menatap ke arah Azizah. "Tidak sayang. Aku tidak pernah melakukan apapun dengan Meli, ini semua salah paham. Ini tidak benar.""Salah paham kamu bilang, Mas? Apakah salah paham bisa menimbulkan tanda seperti itu? Iya!" bentak Azizah, bahkan air matanya kini sudah mengalir dengan deras.Dadanya kembang kempis menahan amarah yang benar-benar menyesakkan dadanya. Tangannya bergetar hendak menampar wajah pria itu akan tetapi sedari tadi Azizah menahannya. "Aku kecewa sama kamu, Mas.
"Meli! Dimana kamu?!" teriak Satria saat sudah sampai di cafenya."Maaf Pak, mbak Meli sudah pulang dari sore," ujar salah satu pelayan.Satria yang mendengar itu pun segera berlalu, dia hendak menuju apartemen Meli dengan amarah yang sudah mencapai ubun-ubunnya.Dia tahu bahwa telah terjadi sesuatu malam itu kepada dirinya, dan dia harus meminta penjelasan kepada Meli, karena tidak ada wanita manapun selain Meli yang ada di apartemennya.Beberapa kali dia memencet tombol di depan pintu apartemen Meli, akan tetapi tidak ada sahutan ataupun tidak dibukakannya pintu. "Kemana wanita itu? Apa dia sedang tidak ada di apartemen? Sial! Bagian dibutuhkan saja tidak ada!" geram Satria dengan kesal.Dia mencoba untuk menunggu beberapa saat akan tetapi tidak ada, akhirnya pria itu pun masuk kembali ke dalam mobil. Entah ke mana dia harus mencari Meli, karena pria itu pun tidak tahu keberadaannya saat ini.Dia memutuskan untuk pergi ke salah satu Cafe tempatnya nongkrong. Sesampainya di sana Sat
"Maksud lo apa sih? Kalau ngomong jangan setengah-setengah. Kalau lo di sini nggak mau kasih solusi sama gue, mendingan lo pergi deh!" Satria saat ini benar-benar sedang dilanda kekesalan dan juga kebingungan.Sehingga ia pun malas untuk menebak-nebak ucapan dari Rafa, karena pikirannya benar-benar sangat kalut.Melihat sahabatnya yang sedang merasa kesal, Rafa pun terkekeh. Dan itu semakin membuat Satria benar-benar tak suka. "Slow bro. Nggak usah marah kayak gitu dong!"Kemudian Rafa mencondongkan tubuhnya ke arah Satria lalu dia pun menjelaskan, "Masa lo nggak bisa mikir dan lo nggak bisa ambil kesimpulan sih? Nih ya. Bisa saja waktu lo tertidur, Meli melakukan itu sama lo? Nggak mungkin jika itu adalah garukan atau semacam gigitan nyamuk, karena siapapun tahu dan bisa membedakan."Seketika Satria terpaku, tapi sejurus kemudian dia pun menggeleng. "Tidak mungkin. Gue itu orangnya gampang terjaga dari tidur kalau ada hal yang mengganggu tidur gue. Jadi rasanya nggak mungkin deh." S
"Hawa! Fatimah!" seru Fatma dengan senang saat melihat kedua sahabatnya.Dia segera mendekat dan langsung memeluk kedua wanita yang berjilbab syar'i tersebut. "Ya ampun! Aku benar-benar rindu sekali sama kalian ... akhirnya kalian pulang juga dari Kairo. Kalian baik-baik saja kan di sana? Terus gimana kabarnya?""Alhamdulillah aku baik. Kamu sendiri gimana kabarnya?" jawab Hawa."Alhamdulillah aku juga baik. Ayo duduk! Kalian kok ke sini nggak ngasih tahu aku dulu sih?""Gimana mau ngasih tahu kamu, orang nomor kamu yang dulu aja sudah nggak aktif." Mendengar itu Fatma langsung terkekeh, dia lupa bawa telah mengganti nomor dan lupa untuk mengabari kedua sahabat tercintanya tersebut.Mereka pun sarapan bersama, terlihat raut bahagia di wajah Fatma karena kedatangan sahabat yang sudah sejak lama sekali ia rindukan. Di mana mereka bertiga itu sahabatan sejak kecil, akan tetapi Hawa dan juga Fatimah harus menempuh pendidikan di Kairo."Suami kamu mana? Nggak ikut?" tanya Fatma kepada Fati
Malam ini seperti biasanya Fatma tengah membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan wajah yang pucat dan sedikit lemas, hingga tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dan ternyata itu dari Azizah.(Aku sebentar lagi sama Mas Satria datang ke rumah Mbak ya buat membicarakan perihal masalah tanda yang ada di lehernya Mas Satria waktu itu, katanya dia sudah punya bukti).Fatma membaca itu pun merasa lega, dia tersenyum tipis karena ternyata Satria sudah mempunyai buktinya. "Ya ... aku berharap Mas Satria memabg mempunyai bukti yang akurat, bukan hasil editan atau settingan semata."Dia keluar dari kamar dengan langkah yang perlahan, melihat Uminya sedang membaca buku di ruang tamu bersama dengan Abi."Umi, Abi,sebentar lagi Mas Satria dan Azizah akan ke sini." Fatma duduk di hadapan kedua orang tuanya."Mau ngapain mereka ke sini?" tanya Umi seperti tak suka saat mendengar kedua orang yang selama ini ia tak sukai datang ke rumahnya."Umi ... aku mohon jangan seperti itu! Azizah
"Bukannya seperti itu sayang. Aku hanya tidak mau jika kalian--""Sudah lah Mas, tidak perlu ada lagi yang dibahas. Akuu rasa bukti ini sudah cukup ya kan Mbak? Tapi ingat jika sampai kejadian hal seperti ini terulang lagi, maka aku tidak akan pernah bisa memaafkan kamu lagi Mas!" tegas Azizah.Setelah bercengkrama, Satria dan Azizah pun pamit, bahkan tadi Azizah meminta untuk Fatma kembali ke rumah tetapi wanita itu tetap menolak. Akhirnya mereka pulang dengan tangan kosong karena Fatma masih tidak bisa di pucuk.1 bulan kemudian.Saat ini Fatma baru saja selesai membeli obat di salah satu apotek, dia sengaja tidak diantar oleh Umi dan Abinya karena Fatma ingin belajar mandiri.Namun saat dia akan menyetop sebuah taksi, tiba-tiba satu buah mobil berhenti di hadapannya, setelah itu seseorang turun dari mobil yang ternyata adalah Andre."Kamu sedang apa di sini, Fatma?" tanya Andre."Aku tadi habis beli obat, kamu sendiri?""Tadi habis meeting dari restoran dekat sini. Ya udah, kalau g
"Apa yang salah dengan foto ini?" Fatma mengerutkan keningnya, karena dia merasa saat melihat foto tersebut tidak ada yang salah sama sekali.Dia merasa heran kenapa Satria sebegitu marahnya, bahkan tatapannya begitu sangat tajam, sedangkan Fatma tidak merasa membuat salah apalagi dengan foto tersebut. Namun yang membuatnya semakin heran adalah ... dari mana Satria mendapatkan foto itu, karena dilihat dengan seksama difoto dari sebuah sudut yang entah Fatma pun tidak tahu, seperti diambil secara sembunyi-sembunyi."Dari mana kamu dapat foto itu, Mas?" Fatma menatap dalam ke arah sang suami, sebab Ia merasa penasaran.Bahkan dirinya menduga bahwa Satria saat itu ada di restoran tersebut, tetapi praduganya tertampar oleh sebuah kenyataan saat Satria mengatakan bahwa dia tidak berada di sana."Dari mana aku dapat foto ini ... itu tidak penting. Yang aku tanyakan, kamu terlihat bahagia sekali ya setelah pergi dari rumah? Bahkan kamu tersenyum dengan begitu riangnya bersama dengan pria itu
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm