Fatma duduk sambil menatap ke arah jendela, dia mengkhawatirkan tentang keadaan Azizah. Tak lama Umi masuk sambil membawa semangkuk bubur serta air putih untuk wanita itu minum obat."Nak, ayo makan dulu! Kamu kan belum makan siang, tadi pagi juga makannya cuma sedikit.""Umi ... bagaimana keadaan Azizah? Apa dia sudah sadar dari kritisnya?" Mendengar pertanyaan putrinya, Umi menggeleng sambil menaruh nampan di atas meja kecil, kemudian terdengar helaan nafas pelan dari wanita paruh baya itu."Belum. Azizah masih sama seperti kemarin, tapi Umi punya berita untuk kamu.""Berita apa itu, Umi?" Dahi Fatma mengkerut heran, seketika dia menatap lurus ke arah Uminya dengan lekat. Entah kenapa, melihat dari raut wajah wanita itu, Fatma merasa kabar yang akan diberikan oleh Uminya adalah kabar yang buruk."Bi Rahma ditangkap polisi, karena Satria melaporkannya atas tuduhan pencemaran nama baik dan juga kekerasan.""Apa!" kaget Fatma, "mas Satria melaporkan bibi?" Umi langsung menganggukkan ke
"Karena apa, Mah?" tanya om Perdi tak sabar."Karena wajah dia mirip dengan wanita yang mama benci, Pah." Akhirnya bi Rahma mengungkapkan semuanya."Maksud, mama? Wanita siapa?" bingung Om Perdi.''Ibunya, Azizah. Marwah. Dulu dia pernah merebut laki-laki yang Mamah sukai Pah, dan Mama sangat membencinya. Ternyata, anaknya itu tak jauh beda darinya, wanita murah*n," jelas bi Rahma.Om Perdi terdiam sejenak, ia menatap istrinya dengan lekat. Dapat om Perdi lihat kilat kebencian di mata Istrinya itu. Dia menghela nafasnya dengan perlahan.''Mah, itu kan masa lalu? Lagian Azizah tak ada hubungannya dengan kebencian Mamah. Kalau Mamah membenci ibunya, lalu kenapa Mamah malah melampiaskannya pada dia?'' heran om Perdi.''Sebab wajah wanita itu sangat mirip dengan Ibunya, dan itu membuat Mamah benci!" geram bi Rahma"Astagfirrullah Mah, tidak baik menyimpan dendam pada seseorang Mamah tahu ... bahkan Satria sudah memaafkan kesalahan Mamah,'' ujar om Perdi.Bi Rahma menatap wajah suaminya d
Hati Fatma teriris sakit saat melihat suaminya lebih memperdulikan Azizah, padahal saat ini keningnya juga sedang terluka.'Sabar Fatma ... sabar. Ikhlaskan ...bkamu harus kuat!' batinnya mencoba untuk menguatkan diri, namun tetap saja dia terluka bukan hanya luar tapi dalam jauh lebih sakit.Abi yang melihat putrinya dicampakkan segera mendekat ke arah Fatma lalu membantunya. "Kamu tidak apa-apa, sayang?""Tidak apa-apa, Abi," jawab Fatma sambil tersenyum manis ke arah Abinya."Sebentar. Abi panggil suster dulu untuk mengobati luka kamu ya. Kening kamu berdarah," cemas Abi Haidar, kemudian dia keluar lalu memanggil suster sementara Umi duduk di samping Fatma.Azizah merasa tak enak saat melihat Fatma terluka gara-gara dirinya, sementara Satria langsung menggendongnya untuk menuju kamar mandi."Harusnya kamu bantuin Mbak Fatma juga Mas, kasihan dia sampai terluka," ucap Azizah saat berada di dalam toilet."Saat ini kamu lebih penting. Sudah ... sebaiknya kita keluar sekarang!" Dia kem
"Itu paket dari siapa, Nak?" tanya Umi namun Fatma langsung menggelengkan kepalanya."Aku juga tidak tahu, Umi. Perasaan aku tidak pesan apapun deh.""Jika pun itu pesanan online, biasanya kan kurirnya mengetuk pintu dan memberikannya kepada Bi Siti. Coba kita buka," ujar Abi karena dia pun merasa penasaran.Fatma merasa ragu, dia takut jika di dalamnya terdapat sesuatu hal yang membuatnya syok. Dan melihat itu Abi mengambil kotak tersebut Lalu membukanya."Boneka?" ucap Abi dengan bingung lalu menatap ke arah Fatma.Abi mengeluarkan boneka beruang berwarna pink, membuat Fatma mengerutkan dahinya. "Ini boneka dari siapa, Abi?""Abi juga tidak tahu. Sebentar ...bini ada kartu ucapan, biar Abi bacakan ya."(Teruntuk wanita spesial yang selama ini mengisi hatiku. Mungkin rasa ini salah, karena telah berlabuh kepadamu. Wanita yang berhasil mengukir namanya di hati ini. Wanita yang begitu mulia akhlaknya dan yang begitu cantik parasnya. Begitu beruntung pangeran yang memiliki dirimu dan s
"Abi, tolong bicara kepada Satria agar mengizinkan Fatma untuk tinggal bersama dengan kita! Umi tidak ingin Fatma semakin sakit Abi."Mendengar permintaan Istrinya, Abi Haidar terpaku diam. Dia pun ingin melakukan itu sedari dulu, tetapi pria tersebut tidak bisa ikut campur dalam rumah tangga putrinya, karena semua keputusan ada pada Fatma."Umi ... sejujurnya Abi juga ingin itu. Tapi semua keputusan ada di tangan Fatma. Jika dia mau bertahan, kita tidak bisa memaksa. Tapi percayalah! Apapun keputusan Fatma, itu adalah yang terbaik dan sudah dia pikirkan secara matang. Kita sebagai seorang tua hanya bisa membantu dan juga menggandeng tangannya. Besok kita akan coba tanyakan kepada Fatma dan juga Satria saat mereka ada di rumah ini."..Pagi ini Umi sedang berkutat di dapur membuatkan sarapan dibantu oleh Bi Siti tak lama Fatma menghampiri Uminya lalu mengecup pipinya sekilas."Selamat pagi, Umi.""Selamat pagi sayang. Kamu mau ke mana, kok pakai sepatu?""Aku mau jalan-jalan pagi, s
"Aku, apa?" Umi menatap tajam Satria."Umi, sudahlah ... kitamau sarapan. Jangan memulai keributan!" Abi mengusap pundak sang istri yang terlihat kesal.Umi duduk di kursi dengan wajah di tekuk, dia hanya memperhatikan Fatma yang melayani Satria. Sementara pria itu tak bisa berkutik.Sepanjang sarapan itu berlangsung Satria hanya bisa diam, dia benar-benar tersentil dengan ucapan Umi Khaira. Dia merasa memang sedikit tidak adil kepada Fatma, tetapi Satria juga tak bisa menyalahkan dirinya sendiri karena walau bagaimanapun, Azizah sedang mengandung dan sudah pasti kesehatan wanita itu penting karena dia tengah berbadan dua.Fatma hanya diam melihat kesalahan di wajah Uminya, dia bukan menjadi wanita lemah yang tidak bisa melawan, akan tetapi selagi Satria tidak bermain tangan, selagi Satria tidak membentaknya, tidak memarahinya, maka Fatma akan terus memaafkan.Mungkin jika di dunia nyata ada yang seperti itu, sudah pasti akan menjadi wanita bodoh, karena mau bertahan dengan seorang pr
Satria melengos begitu saja dia memakai bajunya karena akan bersiap-siap menuju cafe kemudian dia berbalik sambil membenarkan dasinya."Kau masih bertanya kenapa?" Pria itu berdecih "ck! Jelas-jelas barang-barang yang kau terima tidak tahu siapa pengirimnya, dan dari mana. Tapi kau malah menyimpannya? Memangnya kau tidak takut jika di dalamnya ada sesuatu yang buruk disimpan? Ini adalah titah dari suamimu ... buang!" tegas Satria.Fatma mengangguk, "baik Mas, aku akan membuangnya." Wanita itu mengambil boneka lalu memasukkannya ke dalam tong sampah."Bagus. Dan jangan pernah kamu menerima barang-barang yang tidak tahu asal-usulnya! Jika tidak ada nama pengirimnya, kau buang saja! Itu semua juga untuk kebaikanmu Fatma karena siapa yang tahu barang-barang seperti itu baik atau tidak."Fatma hanya diam sambil menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin membantah Satria, karena apa yang diucapkannya memang benar, siapa tahu barang-barang yang tanpa pengirim tersebut berdampak buruk kepada
Akhirnya Bi Rahma menceritakan tentang apa yang membuatnya membenci Azizah, dan mendengar itu tentu saja Fatma, Umi dan juga Abi sangat syok, karena mereka tidak menyangka jika masa lalu sangat berkaitan dengan masa sekarang."Jadi kamu ada problem dengan ibunya Azizah? Tapi kamu malah membencinya?" klarifikasi Umi dan langsung dibalas anggukkan oleh Bi Rahma. "Tapi Rahma ... Azizah itu tidak salah apapun. Kamu yang memiliki masalah dengan orang tuanya, tetapi kenapa harus Azizah yang menanggungnya?""Karena wajahnya selalu mengingatkanku pada wajah ibunya, Mbak. Dan setiap aku melihat wajah Azizah, hatiku selalu sakit. Walaupun aku sudah tidak mencintai pria itu, tapi tetap saja, sebuah penghianatan membuatku tidak bisa melupakannya. Itu kenapa aku membenci Azizah. Apalagi aku tahu posisinya Fatma seperti apa karena aku pun pernah mengalaminya ... mencintai seseorang yang tak pernah mencintai kita dan malah memilih wanita lain, itu sangat amat sakit."Fatma menundukkan kepalanya, ke
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm