"Abi, tolong bicara kepada Satria agar mengizinkan Fatma untuk tinggal bersama dengan kita! Umi tidak ingin Fatma semakin sakit Abi."Mendengar permintaan Istrinya, Abi Haidar terpaku diam. Dia pun ingin melakukan itu sedari dulu, tetapi pria tersebut tidak bisa ikut campur dalam rumah tangga putrinya, karena semua keputusan ada pada Fatma."Umi ... sejujurnya Abi juga ingin itu. Tapi semua keputusan ada di tangan Fatma. Jika dia mau bertahan, kita tidak bisa memaksa. Tapi percayalah! Apapun keputusan Fatma, itu adalah yang terbaik dan sudah dia pikirkan secara matang. Kita sebagai seorang tua hanya bisa membantu dan juga menggandeng tangannya. Besok kita akan coba tanyakan kepada Fatma dan juga Satria saat mereka ada di rumah ini."..Pagi ini Umi sedang berkutat di dapur membuatkan sarapan dibantu oleh Bi Siti tak lama Fatma menghampiri Uminya lalu mengecup pipinya sekilas."Selamat pagi, Umi.""Selamat pagi sayang. Kamu mau ke mana, kok pakai sepatu?""Aku mau jalan-jalan pagi, s
"Aku, apa?" Umi menatap tajam Satria."Umi, sudahlah ... kitamau sarapan. Jangan memulai keributan!" Abi mengusap pundak sang istri yang terlihat kesal.Umi duduk di kursi dengan wajah di tekuk, dia hanya memperhatikan Fatma yang melayani Satria. Sementara pria itu tak bisa berkutik.Sepanjang sarapan itu berlangsung Satria hanya bisa diam, dia benar-benar tersentil dengan ucapan Umi Khaira. Dia merasa memang sedikit tidak adil kepada Fatma, tetapi Satria juga tak bisa menyalahkan dirinya sendiri karena walau bagaimanapun, Azizah sedang mengandung dan sudah pasti kesehatan wanita itu penting karena dia tengah berbadan dua.Fatma hanya diam melihat kesalahan di wajah Uminya, dia bukan menjadi wanita lemah yang tidak bisa melawan, akan tetapi selagi Satria tidak bermain tangan, selagi Satria tidak membentaknya, tidak memarahinya, maka Fatma akan terus memaafkan.Mungkin jika di dunia nyata ada yang seperti itu, sudah pasti akan menjadi wanita bodoh, karena mau bertahan dengan seorang pr
Satria melengos begitu saja dia memakai bajunya karena akan bersiap-siap menuju cafe kemudian dia berbalik sambil membenarkan dasinya."Kau masih bertanya kenapa?" Pria itu berdecih "ck! Jelas-jelas barang-barang yang kau terima tidak tahu siapa pengirimnya, dan dari mana. Tapi kau malah menyimpannya? Memangnya kau tidak takut jika di dalamnya ada sesuatu yang buruk disimpan? Ini adalah titah dari suamimu ... buang!" tegas Satria.Fatma mengangguk, "baik Mas, aku akan membuangnya." Wanita itu mengambil boneka lalu memasukkannya ke dalam tong sampah."Bagus. Dan jangan pernah kamu menerima barang-barang yang tidak tahu asal-usulnya! Jika tidak ada nama pengirimnya, kau buang saja! Itu semua juga untuk kebaikanmu Fatma karena siapa yang tahu barang-barang seperti itu baik atau tidak."Fatma hanya diam sambil menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin membantah Satria, karena apa yang diucapkannya memang benar, siapa tahu barang-barang yang tanpa pengirim tersebut berdampak buruk kepada
Akhirnya Bi Rahma menceritakan tentang apa yang membuatnya membenci Azizah, dan mendengar itu tentu saja Fatma, Umi dan juga Abi sangat syok, karena mereka tidak menyangka jika masa lalu sangat berkaitan dengan masa sekarang."Jadi kamu ada problem dengan ibunya Azizah? Tapi kamu malah membencinya?" klarifikasi Umi dan langsung dibalas anggukkan oleh Bi Rahma. "Tapi Rahma ... Azizah itu tidak salah apapun. Kamu yang memiliki masalah dengan orang tuanya, tetapi kenapa harus Azizah yang menanggungnya?""Karena wajahnya selalu mengingatkanku pada wajah ibunya, Mbak. Dan setiap aku melihat wajah Azizah, hatiku selalu sakit. Walaupun aku sudah tidak mencintai pria itu, tapi tetap saja, sebuah penghianatan membuatku tidak bisa melupakannya. Itu kenapa aku membenci Azizah. Apalagi aku tahu posisinya Fatma seperti apa karena aku pun pernah mengalaminya ... mencintai seseorang yang tak pernah mencintai kita dan malah memilih wanita lain, itu sangat amat sakit."Fatma menundukkan kepalanya, ke
Ketiga orang itu pun menoleh ke arah belakang dan mereka cukup terkejut saat mendapati Andre. Pria itu hanya tersenyum ke arah Fatma dan kedua orang tuanya."Boleh saya bergabung?" tanya Andre kembali."Oh ... boleh," jawab Abi, "silakan duduk!" Dia mempersilahkan Andre untuk duduk di sebelahnya, begitu pula di sebelah Fatma."Maaf jika saya mengganggu. Tadi saya tidak sengaja melihat kalian, dan saya pikir tidak salahnya jika saya bergabung. Apakah Om, Tante dan juga Fatma keberatan?""Tidak. Kami justru merasa senang," jawab Umi, lalu mereka pun melanjutkan makan siangnya. "Oh iya, Nak Andre ini kerja sebagai apa?""Kebetulan saya pemilik salah satu perusahaan, tapi tidak besar sih Tante, kecil-kecilan saja.""Tidak apa-apa kecil juga, yang penting usaha sendiri," timpal Abi, "tapi kamu hebat sudah mempunyai usaha sebesar itu.""Alhamdulillah Om," jawab Andre, tetapi lirikannya mengarah kepada Fatma, sementara wanita itu hanya menundukkan kepalanya saja.Setelah makan siang selesai,
"Kenapa, Abi?" tanya Satria penasaran karena dia dapat melihat raut wajah serius dari kedua mertuanya."Begini Satria ... Abi tidak ingin menyembunyikan apapun dari kamu, jadi kita rasa harus berbicara dari hati ke hati dan sebagai laki-laki," ucap Abi, "kamu menikah dengan Fatma sudah 5 tahun. Mengenal karakter satu sama lain juga abi rasa sudah sangat cukup ya. Dan setelah Fatma mengizinkan kamu menikah tidak disangka jika istri kedua mu adalah cinta pertamamu. Jujur aja abi sedikit kecewa kepadamu.""Kecewa Abi? Kecewa kenapa, Abi? Apa ada sifat Satria yang tak berkenan di hati Abi?"Pria itu menganggukan kepalanya, "iya, kamu benar. Ada sikap kamu yang tak berkenan di hati Abi sebagai seorang ayah. Kamu terlihat tidak adil terhadap Fatma. Kamu lebih mementingkan Azizah. Iya Abi tidak munafik, kalau memang saat ini Azizah tengah hamil, tapi seharusnya kamu bisa membagi waktumu dengan Fatma. Apalagi dua hari ini seharusnya jatuhnya Fatma bukan? Bukannya abi ingin marah, karena kamu
"Ini dari siapa lagi, Bi?" Terlihat wajah Satria begitu sangat kesal saat melihat buket coklat tersebut."Bibi juga tidak tahu, Pak," jawab bi Siti sambil menundukkan kepalanya.Satria memandang buket tersebut dan di sana tidak ada tulisan apapun bahkan nama pengirimnya pun tidak ada. Dengan kesal dia berjalan ke arah tong sampah lalu menghancurkan bunga tersebut dan memasukkannya.Semua tercengang melihat ulah Satria, dia seperti seorang suami yang cemburu jika istrinya direbut oleh pria lain. Kemudian Umi melirik ke arah Abi dan pria itu menaruh jari telunjuknya di bibir menyuruh sang istri untuk diam dan jangan angkat suara."Sekarang katakan! Dari siapa buket tersebut? Kamu pasti tahu kan pengirimnya?" Satria saat ini sedang menatap tajam ke arah Fatma Akan tetapi wanita itu segera menggeleng, karena memang dia tidak tahu siapa pengirim barang-barang yang selama ini ia terima. "Sumpah demi Allah, Mas, aku tidak tahu. Kalau aku tahu, mungkin aku sudah memberitahu kamu. Dan kalaupu
"Fatma," panggil Satria sambil mengetuk pintu kamar mandi. "Sayang, kok kamu lama banget sih di dalam?"Tajlama Fatma keluar setelah mencuci muka, dia tersenyum kearah Satria. "Maaf ya Mas, tadi aku bersih-bersih dulu," bohongnya "Dia berjalan ke arah ranjang kemudian Satria menggenggam tangannya. "Maaf ya jika aku sudah menyakiti kamu.""Maksud kamu, Mas?" Dia pura-pura bodoh."Kamu pasti tahu kan maksudku, apa? Aku minta maaf, tadi aku tidak sadar kalau aku sudah menyebut nama Azizah. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu, tapi--""Tidak apa-apa kok, Mas. Aku mengerti, tidak usah merasa bersalah Mas." Fatma tersenyum namun senyum itu terlihat begitu getir.Bohong jika dia tidak terluka. Seorang istri mana yang akan kuat hatiya, sedang bercinta dengan suaminya tapi pria itu malah menyebut nama wanita lain. Tentu saja sebagai seorang istri dan seorang wanita akan jatuh harga dirinya."Kamu boleh marah kepadaku. Kamu boleh menamparku. Kamu--" Ucapkan Satria terhenti saat Fatma