Malam ini Fatma ditemani oleh Umi dan Abinya di rumah, karena Satria sedang berada di rumahnya Azizah. Wanita itu sedang memakan salad buatan Umi kesayangannya."Wah! Salad Umi memang tidak pernah berubah, selalu saja enak," puji Fatma sambil memakan lahap semangkuk salad yang berada di tangannya."Bisa aja kamu ngeledek Umi, tapi ngomong-ngomong ... bagaimana tadi di Rumah Sakit? Apakah Azizah tidak marah saat kamu mengantarnya ke sana? Apakah kalian berdebat lagi, atau mungkin dia mungkin menolak?" Umi Khaira menatap ke arah putrinya dengan lekat karena dia begitu penasaran dengan reaksi Azizah saat bertemu dengan Fatma kembali.Wanita itu nampak meminum air putih segelas lalu dia pun menggeleng dengan pelan, menjelaskan tentang kejadian tadi saat berada di rumah sakit di mana Azizah sudah bisa memaafkan dan menerimanya kembali."Syukurlah, Umi turut bahagia mendengarnya. Tqpi Umi juga masih merasa sakit hati terhadap Satria karena dia lebih memperdulikan Azizah, padahal kalian s
"Astaga! Kamu Andre, teman SMP aku dulu kan?" kaget Fatma."Ak pikir kamu tidak mengenaliku lagi." Pria itu tersenyum ke arah Fatma. "Kamu apa kabar?""Alhamdulillah aku baik. Kamu apa kabar? Oh ya, kamu ke sini sendirian?""Alhamdulillah aku juga baik. Iya sendiri, tadinya mau sama Mama, tapi nggak jadi.""Kukira sama istri kamu?" Wanita itu berkata sambil terkekeh kecil."Aku belum menikah. Kamu sendiri?"Fatma mengangguk, "aku sudah. Alhamdulillah." Mendengar jawaban Fatma membuat wajah Andre seketika murung.Tadinya dia sangat bahagia saat bertemu dengan Fatma, namun tiba-tiba saja mendengar Fatma sudah menikah, membuat pria itu seketika hilang harapan. 'Aku sudah terlambat. Seharusnya dulu aku melamarnya. Sudahlah, mungkin memang dia bukan jodohku.' batin Andre."Fatma," panggil seseorang yang tak lain adalah Satria.Dia datang ke sana dan mencari keberadaan Fatma. Azizah dan Nisa mengatakan bahwa Fatma di toilet. Mengetahui dan cukup lama Faa di sana, hingga membuat Satria akhir
"Fatmaa!" teriak Satria dengan lesu saat melihat istrinya pingsan di pinggir jalan. Ia bergegas mencari taksi dan membawanya kerumah sakit.Sesampainya di sana, Fatma langsung di tangani oleh dokter dan suater. Tak lama Dokter keluar dari ruangan dan mengatakan kondisi Fatma yang memburuk.Satria menghela nafasnya dengan panjang. Kakinya lemas seketika saat mengetahui jika saat ini kondisi Fatma benar-benar buruk. Tubuhnya terduduk di kursi dengan kepala menunduk di lengan sang istri.Air mata Satria tak terbendung lagi. Dia menangis sedih, saat mengingat tadi ia telah menyakiti perasaan Fatma."Maafkan aku sayang," lirih Satria.Melihat Fatma sekarat, membuat Satria sedih. Dia merasa belum bisa membahagiakan Fatma selama pernikahannya selama ini. Dua tahu, jika dirinya bukanlah suami yang baik untuk Fatma.Tapi Satria selalu mencoba dan berusaha menjadi suami yang baik untuk Fatma. Dengan memberinya perhatian dan kasih sayang, walaupun dia tak bisa mencintainya."Mas," lirih Fatma sa
"Bunga dari siapa itu?" Tatapan Satria tidak suka saat melihat ada yang mengirim bunga untuk istrinya."Aku juga tidak tahu Mas," jawab Fatma."Memangnya kenapa kalau ada yang mengirim bunga untuk Fatma? Apa peduli kamu?" Umi menatap sini ke arah Satria, ucapannya begitu ketus membuat semua orang di sana merasa terheran, karena biasanya wanita setengah baya itu tidak pernah berbicara dengan nada yang begitu ketuk kepada Satria."Umi, kok bicaranya kayak gitu sih?" Abi mencoba untuk menenangkan sang istri.Sedangkan Umi Khaira hanya melengos saja, jelas dia akan bersikap seperti itu kepada Satria, setelah selama ini diam karena Satria memperlakukan Fatma dengan tidak adilnya.Seorang ibu mana yang akan rela melihat putrinya terus saja disakiti secara lahir dan batin, apalagi saat Umi Khaira mengetahui jika Fatma masuk rumah sakit itu karena tekanan dari Satria yang menuduhnya selingkuh."Biar aja Abi, memang apa perduli dia kalau ada yang mengirimkan Fatma bunga? Memangnya dia mencinta
"Andre!" kaget Fatma.Sedangkan Umi dan Abi saling melirik satu sama lain. 'Jadi dia yang bernama Andre?' batin Umi Khaira.Pria itu tersenyum kemudian mendekat ke arah Fatma sambil membawa buah-buahan. "Andre, kok kamu bisa di sini?" tanya Fatma dengan bingung."Iya, kemarin aku tidak sengaja melihat kamu pingsan di jalan. Tapi saat aku mau bantuin udah ada suami kamu, dan karena aku khawatir jadi aku ikutin kamu sampai rumah sakit ini," jelas Andre."Mulut Fatma membulat, "Oh, begitu ya.""Bagaimana keadaan kamu? Apa sudah mendingan atau ada yang sakit?" Terlihat pria itu begitu sangat perhatian kepada Fatma."Alhamdulillah sudah lebih baik kok. Oh ya Andre, kenalin, ini Umi dan Abiku. adan Umi, Abi, kenalin ini Andre yang tadi aku bilang, teman SMP aku dulu."Andre mencium tangan kedua orang tua Fatma bergantian, setelah itu Abi mempersilakan dia untuk duduk. "Oh ya, suami kamu ke mana?""Suamiku pergi ke cafe.""Halah ... paling juga bukan Cafe, tapi nemuin Azizah," sindir Umi."U
Azizah merasa Umi Khaira sedang menghindari dirinya. Dia berencana untuk menghampiri wanita tersebut tetapi merasa ragu."Sayang, kita pulang yuk! Ini juga udah malam," ajak Satria saat melihat Jam sudah menunjukkan pukul 21.00."Iya Mas, tapi aku pamit dulu ya sama Umi," jawab Azizah.Pria itu hanya mengangguk, mereka pun kembali duduk di sofa dan menunggu Ummi Khaira masuk. Setelah beberapa saat, wanita itu kembali sambil menenteng plastik yang berisi roti."Umi, aku sama Azizah mau pulang dulu ya. Ini juga udah malam, takut nanti kandungan dia kenapa-napa kalau sampai kelelahan," ucap Satria kepada mertuanya sambil mencium tangan Umi.Saat Azizah akan menciumnya, tiba-tiba Umi melengos begitu saja, mendekat ke arah Fatma. "Sayang, ini Umi bawakan roti. Nanti kamu makan sama susu hangat ya!""Umi ... Azizah mau salaman." Fatma menatap sendu ke arah uminya."Oh, mau salaman ya? Tadi Umi nggak lihat," jawabnya dengan cuek, kemudian dia mengulurkan tangannya ke arah Azizah dan langsung
Hari ini Fatma sudah boleh pulang dari rumah sakit, dia dijemput oleh Satria atas permintaan Azizah. Sementara madunya sudah menunggu di rumah sambil menyiapkan kejutan untuk menyambut kedatangan Fatma."Selamat datang kembali Mbak," ucap Azizah sambil memeluk tubuh wanita itu. "Aku sudah buatin makanan kesukaan Mbak, dan aku jamin sangat sehat.""Makasih ya Azizah," ucap Fatma dengan wajah yang masih terlihat pucat.Umi tidak bereaksi apapun, dia hanya dia membisu melihat reaksi dan juga perlakuan hangat dari Azizah terhadap putrinya. Entah kenapa hati wanita itu masih merasa kecewa kepada Azizah, walaupun sebenarnya Azizah tidak memiliki salah apapun karena dia adalah korban."Ao sayang kita duduk di sana!" ajak Umi sambil menunjuk ke arah sofa. Tak lama Azizah datang membawakan puding buatannya untuk Fatma."Ini Mbak, aku tadi buatin puding semoga Mbak suka ya.""Wah! Repot-repot sekali Azizah, tapi terima kasih ya. Ini pasti sangat enak, kelihatannya saja sudah menggugah selera."
Azizah terdorong ke lantai lumayan keras, dia memegangi perutnya yang terasa begitu sakit karena hentakan yang begitu kuat.Wajahnya meringis menahan sakit yang teramat sangat, dan itu membuat semua orang yang di sana menjerit panik. "Astaga! Azizah!" jerit Fatma."Ya Allah, sayang!" Satria segera berjongkok dengan wajah paniknya."Aduh Mas ... perut aku sakit ... ssh! Aduh ..." Azizah memegangi perutnya sedikit meremas karena sakit yang begitu teramat sangat, hingga tiba-tiba saja cairan merah keluar dari selangkangannya."Astaghfirullahaladzim! Satria, Azizah pendarahan!" seru Umi untuk pertama kalinya mengangkat suara setelah beberapa hari ini dia mendiamkan Azizah.Melihat itu semua orang pun menjadi panik, termasuk Fatma, tapi tidak dengan bi Rahma. Dia malah tersenyum puas. Dengan buru-buru Satria menggendong tubuh Azizah untuk menuju rumah sakit, dan Fatma dilarang untuk ikut karena dia baru saja pulang."Tapi Umi, aku sangat khawatir dengan keadaan Azizah. Bagaimana kalau terj
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm