Satria tidak pulang ke rumah sakit, sebab dia masih merasa kecewa kepada Fatma saat mendengar kenyataan dari Bi Siti, bahwa Fatma hanya menginginkan anak dari Azizah.Pria itu termenung di kamar sambil menjambak rambutnya. Dia masih tidak percaya jika Fatma bisa melakukan itu. Sudah 5 tahun ia mengenalnya, dan entah kenapa Satria tidak 100% percaya, namun bi Siti pun tidak mungkin berbohong."Jika memang Fatma tidak berkata seperti itu mungkin Azizah tidak akan pergi dari sini. Tapi, besok sebelum aku ke rumah sakit, aku harus menemui Nisa dulu," gumamnya dengan sangat yakin bahwa Azizah berada di kediaman Nisa.Karena wanita itu tidak memiliki sanak saudara di kota, jadi ke mana lagi Azizah akan pergi selain ke rumahnya Nisa.....................Pagi ini Satria sudah siap untuk pergi ke kediamannya Nisa, tetapi kontrakannya kosong seperti tidak ada orang. Akhirnya dia pun memutuskan untuk pergi ke cafe di mana Nisa bekerja, namun saat sampai di sana ternyata wanita itu belum datang
Fatma sempat melihat kilat kemarahan di mata suaminya.''Mas, kamu salah paham. Aku tak pernah mengusir Zizah.'' bela Fatma pada dirinya.''Iya, kau tak mengusirnya. Tapi kau, mengiginkannya pergi, kan? Jika iya, maka kau berhasil Fat. Dia sudah pergi dari rumah!'' geram Satria menatap marah istri pertamanya itu.''Apa! Zizah pergi!" kaget Fatma.''Ck! Bukannya kau senang? Bahkan kau hanya ingin anaknya Zizah saja kan? Apa salah dia padamu, Fat? Dia, bertahan itu karena kamu! Dia hamil juga karena permintaan kamu. Lalu kau, malah mau mengambil anaknya? Dimana hatimu, Fat? Dimana!" geram Satria.''Mas, kamu salah paham, Mas."''Salah paham kamu bilang? Bik Situ melihat perdebatan kalian,'' tutur Satria.''Mas, aku tak pernah berpikiran buruk seperti itu pada Zizah. Kalian salah paham." Fatma mencoba menjelaskan menangis.Abi dan Umi tak terima Fatma di marahi seperti itu. "Satria. Kamu bisa kan bicara baik-baik pada istrimu? Dia sedang sakit," ucap Abi."Maaf Bi. Tapi dia sudah keterla
Sudah satu minggu lamanya Azizah pergi dari rumah. Satria pun belum bisa menemukan keberadaan Zizah, bahkan telponnya pun tak pernah aktip. Hari ini. Kemudian dia membenamkan kepala nya di antara kedua lengannya di atas meja kerja.''Kau kenapa, Sat?" tanya Dokter Citra.''Kau, sejak kapan masuk?'' heran Satria sebab ia tak mendengar Citra masuk keruangannya.''Bagaimana kau tahu. Bahkan, sedari tadi aku mencarimu, tapi kau tak dengar." Dokter citra kemudian mendudukan bokongnya di kursi, di hadapan Satria.''Aku, sedang memikirkan istriku, Cit. Dia pergi dari rumah, dan sampai sekarang aku belum menemukan keberadaannya,'' ujar Satria dengan wajah lesu.''Kenapa bisa?'' kaget Citra, bahkan matanya membulat sempurna mendengar penuturan sahabatnya.''Aku membentaknya, karena salah paham, hingga menyakiti hatinya dan juga karena ia bertengkar dengan Fatma," jujur Satria.''Huuuufff ... Itu resiko mu, Sat. Kenapa kau mempunyai dua istri?'' decak Citra.''Lalu, aku harus bagaimana, Cit? Ak
Setelah Abi Haidar menyelesaikan pekerjaannya, dia menuju rumah sakit dan di sana masih ada Bi Rahma serta Umi. Kebetulan Bi Rahma baru akan pamit pulang."Syukurlah kamu datang Mas Haidar," ujar Bi Rahma, "tadi menantu durjana kamu itu ke sini, dan dia malah menyalahkan Fatma atas kepergian wanita sialan itu," ucapnya dengan begitu ketus."Jadi tadi Satria ke sini?" Abi Haidar menatap ke arah sang istri dan langsung dibalas anggukan oleh Umi Khaira."Ya sudah, kalau gitu aku pamit dulu," ucap Bi Rahma, namun seketika dia menatap lekat ke arah kakak iparnya tersebut. "Aku harap kamu bisa memberi pengertian kepada suami dari putrimu itu! Kasihan Fatma, dia sudah menderita penyakit yang begitu mematikan, ditambah dia juga harus menderita luka batin dari suami dan juga madunya. Sejujurnya aku tuh cukup kesal kepada putrimu, karena dia malah menyuruh suaminya untuk menikah lagi, dan sekarang lihatlah! Suaminya lebih dominan kepada istri barunya ketimbang kesehatan Fatma, tapi apapun itu a
"Fatma tidak pernah mengusir ataupun hanya memanfaatkan kehamilan dari azizah. Saat itu Azizah hanyalah mendengar sepotong dari percakapan Fatma dan juga Salma, temannya, hingga dia pun salah paham. Dan kamu sekarang juga salah paham kepadanya?" Dari tatapan abi hHaidar ada raut kekecewaan kepada pria yang berada dihadapannya.Bagaimana mungkin dia tidak merasa sakit hati saat putrinya harus menanggung dua luka, yaitu lahir dan batin. Melihat putrinya yang tersisihkan bahkan tidak pernah dicintai sedari menikah bersama dengan Satria tentu saja ia pun akan sakit.Fatma mungkin tidak pernah cerita tentang rasa sakit yang selama ini ia rasakan, tapi sebagai seorang ayah yang mempunyai ikatan batin begitu kuat dengan putrinya, dia tentu saja tahu bagaimana perasaan Fatma selama ini. Tapi dia juga sangat yakin bahwa Fatma bukanlah wanita lemah yang gampang mengeluh."Dia tidak pernah mengusir Azizah, tapi istri keduamu lah yang telah salah paham. Dan benar apa yang dikatakan oleh Fatma. M
"Assalamu'alaikum," ucap Satria mengetuk pintu kontrakan Nisa.''Wa'alaikumussallam.''Pintu terbuka, nampaklah Zizah di depan Satria Seorang wanita yang selama ini dia rindukan. Seseorang yang selama ini membuat hari harinya hambar tak berwarna tanpanya..Dia langsung memeluk Zizah dengan erat. Dia menangis di pelukan istri tercintanya itu.Zizah yang di peluk secara tiba-tiba, membuat tubuhnya mematung. Dia bingung, apakah harus membalas atau membiarkan saja. Tapi pada akhirnya, dia pun membiarkan Satria memeluknya tanpa membalas.''Sayang, Mas kangen sama kamu Kamu kemana saja? Mas selama ini selalu mencari kamu, Dek? Mas tak bisa tanpa kamu,'' ujar Satria setelah melepas pelukannya.''Maaf Mas, aku tahu, jika aku sudah berdosa pada kamu. Tapi, aku juga punya hati Mas,'' ucap Zizah dengan sendu.''Mas paham sayang. Maafkanlah Mas yang sudah membentakmu, tanpa mau mendengarkanmu terlebih dahulu.''Zizah mengangguk lalu menyuruh Satria untuk masuk. Kemudian dari arah dapur, Nisa dat
"Mas, apa benar kamu membelikan rumah untuk Zizah?" tanya Fatma memastikan.Satria mengangguk sambil duduk di samping Fatma. "Iya Fat. Maaf jika aku tak izin padamu. Aku hanya tak mau jika ada selisih paham lagi antara kamu dan Zizah," jelas Satria.Fatma mengangguk kecil dengan perasaan kecewa. Dia mencoba mengerti, "Mas, aku tidak pernah berniat buruk pada Zizah. Aku ingin bertemu dengannya!" Fatma ingin meminta maaf secara langsung pada madunya. Ia ingin meluruskan kesalah pahaman antara mereka berdua.Satria segera menggelengkan kepalanya, ia tak setuju dengan permintaan Fatma, sebab Zizqh juga belum siap bertemu dengannya lagi."Baiklah ... mungkin lain kali," ucap Fatma dengan nada kecewa...Sudah satu bulan Zizah tinggal di rumah barunya bersama Nisa. Dan sudah 1 bulan pula dia tak bertemu dengan Fatma, madunya.Dia juga sudah akrab bersama tetangga-tetangganya di sekitar sana. Sebab Zizah orang yang supel, dan mudah bergaul. Jadi tak susah saat dekat dengan orang lain.Hari
"Hari ini aku mau nganter Zizah cek kandungan dulu," ucap Satria sambil merapihkan kemejanya.Fatma yang selesai meminum obat seketika menatap ke arah suaminya. "Benarkah? Aku ikut ya, Mas?" pintanya.Satria nampak ragu jika Fatma ikut. Dia takut jika Zizah akan kecewa. Namun, Satria juga ingin kedua istrinya rukun kembali seperti dulu."Yasudah, nanti kamu ke RS sendirian ya! Aku mau jemput Zizah dulu."DEGH!Hati Fatma tersayat sakit saat Satria mengatakan itu. Seolah saat ini yang ada di hidup Satria hanyalah Zizah dan Zizah saja. Dia mengangguk kecil, mencoba tersenyum menyembunyikan luka di hatinya. "Apa tak boleh bareng?""Bukan tak boleh. Tapi, aku perlu waktu meyakinkan Azizah." Mendengar itu Fatma hanya tersenyum getir...Satria sudah sampai di rumah Azizah, dia segera turun dan menghampiri sang istri yang sudah bersiap-siap.''Dek, Fatma boleh nggak nemenin kamu USG? Katanya dia mau melihat perkembangan anak kamu?'' tanya Satria dengan dada berdebar.Zizah diam. Dia bingu
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm