Bab 29 Kacau “Kerja yang bagus, Dang!” kata Intan tersenyum puas melihat Dadang membawa mobil Ibra. “Apa kamu menyiksanya?” “Tidak! Aku hanya menakutinya dengan sebilah pisau,” ujar Dadang yang memiliki tubuh gempal itu. “Apa ini celanamu? Aku lihat ada celana dalam tertinggal di dalam mobil.” Dia melemparkan celana dalam model G – string ke Intan. Intan meringis, dan memasukkan celana itu ke dalam tasnya. “Kapan Zulifkar bebas?” “Katanya sih bulan depan. Aku telah mengeluarkan banyak uang untuk membebaskannya.” Nada suara Intan terdengar seperti sebuah keluhan. Dadang memperhatikan wajah Intan yang terselimuti mendung. “Cinta kamu memang luar biasa untuk Zulfikar. Kamu melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.” Intan menarik napas panjang. “Entahlah, mungkin aku yang bodoh. Aku tetap mempertahankan Zukfikar, padahal kamu tahu dia pemakai. Gara – gara dia aku juga hidupku sekarang sangat kacau.” “Terus siapa lelaki yang kurampok tadi, apakah dia tidak membayar jasamu?” tany
Bab 30 Tawaran “Kama, Makanlah dulu sebentar, Kakak ke sini bukan untuk melihatmu bekerja." Tita Maheswara membuka rantang makanan yang ia bawa. Aroma wangi makanan keluar memenuhi ruangan berpendingin itu. Hari itu Tita sengaja menyambangi kantor adiknya. Gara - gara Kama tidak mampir ke rumahnya seminggu ini. "Sebentar, Kak, tanggung. Kama masih mengurusi pembebasan lahan di Kalimantan. Ini harus diselesaikan cepat," ucap Kama tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop. "Kamu selalu saja begitu, menunda - nunda makan. Bagaimana kalau kamu sakit? Tidak ada yang menjagamu." Tita tampak khawatir. “Ayolah, Kak, jangan begitu khawatir, aku bukan anak kecil lagi yang tiap waktu kamu perhatikan,” keluh Kama pada Kakak semata wayangnya itu. “Ini mengenai hak orang, aku mau membeli harga tanah yang pantas untuk mereka, supaya tidak ada drama penggusuran nanti.” “Oke.” Tita menunggu, ia tahu, Kama memiliki empati tinggi pada orang lain, mewarisi sifat Ibu, sama dengan dirinya. Sit
Bab 31 Lelaki yang tinggi hati“Percayalah, manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan.”“Mas Ibra bangun!” Susah payah Intan membangunkan Ibra yang tidur di ruang tamu. Badan lelaki itu meringkuk seperti keong, dengan air liur yang menetes dari sela sela bibirnya. Di sebelahnya ada sebotol wine kosong tergeletak di lantai. Nyaris saja Intan menginjaknya tadi.Ibra menggeliat. “Arghhh!! Aku masih mengantuk, pergilah, jangan ganggu aku,” bentaknya marah.Intan berkacak pinggang. “Apa kamu tahu, ini sudah jam berapa, Mas?!! Jam 1 siang, dan kamu masih molor. Bangun sekarang atau aku siram dengan air,” ancamnya gusar.“Berisik!” Tangan Ibra meraih botol wine dan melemparkannya sembarangan ke arah dinding. Setelah itu pecah berserakan.Intan gusar. Alih – alih membersihkan pecahan botol kaca tersebut. Ia masuk ke kamar mengambil kopor. Kemudian berjongkok di dekat Ibra.“Pak Kama tadi menelpon, dia memintamu datang jam 4 sore di kantornya, Kama building l
Bab 32 Muka badak Herni memasang muka serius, saat melihat anak sulungnya datang dengan muka kusut. “Mobilmu ke mana? Kenapa kamu naik ojek?” tanyanya gusar. “Tolong bayarin ojek Ibra dulu, setelah itu baru nanya,” jawab Ibra. Ia melemparkan badannya yang menyusut ke kursi. Herni menggeleng – gelengkan kepalanya dan bergegas membayar ojek di luar. Setelah itu ia masuk, dan melihat Ibra meminum hampir setengah botol besar dingin di kulkas. Badan lelaki itu basah kuyup oleh keringat. “Apa Intan sialan itu telah menghabiskan uangmu? Hingga kamu tak bisa membayar ojek 60 ribu?” sungut Herni. Ia duduk di depan Ibra, mengamati mata anaknya yang cekung disertai penampilan yang berantakan. Muka Ibra murung. Kemudian menangis di depan ibunya. “Mobilku dirampok orang! Ibra tidak punya apa – apa sekarang.” Reaksi Herni seperti yang Ibra duga. Ibunya langsung histeris mendengarnya. Ia tahu mobil itu adalah salah satu harta yang dibanggakan oleh ibunya ke mana – mana. “Haaaaa, apaaaaa…!! Apa
Bab 33 Tak mau kembali ke masa laluBulan purnama blue moon jatuh di, tanggal terakhir di bulan delapan, bersinar bersinar terang. Ada yang menganggap, fenomena langka ini sebagai pintu gerbang doa. Konon, tiap doa yang dipanjatkan akan mudah terkabul.“Kamu masih istriku, Be, dan tidak sepantasnya kamu menerima tamu lelaki yang bukan pasanganmu, walaupun itu di rumahmu sendiri,” desis Ibra. Bau alkohol kuat menyeruak, sedangkan matanya diselimuti oleh rasa cemburu pada Kama yang terlihat tenang dengan kehadirannya.Sementara Bening, ia menunduk menyembunyikan wajah. Sebelum berdiri, Bening menarik napas dalam – dalam, kemudian menatap Ibra dengan tatapan kebencian. Setelah 7 bulan berlalu, wanita itu telah berhenti berharap kehadiran Ibra di rumahnya.Namun, malam itu, Ibra datang membuyarkan doa – doa Bening.“Kamu juga Pak Kama, apa telingamu budek. Berulang kali saya peringatkan supaya kamu menjauhi Bening, tetapi kamu tetap ngeyel mendekatinya.” Ibra hendak meninju Kama.Namun le
Bab 34 Anak Durhaka “Hei apa kamu sedang jatuh cinta?” kata Andini ketika melihat Bening senyum – senyum sendiri. Dia tadi mengajak Bening bertemu di café dekat Joli Flower. “Eh, nggak. Siapa yang jatuh cinta?” Buru – buru Bening menyeruput kopi latte di hadapannya. Ekor mata wanita itu tak lepas melirik ponselnya. Ada notifikasi pesan masuk dari Kama. Cepat – cepat dia mengambil ponsel dan membacanya. Andini melirik Bening. “Terus kenapa liatin hape sambil senyum?” tanyanya ingin tahu. “Dari ibuku, dia mengirimkan video Evan. Tingkahnya makin menggemaskan,” elak Bening halus. “Bagaimana dengan kamu, apakah kamu sudah punya pacar?” Andini tersedak. “Tidak! Aku malas berpacaran, kali ini pingin langsung menikah.” Gantian Andini yang terbatuk – batuk. “Serius?” Dia lalu memegang kening Andini. “Kamu tidak panas.” “Kau pikir aku sakit dan mengigau, gitu?” Andini pura – pura memasang wajah kesal. “Ya, siapa tahu. Kamu orangnya tidak suka sendirian dan selalu dikelilingi lelaki.”
Bab 35 Seraut wajah dibalik Kaca“Mama… Mama…” Evan mulai pandai berceloteh dan memanggil mamanya di layar ponsel. Siang itu Iswati melakukan panggilan video dengan Bening di sekolahnya.Sebagai Kepala sekolah TK di sebuah Yayasan Islam, Iswati acap kali bergantian dengan Bening membawa Evan dan Mba Atun turut serta bekerja.“Apa Evan rewel, Ma?” tanya Bening.“Sama sekali tidak, Evan di sini banyak temannya, semua orang menyukainya. Lihatlah dia tertawa terus.” Iswati menyorotkan video ke Evan yang sedang dikerubungi murid – muridnya.Saat neneknya memanggil, bayi itu menoleh dan melambaikan tangannya. “Lihatlah, rupanya anakmu sadar kamera!” ucap Iswati senang.Bening tertawa gembira melihat kelakuan putranya.“Kamu fokuslah, bekerja, biar Mama dan Mba Atun yang menjaganya.” Iswati sebenarnya berat hati saat Bening membawa Evan ke Joli Flower. Di sana tempatnya tidak seluas sekolahnya, dan bayi itu hanya berinteraksi dengan orang – orang besar, seperti Tanto dan Ismail.Bening menge
Bab 36 Fragmen subuhAjeng malam itu menginap di kost Tanto. Setelah lelaki itu membujuknyaMeskipun begitu ia tak benar – benar bisa tidur nyenyak. Berkali – kali ia terjaga, memastikan Tanto yang tidur di atas kasur tipis di sebelahnya tidak mengusiknya.“Kenapa kamu belum tidur, apa kamu takut?” tanya Tanto saat menggeliat dan melihat Ajeng melamun.“Aku tidak bisa tidur.” Ajeng duduk dan menyandarkan badannya di tembok. Tampak ia menghela napas panjang. Ini adalah pertama kalinya ia menginap di tempat orang, cowok pula. Ibu dan kakaknya tidak tahu.Mengingat kedua orang itu, mata Ajeng sendu. Semenjak kehidupan Kak Ibra selingkuh dan bisnisnya bangkrut, kehidupan keluarga mereka berangsur memburuk. Ibu tiap malam keluar rumah, kadang dia pulang pagi, seringnya tidak pulang, sedangkan kakaknya sibuk dengan dunianya sendiri.“Maaf ya Jeng, kata – kataku tadi siang. Aku tidak bermaksud menyinggungmu soal pekerjaan,” kata Tanto memperbaiki sarungnya.“Tidak apa – apa. Aku mengerti. Jus