"Bagaimana? Apakah kamu sudah tahu keberadaan Aldi saat ini?" Pertanyaan yang terlontar saat Liona datang. Liona terdiam lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Gue udah datangi rumahnya, gue juga ketemu sama kakeknya. Dia bilang setelah kembali ke Jakarta Aldi belum pernah pulang sama sekali."Abel menunduk, ia merasa sangat khawatir. Takut jika sesuatu buruk terjadi pada Aldi. Aldi sudah sangat baik kepadanya ia yang menjaganya selama ini. Aneh rasanya jika tiba-tiba saja Aldi meninggalkan dirinya. "Liona, terakhir kali apa ada yang kalian bicarakan?" Liona terdiam, ia mengingat pembicaraan terakhir mereka tentang tulusnya cinta Aldi pada Abel. "Ada. Aldi pernah bilang sama gue kalau lo akan jadi cinta terakhir buat dia. Sampai kapan pun Aldi akan selalu mencintai lo dia nggak perduli kalau lo sama Leon. Karena definisi cinta menurut dia adalah melihat lo bahagia!"Air mata Abel mengalir begitu saja, ia tahu jika selama ini Aldi mencintainya. Namun, Abel tidak bisa menerimanya karen
"Apakah pendonor matanya sudah ada?" David diam, lalu menggelengkan kepalanya pelan. Aldi tidak lagi memberikan kabar apapun kepadanya. "Akan segera saya usahakan untuk dapat, bagaimana kondisi Leon dok? Setelah menjalani operasi satu minggu yang lalu sampai sekarang dia belum sadarkan diri.""Pasien akan segera terbangun, Anda tenang saja. Kondisinya sudah jauh lebih baik saat ini!" Setelah kepergian Dokter Agam. David melihat jari tangan Leon mulai bergerak. "Dok, jari tangan Leon bergerak!" David langsung berteriak, mendengar itu Dokter Agam kembali memeriksa Leon ia menghela napas lega. Saat kedua mata pria itu mulai terbuka. David tersenyum lebar ia begitu bahagia melihatnya. Namun, senyuman itu luntur seketika begitu mendengar suara Leon. "Kenapa semuanya gelap? Kenapa saya tidak bisa melihat apapun? Apa yang terjadi?" tanya Leon lirih, lidahnya pun masih terasa kelu untuk berbicara. "Tenangkan diri Anda terlebih dahulu, maaf jika ini sulit untuk Anda terima. saya ingin mem
4 bulan setelahnyaKini usia kandungan Abel sudah berumur sembilan bulan, ia tengah mempersiapkan untuk operasi gabungan. Pengangkatan tumor dan juga operasi sesar. Liona tersenyum mengusap tangan Abel lembut. "Mama hebat banget banget, udah berjuang sejauh ini dan saat ini perjuangan terakhir kak untuk menyelamatkan baby." Abel tersenyum. "Makasih Liona karena selama ini kamu udah jagain aku. Mama nggak datang?" Liona menatap pintu yang terbuka memperlihatkan Marshanda yang mengulas senyuman manis. "Anak mama, mana mungkin mama nggak datang!" Marshanda berlari kecil menghampiri ranjang Abel mengecupi wajah Abel berulang kali. Tangannya mengusap perut Abel lembut. "Cucu Oma, sebentar lagi kita bertemu. Sehat-sehat di perut mama ya sayang!" Marshanda mengecup perut Abel lembut. Abel tersenyum tipis tanpa sadar air matanya mengalir. Ia takut, takut jika operasi yang akan ia jalani gagal. Abel mengenggam tangan Marshanda erat menatap mamanya lekat. "Ma, apapun yang terjadi nanti te
Langkah Leon terasa berat saat menghampiri ranjang bayinya. Bayi mungil yang terlihat sangat tampan, wajahnya bahkan sangat mirip dengan dirinya. Ya, Abel melahirkan seorang putra laki-laki yang wajahnya bahkan bagai pinang dibelah dua dengan Leon. Mereka sangat mirip. Air mata Leon meluruh mengingat sikap dia kepada Abel. Putranya sendiri yang sudah ia sia-siakan, yang sudah ia buat menderita. Perempuan yang sangat ia cintai, ia telah melukainya dengan sangat dalam. Namun, Abel bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan buah cinta mereka. Leon menggendong bayi tampan itu ia melantunkan adzan di telinga sang putra. Air mata Leon tak berhenti, dadanya terasa sesak terlebih mengingat istrinya yang kini belum juga sadarkan diri. Leon tersenyum saat putranya tersenyum kepadanya. Ia mengecup wajah putranya singkat. "Sayang, kita doa sama-sama untuk mama ya, supaya mama segera sembuh. Mama hebat banget kan?" lirih Leon. Dengan perlahan ia meletakkan putranya kembali di ranjang, ia
Leon tidak pernah meninggalkan Abel sedetii pun, ia bahkan tidak makan ataupun mandi. Semenjak datang Leon tetap berada di samping Abel. Leon tak lelah mengajak Abel mengobrol meskipun tidak ada menyahuti. "Sayang, kamu ingat janji yang dulu pernah kita buat? Janji yang bahkan belum bisa aku tepati, sayang kasih aku kesempatan untuk menebus semua. Semua kesalahan yang udah aku perbuat, kasih aku kesempatan untuk membuat kamu dan bayi kita bahagia. Aku mohon, segeralah bangun Sayang! Aku sangat merindukan kamu." Leon merasa lelah, kedua matanya perlahan terpejam genggaman tangan mereka bahkan tak terlepas. Leon terus menggengam tangan Abel, Marshanda yang melihat itu mengulas senyuman tipis. Ia senang melihat mereka kembali bertemu, setelah ujian yang datang. Marshanda sangat berharap jika Abel bisa segera bangun. Marshanda menghampiri putrinya dan juga David yang sedari tadi duduk di luar. "Liona pulanglah dengan suamimu, kalian istirahat dulu di rumah. Abel biar mama sama Leon yan
Air mata Abel mengalir deras, kedua tangannya mengepal. Melihat vidio yang terputar di depan matanya, Abel tak menyangka jika ia akan kehilangan Aldi secepat ini. Dalam vidio yang terputar itu Aldi tersenyum manis ke arahnya. Tatapannya terlihat sayu, tubuhnya terlihat kurus dan ia bahkan tidak tahu jika Aldi mengidap penyakit gagal ginjal. "Abel, hapus dulu air mata lo gue pernah bilang kalau gue akan selalu buat lo bahagia. Gue nggak mau lihat kesayangan gue sedih. Gue pingin selalu lihat Abel bahagia, dalam keadaan apapun lo harus tetap senyum. Bahkan di saat hari ini tiba, hari di mana lo tahu sebuah fakta bahwa gue cowok lemah!" Aldi terkekeh, ia menengadahkan kepalanya ke atas menahan air matanya yang akan mengalir. "Gue kalah, Abel. Gue nggak tahan lagi, gue bahkan nggak bisa sekuat lo. Gue udah nyerah duluan!" Abel menggeleng ia meremat selimut yang ia gunakan. "Nggak, kamu nggak kalah Aldi. Kamu emang nggak menang tapi kamu nggak pernah kalah. Kamu hebat Aldi, kamu bisa be
Kondisi Abel sudah pulih sehingga sore ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Leon tersenyum melihat Abel yang tengah mengobrol dengan Baby S. Leon mengemasi pakaian Abel untuk persiapan pulang. Selesai dengan pekerjaannya ia mendekat di ranjang istrinya mengusap kepala Abel lembut. "Udah? Kita pulang sekarang?" tanya Leon lembut. Abel mengangguk, ia turun dari ranjangnya saat ini hanya ada Leon di rumah sakit. Marshanda, Liona dan David menunggu mereka di rumah. Leon mengambil alih Baby S dari Abel, ia menggendong bayi mereka sembari membawa tas. Leon tidak memperbolehkan Abel untuk membawa apa-apa. Namun, saat pintu rumah sakit terbuka anak buah Leon datang membantu membawakan pakaian Abel. Abel tersenyum, sebelum pergi mereka ingi menemuo dokter penanggung jawab Abel untuk mengucapkan terima kasih. "Dokter," panggil Abel setelah masuk ke dalam ruangannya. Dokter cantik dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya tersenyum manis saat melihat kedatangan Abel. "Selamat akhir
Abel dan Leon sore ini mengunjungi makam Aldi, Abel tersenyum mengusap baru nisan itu lembut. Ia menahan untuk tidak menangis karena ia tahu Aldi tidak akan menyukak itu. Abel menaburkan bunga yang ia bawa. "Aldi, aku datang. Kamu tahu rasanya di tinggal di tanpa di pamiti? Sakit, bahkan sampai saat ini aku masih nggak percaya kalau kamu udah nggak ada. Aldi, maaf karena selama ini aku nggak bisa balas perasaan kamu. Tapi kamu harus tahu kalau aku sayang banget sama kamu Aldi. Kamu udah seperti abang buat aku, kamu selalu ada buat aku. Kamu jahat Aldi! Aku selalu cerita semua masalahku ke kamu tapi kamu, kenapa kamu nggak pernah cerita sedikit pun ke aku? Kenapa Aldi!"Leon mengusap bahu Abel pelan. "Sayang, kito doakan saja yang terbaik untuk Aldi. Kita harus bisa mengikhlaskan kepergian Aldi, agar dia bisa tenang di sana."Abel memgangguk, setelah mendoakan Aldi mereka pergi. Namun, Leon sempat mengucapkan beberapa kata untuk Aldi. "Tenang di sana, Aldi. Saya janji akan menjaga wani