Liona menggandeng tangan Abel, mereka baru saja selesai kelas dan memutuskan untuk jalan-jalan di mall sebentar. Dengan diikuti Nabila yang menjadi bodyguard pribadi mereka. Abel menggandeng tangan Nabila membuat gadis itu menatap ke arahnya. "Abel, tidakkah ini berlebihan? Aku hanya seorang bodyguardmu tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan seperti ini." ucap Nabila sembari menunduk. Abel tersenyum ia justru merangkul bahu Nabila. "Apa yang kamu katakan, Nab. Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Kamu bukan hanya bodyguardku tapi mulai saat ini kamu juga sahabatku." Liona memgangguk ikut serta merangkul bahu Nabila. "Apa yang Abel katakan benar, lo nggak usah malu-malu lagi. Kita masuk sekarang, gue yang traktir lo bisa ambil apapun yang lo mau!" sorak Liona. Abel dan Nabila tersenyum mendengarnya, ketiganya segera masuk. Tanpa mereka sadari sejak tadi ada yang terus mengawasi gerak-gerik mereka. Liona terus saja memberikan pakaian-pakaian lucu agar Abel dan Nabila me
Semenjak kehilangan bayinya Abel terlihat sangat berbeda. Wajahnya pucat, bibinya yang dulu sering mengulas senyum manis kini bahkan tidak lagi ada senyuman. Rambut Abel terlihat kusut, ia tidak pernah keluar kamar sekalipun. Abel lebih sering melamun dan menangisi bayinya. Leon yang melihat itu justru semakin hancur. "Sayang, sampai kapan kamu mau kayak gini? Ikhlasin bayi kita. Aku sedih lihat kamu kayak gini Abel," lirih Leon sembari mengusap kepala Abel lembut, kedua matanya berkaca-kaca. Abel menatap sendu ke arah Leon tak lama air matanya meluruh. "Leon aku ceroboh sehingga kita kehilangan bayi kita Leon. Aku yang salah Leon, aku salah aku yang membunuh anak kita!" isak Abel. Leon menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya, ia menggelengkan kepalanya berulang. "Bukan kamu, Sayang! Kamu bukan pembunuh, semua ini takdir. Ini bukan salah kamu," ucap Leon. "Ini salahku Leon, aku tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak kita. Leon, aku kehilangan bayi kita, kenapa dia pergi Leon!"
"Leon, mama ingin menemui Abel!" Leon terdiam mendengarnya, ia menatap lekat ke arah mamanya. Sudah satu minggu semenjak mereka kembali ke Indonesia. Marshanda tinggal di hotel, Leon tidak bisa membawanya bertemu dengan Abel dan Liona. Itu terlalu berisiko terlebih dengan kondisi Abel saat ini yang masih kurang baik. "Ma, tidak untuk sekarang. Mama tahu sendiri bagaimana keadaan Abel saat ini," ucap Leon. "Mama siap menjelaskan semuanya kepada kalian, Leon mama tidak ingin Abel mengetahui semuanya dari orang lain. Mama tidak ingin Abel dan Liona justru membenci mama nantinya. Terlebih Handoko sudah berbuat terlalu jauh, mama tidak akan diam saja. Mama yakin Handoko bisa lebih nekat dari kemarin!" ucap Marshanda. Leon telah menemukan semua bukti kecelakaan Abel hari itu. Anak kecil yang akan Abel selamatkan hanyalah permainan yang Handoko buat. Dia memang sengaja ingin mencelakai Abel. "Mama yakin?" Marshanda mengangguk ia mengusap bahu putranya lembut. "Tenanglah, mama tahu apa y
Abel tersenyum getir ia tidak menyangka jika dirinya bukanlah anak kandung dari mamanya. Meskipun bahagia rasanya setelah mengetahui Marshanda masih hidup. Namun, di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasa sangat sedih mengetahui kebenaran itu. "Sayang," Leon mengusap punggung Abel lembut ia mengerti akan perasaan istrinya. Abel tersenyum tipis menghapus air matanya yang mengalir. "Aku nggak papa Leon, aku masih mencoba untuk berdamai dengan diriku sendiri. Kenapa kamu ada di sini? Mama pasti masih butuh kamu," ucap Abel. "Tapi aku butuh kamu!" Leon menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya. Hal itu membuat tangis Abel yang sedari tadi ia tahan luntur juga. Abel terisak dalam pelukan Leon, hatinya teramat sakit. Ia masih tidak menyangka dengan kejutan besar pagi ini. "Apa kamu tahu semua ini dari lama Leon? Dari sebelum kamu menikah denganku?" tanya Abel terbata. Leon tidak menjawabnya, dia hanya diam. Hal itu membuat Abel semakin yakin, ia terkekeh menatap lekat ke arah suaminya.
"Sayang," Abel terdiam kala merasakan usapan lembut pada kepalanya. Abel menghapus air matanya dengan cepat mengulas senyum manis ke arah mamanya. "Ada apa, Ma? Mama perlu sesuatu?" tanya Abel. Marshanda menatap lekat wajah putrinya yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu. "Maafin, mama sayang!" ucap Marshanda dengan suara seraknya. Abel menggeleng ia tersenyum tipis. "Mama nggak perlu minta maaf, mama nggak salah. Aku yang harusnya berterima kasih sana mama karena aku mama udah pernah besarin aku waktu kecil. Mama sangat menyayangiku, makasih ma!" Abel menunduk, ia mati-matian menahan air matanya agar tidak turun. "Apa yang kamu katakan sayang," Marshanda menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya justru membuat gadis itu semakin teeisak. Marshanda sangat menyayangi Abel, meskipun dia bukan anak kandungnya. Namun, Marshanda yang telah merawatnya sedari Abel kecil. Melihat wajah Abel saat ini selalu mengingatkan dirinya pada wajah mendiang sahabatnya. "Kamu ingin mendengar s
"Leon, di mana Nabila?" Abel yang tengah tiduran di dada Leon mendongak untuk melihat wajahnya. Dahi Leon berkerut. "Nabila siapa?" Abel menghela napas panjang, anak buahnya sendiri pun Leon tidak mengenalinya. "Nabila bodyguard yang kamu sewa untukku, di mana dia? Semenjak kejadian itu aku tidak melihatnya sama sekali," ucap Abel. Leon terdiam mengulas senyum tipis. "Dia sudah tidak bekerja," ucapnya. Abel memincingkan matanya, sedikit tahu tentang sifat suaminya. "Kamu nggak ngelakuin apapun kan, Leon? Nabila nggak bersalah, dia udah jagain aku dengan baik. Tapi aku sendiri yang ceroboh!"Leon mengusap kepala Abel lembut. "Dia tetap lalai dengan tanggung jawabnya dan aku tidak akan mempertahankan pekerja seperti itu. Tidurlah, Sayang besok kamu ada kelas kan?"Abel menghembuskan napas panjang ia memeluk tubuh Leon erat. "Tapi aku senang dengan dia Leon, dia tidak hanya menjadi bodyguardku, dia juga telah menjadi sahabatku. Aku ingin kamu mempekerjakan dia lagi untukku!"Leon dia
"Woi, Batu!" Seluruh atensi teralihkan akan kedatangan Liona yang bersunggut-sunggut. Ia bahkan tidak malu telah membuat kekacauan di perusahaan keluarganya. Liona menerobos masuk ke dalam ruangan David, bahkan saat ini David tengah ada tamu. "Rapat kita akhiri sampai di sini, nanti malam kirimkan dokumen itu ke email saya!" Ketiga orang tersebut mengangguk lantas keluar dari ruangan David. Liona masih berdiri di ujung pintu sembari berkacak pinggang. Ia tidak perduli jika di tatap sangat tajam oleh David. David nampak santai duduk di kursi kebesarannya, membuat amarah Liona semakin mendidih melihat David tak menghiraukan kedatangannya. "Ada perlu apa kamu datang ke sini dan membuat keributan di ruangan saya?" David menatapnya datar, Liona menghembuskan napas kasar. "Harusnya gue yang nanya, harus banget ya lo ngatur hidup gue. Balikin jajan gue yang udah lo ambil, kalau lo pingin beli sendirilah! Ngapain lo ngerampas punya gue," ucap Liona dengan nada tinggi, meluapkan seluruh am
"Saya tidak pernah menginginkan itu semua, saya tidak akan merebut sesuatu yang bukan hak saya. Jangan samakan saya dengan anak Anda!" Plak! Aldi terkekeh saat sebuah tamparan mengarah ke wajahnya. Ia mengusap bibirnya yang berdarah menatap lekat ke arah pria paru baya yang kini terlihat sangat marah. Aldi maju satu langkah, tak ada ketakutan sama sekali di matanya. Berbeda dengan dirinya di masa lalu yang selalu menuruti permintaan pria itu. "Kenapa? Tersinggung dengan ucapan saya? Dulu saya memang tidak berani melawan Anda. Saya selalu menuruti setiap ucapan Anda, tapi sekarang saya sadar. Orang seperti apa Anda ini, orang tua yang hanya memperdulikan harta dan juga jabatan. Bahkan sampai rela mengorbankan anak Anda sendiri sebagai alat untuk perusahaan," ucap Aldi tak habis pikir. "Diam kamu! Dasar bocah tidak tau di untung. Selama ini saya yang merawat kamu, saya yang mendidik kamu, saya memberikan sekolah yang terbaik untuk kamu. Tapi apa yang sekarang kamu lakukan, kamu bahk
"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
Seharian ini Leon masih ngambek perihal kejadian semalam. Ia yang sudah diterbangkan di jatuhkan begitu saja, Leon bahkan tak mengindahkan ucapan Abel yang meminta maaf. Tak hanya di tinggalkan begitu saja, Abel bahkan justru ikut ketiduran setelah menidurkan Sagara membuat Leon benar-benar tak ada kesempatan. Abel menghembuskan napas panjang, melihat wajah kusut suaminya. Sepertinya semalam Leon tidak tidur, terbukti matanya pagi ini terlihat memerah wajahnya pun terlihat kelelahan. Abel mendekati suaminya meletakkan kopi buatannya untuk Leon. Abel memeluk tubuh Leon dari belakang, menumpukan kepalanya di bahu suaminya. "Sayang, maafin aku. Semalam aku ketiduran, aku janji akan ganti dengan malam ini!" bujuk Abel. Tapi Leon tetap saja diam, ia bahkan fokus dengan ponselnya tak perduli dengan istrinya yang nempel-nempel ke tubuhnya. Padahal jika biasanya, Leon akan sangat bahagia saat Abel bersikap seperti ini kepadanya. Namun, kali ini urusannya beda! Semalam Leon benar-benar tersi
Malam ini Leon tengah sibuk dengan pekerjaannya, setelah menyempatkan untuk pulang lebih awal. Setelah selesai makan malam di luar dengan istri dan anaknya. Leon langsung mengurung dirinya di ruang kerja. Sedangkan Abel tengah menidurkan Sagara, seperti biasanya. Setelah membuatkan susu untuk putranya, Abel harus membacakan dongeng agara Sagara tertidur. Abel tersenyum tipis saat melihat wajah tampan putranya yang tak jauh beda dengan wajah Leon. Keduanya bagai pinang dibelah dua. "Sayang, rasanya baru kemarin mama ngelahirin kamu tapi sekarang kamu udah besar. Rasanya mama nggak rela kalau kamu cepat dewasa," kekeh Abel. Sagara menggemaskan, selalu ada saja tingkahnya yang membuat Abel tertawa. Abel sangat menyayangi putra semata wayangnya. Abel jadi memikirkan ucapan suaminya tadi pagi, mungkin Sagara sudah saatnya memiliki adik. Abel mengecup dahi putranya cukup lama mengusap kepalanya lembut. Menarik selimut sampai batas lehernya, dengan perlahan Abel kelaur dari kamar putrany
5 tahun kemudianKini Sagara sudah berumur enam tahun dan hari ini hari pertama dia akan mulai masuk ke sekolah barunya. "Mama!" teriakan melengking itu berasal dari seorang anak kecil tampan yang kini sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat cemberut, melihat papanya yang tengah memeluk mamanya saat ini. Entah mengapa Sagara selalu saja membuat Leon jengkel. Ya, contohnya seperti ini. "Kenapa, Sayang?" Abel tersenyum gemas melihat bibir putranya yang maju beberapa senti. Abel meletakkan susu milik Sagara. "Papa jangan peluk-peluk mama Sagara!" teriak Sagara kesal, lebih kesal lagi saat Leon justru mengejeknya dengan mencium pipi Abel berulang kali. Abel selalu saja dibuat pusing dengan tingkah dua orang ini, anak dan juga suaminya. "Mama kamu istri papa juga, kamu nggak berhak larahf-larang papa buat cium mama." ucap Leon tak mau kalah. Sagara turun dari kursi makannya ia berlari memeluk tubuh Abel erat. "Mama gendong!" dengernya. Abel menghela napas panjang. Membawa tubuh
Sudah hampir setengah jam Leon menunggu Abel yang masih merias diri. Pada akhirnya ia berdecak kesal. "Sayang, kamu ngapain aja sih? Dari tadi nggak keluar-keluar!" kesal Leon. Ia yang memang memiliki kesabaran setipis tisu, Leon paling bengi jika disuruh menunggu. Ia mudah bosan, meskipun kini ada Sagara yang bersamanya. Tetap saja Tuan Muda satu ini merasa jengkel karena Abel tidak kunjung keluar. "Iya sabar dong, Mas. Namanya juga perempuan wajar dong kalau dandanya lama! Aku udah selesai, ayo kita berangkat." Abel keluar dari kamar mereka, wajahnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Leon bahkan hampir tidak mengenali istrinya sangking cantiknya Abel saat ini. Gaun hitam yang ia kenalan semakin menambah kesan anggun dalam dirinya. Polesan make up natural yang mampu membuat Abel sekelas dengan artis papan atas. Leon tidak berbohong, istrinya benar-benar sangat cantik. "Yang mau nikah kakak kamu atau kamu sih," cetus Leon. Abel memang cantik justru karena itu Leon tidak me
"Leon, Abel!" Kedua insan itu pun berbalik menatap sosok yang memanggil mereka. Abel tersenyum berbeda dengan Leon yang memutar bola matanya malas. Daniel berlari menghampiri mereka, ia telihat sangat senang saat melihat Sagara dj gendongan Abel. "Kebetulan banget kita ketemu di sini, oh ya gue sekalian aja deh kasih di sini." Daniel memberikan sebuah undangan yang di terima oleh Abel. "Wih, udah mau nikah aja nih kamu. Cepet ya dapatnya Kemarin-kemarin bilangnya masih jomblo dan mau nungguin aku janda!" kekeh Abel. Leon langsung mendelik kesal. "Apaan sih kamu, By!" kesal Leon. Abel tertawa geli begitupun dengan Daniel, pria tengil itu menyengol lengan Leon pelan. "Senyum kek, gue temen lo bukan musuh lo! Gue nggak akan rebut bini lo lagian gue udah punya pacar juga. Jangan lupa datang ke nikahan gue besok." Leon dan Abel sama-sama terkejut mendengarnya. "Lah, besok acaranya?" Daniel mengangguk lalu tak lama seorang gadis mendekat ke arah mereka dan merangkul lengan Daniel mesra
Tak terasa hari berganti minggu dengan begitu cepat, kini usia Baby Sagara sudah satu tahun. Abel semakin aktif mengajak ngobrol putranya, acara Sagar bisa sedikit-sedikit mulai berbicara. Sagara terhitung kurang aktif, dia lebih banyak diam ketimbang bermain seperti bayi pada umumnya. "Sagara, mama pulang!" Abel yang baru selesai belanja bulanan dengan Leon langsung berlari ke arah putranya yang saat ini tengah bermain dengan David. Sagara pun begitu melihat keberadaan Abel, dia seakan ingin segera berlari menemui mamanya. "Mammma," Kedua bola mata Abel membulat ia langsung menjauhkan tubuh putranya darinya menatap lekat ke arah Sagara. "Coba ngomong sekali lagi, Sayang? Ah, Sayang Sagara sudah bisa memanggilku mama!" teriak Abel kesenangan, sampai orang di rumah tersebut langsung berlari ke arahnya. Sungguh itu adalah kata pertama yang Sagara ucapkan. Leon segera mendekat ke arah istri dan anaknya. "Seriusan, By?" tanya Leon. Abel menganggukkan kepalanya mengecup pipi putranya
Leon mimijit pelipisnya yang terasa pusing, setelah hmpir setengah hari ia menghabiskan waktu bergelut dengan pekerjaan kantor. Kini sudah menujukkan pukul satu siang, sudah waktunya ia untuk makan siang. Leon bahkan merasa sangat malas untuk beranjak dari tempatnya berdiri. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Leon merasa kesal, tanpa menatap ke sang pelaku suara Leon cukup mengintimidasi. "Berani sekali kau masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu!" kesal Leon. "Oh, maaf aku lupa. Aku ke sini cuma mau bawain kamu makan siang, kalau kamu nggak suka yaudah aku pulang aja!" Leon langsung mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang tak asing itu. "Sayang, kamu yang datang. Aku pikir siapa, sini!" ucap Leon sembari menjentikkan tangannya agar Abel mendekat. Wajah Abel terlihat masam karena Leon baru saja memarahi dirinya. "Maafin aku, kalau tahu itu kamu aku nggak akan semarah itu." Leon memeluk tubuh Abel erat, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Leo
ig: nabilaputrii74****Tin Tong Pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumah Leon, Abel yang tengah membantu bibi di dapur melenggang keluar untuk membukakannya. "Nona, biarkan saya saja yang membukanya," ucap Bi Darti menghentikan pergerakan Abel. "Tidak apa biar saya saja, Bi. Bibi lanjut memasak saja!" ucap Abel ia keluar melihat dari layar monitor siapa tamu yang datang sepagi ini. Dahi Abel berkerut saat melihat seorang pria dengan setelan casual dan juga kaca mata hitam yang ia kenakan. Wajahnya asing, Abel belum pernah melihatnya. "Apakah dia teman Mas Leon?" pikir Abel. Abel pun membuka pintu rumahnya membuat pria itu tersenyum menurunkan kaca matanya guna melihat wajah Abel lebih jelas. "Wow, cantik sekali!" ucapnya. Dahi Abel berkerut, ia memincingkan matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah. "Maaf, masnya cari siapa ya?" tanya Abel. Namun, pria itu hanya diam dan justru melamun sembari memperhatikan dirinya. Abel pun mengibaskan tangannya di depan wajah pria it