Abel terbangun ia terkejut saat melihat di sebelahnya Leon sudah tidak ada, ia langsung mencarinya ke kamar mandi. Saat akan turun ke bawah ia melihat note di dekat tempat tidur mereka. Air mata Abel meluruh begitu saja, Leon sudah pergi bahkan dia tidak membangunkan dirinya. Sayang, aku pergiMaaf tidak membangunkanmu, aku akan semakin berat untuk pergi jika kamu ikut mengantarku. Aku sudah meminta bibi untuk membuatkan sarapan kesukaanmu, setelah mandi segeralah turun untuk makan. Jaga kesehatanmu, Baby. Bodyguard barumu sudah menunggu di bawah. I love youAbel melihat jam, kemungkinan saat ini Leon masih di pesawat karena itu ia urung untuk menghubunginya. Abel mengusap air matanya kasar. Entah mengapa ia merasa sedih dengan kepergian Leon saat ini. Abel segera mandi sesuai dengan intruksi Leon bodyguard barunya sudah menunggu di bawah. Hari ini ia ada kelas pagi. Melihat Kakek Abi dan juga Liona sudah sarapan di bawah. "Kamu sudah bangun, Nak. Bodyguard barumu sudah menunggu
"Kakak ipar apa seharian ini Leon nggak ada kabar?" tanya Liona yang tengah merebahkan diri di ranjang Abel. Ia memutuskan untuk tidur di kamar Abel. Leon sendiri yang berpesan agar ia tidak meninggalkan Abel sendirian. Leon tidak ingin Abel kesepian. "Nggak, mungkin Leon lagi sibuk. Aku nggak mau ganggu dia, nanti juga pasti dia hubungin aku. Liona, apa perjalanan bisnis kali ini berbeda? Mengapa aku merasa ada yang aneh dengan Leon."Liona tersenyum paksa. "Ah, itu perasaan lo aja, Kak. Mungkin Leon emang lagi sibuk, udah sekarang kita istirahat aja. Kalau butuh sesuatu langsung bangunin gue aja ya!" ucap Liona. Abel mengangguk, ia masih belum merasa mengantuk. Seharian ini ia pun tengah menunggu Leon menghubungi dirinya. Namun, sayangnya tidak, bahkan memberikan pesan singkat saja tidak. Hal itu justru membuat Abel merasa sangat khawatir. "Sayang, kamu kangen sama papa ya?" ucap Abel pada bayi dalam kandungannya. Ia tersenyum kecil. "Sama, mama juga kangen banget sama papa. S
Liona menggandeng tangan Abel, mereka baru saja selesai kelas dan memutuskan untuk jalan-jalan di mall sebentar. Dengan diikuti Nabila yang menjadi bodyguard pribadi mereka. Abel menggandeng tangan Nabila membuat gadis itu menatap ke arahnya. "Abel, tidakkah ini berlebihan? Aku hanya seorang bodyguardmu tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan seperti ini." ucap Nabila sembari menunduk. Abel tersenyum ia justru merangkul bahu Nabila. "Apa yang kamu katakan, Nab. Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Kamu bukan hanya bodyguardku tapi mulai saat ini kamu juga sahabatku." Liona memgangguk ikut serta merangkul bahu Nabila. "Apa yang Abel katakan benar, lo nggak usah malu-malu lagi. Kita masuk sekarang, gue yang traktir lo bisa ambil apapun yang lo mau!" sorak Liona. Abel dan Nabila tersenyum mendengarnya, ketiganya segera masuk. Tanpa mereka sadari sejak tadi ada yang terus mengawasi gerak-gerik mereka. Liona terus saja memberikan pakaian-pakaian lucu agar Abel dan Nabila me
Semenjak kehilangan bayinya Abel terlihat sangat berbeda. Wajahnya pucat, bibinya yang dulu sering mengulas senyum manis kini bahkan tidak lagi ada senyuman. Rambut Abel terlihat kusut, ia tidak pernah keluar kamar sekalipun. Abel lebih sering melamun dan menangisi bayinya. Leon yang melihat itu justru semakin hancur. "Sayang, sampai kapan kamu mau kayak gini? Ikhlasin bayi kita. Aku sedih lihat kamu kayak gini Abel," lirih Leon sembari mengusap kepala Abel lembut, kedua matanya berkaca-kaca. Abel menatap sendu ke arah Leon tak lama air matanya meluruh. "Leon aku ceroboh sehingga kita kehilangan bayi kita Leon. Aku yang salah Leon, aku salah aku yang membunuh anak kita!" isak Abel. Leon menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya, ia menggelengkan kepalanya berulang. "Bukan kamu, Sayang! Kamu bukan pembunuh, semua ini takdir. Ini bukan salah kamu," ucap Leon. "Ini salahku Leon, aku tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak kita. Leon, aku kehilangan bayi kita, kenapa dia pergi Leon!"
"Leon, mama ingin menemui Abel!" Leon terdiam mendengarnya, ia menatap lekat ke arah mamanya. Sudah satu minggu semenjak mereka kembali ke Indonesia. Marshanda tinggal di hotel, Leon tidak bisa membawanya bertemu dengan Abel dan Liona. Itu terlalu berisiko terlebih dengan kondisi Abel saat ini yang masih kurang baik. "Ma, tidak untuk sekarang. Mama tahu sendiri bagaimana keadaan Abel saat ini," ucap Leon. "Mama siap menjelaskan semuanya kepada kalian, Leon mama tidak ingin Abel mengetahui semuanya dari orang lain. Mama tidak ingin Abel dan Liona justru membenci mama nantinya. Terlebih Handoko sudah berbuat terlalu jauh, mama tidak akan diam saja. Mama yakin Handoko bisa lebih nekat dari kemarin!" ucap Marshanda. Leon telah menemukan semua bukti kecelakaan Abel hari itu. Anak kecil yang akan Abel selamatkan hanyalah permainan yang Handoko buat. Dia memang sengaja ingin mencelakai Abel. "Mama yakin?" Marshanda mengangguk ia mengusap bahu putranya lembut. "Tenanglah, mama tahu apa y
Abel tersenyum getir ia tidak menyangka jika dirinya bukanlah anak kandung dari mamanya. Meskipun bahagia rasanya setelah mengetahui Marshanda masih hidup. Namun, di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasa sangat sedih mengetahui kebenaran itu. "Sayang," Leon mengusap punggung Abel lembut ia mengerti akan perasaan istrinya. Abel tersenyum tipis menghapus air matanya yang mengalir. "Aku nggak papa Leon, aku masih mencoba untuk berdamai dengan diriku sendiri. Kenapa kamu ada di sini? Mama pasti masih butuh kamu," ucap Abel. "Tapi aku butuh kamu!" Leon menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya. Hal itu membuat tangis Abel yang sedari tadi ia tahan luntur juga. Abel terisak dalam pelukan Leon, hatinya teramat sakit. Ia masih tidak menyangka dengan kejutan besar pagi ini. "Apa kamu tahu semua ini dari lama Leon? Dari sebelum kamu menikah denganku?" tanya Abel terbata. Leon tidak menjawabnya, dia hanya diam. Hal itu membuat Abel semakin yakin, ia terkekeh menatap lekat ke arah suaminya.
"Sayang," Abel terdiam kala merasakan usapan lembut pada kepalanya. Abel menghapus air matanya dengan cepat mengulas senyum manis ke arah mamanya. "Ada apa, Ma? Mama perlu sesuatu?" tanya Abel. Marshanda menatap lekat wajah putrinya yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu. "Maafin, mama sayang!" ucap Marshanda dengan suara seraknya. Abel menggeleng ia tersenyum tipis. "Mama nggak perlu minta maaf, mama nggak salah. Aku yang harusnya berterima kasih sana mama karena aku mama udah pernah besarin aku waktu kecil. Mama sangat menyayangiku, makasih ma!" Abel menunduk, ia mati-matian menahan air matanya agar tidak turun. "Apa yang kamu katakan sayang," Marshanda menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya justru membuat gadis itu semakin teeisak. Marshanda sangat menyayangi Abel, meskipun dia bukan anak kandungnya. Namun, Marshanda yang telah merawatnya sedari Abel kecil. Melihat wajah Abel saat ini selalu mengingatkan dirinya pada wajah mendiang sahabatnya. "Kamu ingin mendengar s
"Leon, di mana Nabila?" Abel yang tengah tiduran di dada Leon mendongak untuk melihat wajahnya. Dahi Leon berkerut. "Nabila siapa?" Abel menghela napas panjang, anak buahnya sendiri pun Leon tidak mengenalinya. "Nabila bodyguard yang kamu sewa untukku, di mana dia? Semenjak kejadian itu aku tidak melihatnya sama sekali," ucap Abel. Leon terdiam mengulas senyum tipis. "Dia sudah tidak bekerja," ucapnya. Abel memincingkan matanya, sedikit tahu tentang sifat suaminya. "Kamu nggak ngelakuin apapun kan, Leon? Nabila nggak bersalah, dia udah jagain aku dengan baik. Tapi aku sendiri yang ceroboh!"Leon mengusap kepala Abel lembut. "Dia tetap lalai dengan tanggung jawabnya dan aku tidak akan mempertahankan pekerja seperti itu. Tidurlah, Sayang besok kamu ada kelas kan?"Abel menghembuskan napas panjang ia memeluk tubuh Leon erat. "Tapi aku senang dengan dia Leon, dia tidak hanya menjadi bodyguardku, dia juga telah menjadi sahabatku. Aku ingin kamu mempekerjakan dia lagi untukku!"Leon dia