Sebuah sentuhan di kulitnya membuat Laureta terbangun dari tidurnya. Ia membuka mata dan sekali lagi terkejut bukan main. Dalam kurun waktu kurang dari dua puluh empat jam, ia sudah dua kali terkena serangan jantung.Kian menarik tangannya, lalu duduk di kasur. Laureta yakin benar jika pria itu baru saja menyentuhnya.“Apa yang baru saja kamu lakukan?” tanya Laureta dengan suara parau.Kian berdeham. “Secara sah, kamu adalah istriku. Aku bebas melakukan apa saja padamu.”Laureta menyadari hal itu meski rasanya menyakitkan. Ia tidak suka jika pria itu menyentuhnya seperti semalam. Ia pikir, ia akan kehilangan keperawanannya malam itu juga. Tanpa disangka, Kian malah pergi begitu saja.“Jadi …, aku harus bagaimana?”Kian mendengus mengejek mendengar perkataan Laureta. “Laura, kamu itu lucu sekali. Semalam itu memang kesalahanku. Kita bisa melakukannya lagi lain kali.”Laureta mengangguk patuh. Lain kali. Tentu saja akan ada lain kali. Ia harus mempersiapkan dirinya jika sampai pria itu
Laureta menelan ludahnya. Ia kembali duduk ke kursinya dan menghabiskan sarapannya yang terasa mengganjal di tenggorokannya. Perutnya seperti yang masih kenyang karena semalam ia makan sangat banyak.Jam makannya jadi kacau. Begitu pula jam tidurnya. Laureta masih ingin tidur di kasur hotel yang empuk, tapi mereka sudah harus berangkat setengah jam lagi.Sepanjang sarapan itu, Kian tampak sibuk sekali. Ia beberapa kali menerima telepon.“Kian, apa kamu tidak akan makan?” tanya Laureta saat pria itu baru menutup telepon.“Hmmm,” jawab Kian sambil matanya menatap ponsel.Sungguh jawaban khas Kian, Laureta harus membiasakan dirinya. Sepertinya, pria itu tidak makan apa pun. Setelah itu, mereka pun kembali ke kamar untuk bersiap-siap.Laureta agak terkejut melihat kopernya sudah rapi. Kasurnya pun tampak seperti yang belum pernah dipakai sama sekali. Pekerja house keeping benar-benar bekerja dengan maksimal.Kian berbicara dalam bahasa Inggris di telepon sambil tersenyum beberapa kali. Bi
Setelah mengatakan hal itu, Kian pun tersenyum. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Kian menghadapi wanita yang usianya masih sangat muda. Sekarang ia tahu cara membujuk Laureta. Wanita itu suka makan.Harus Kian akui jika Laureta sangat perhatian padanya. Tidak pernah ada wanita lain yang peduli jika ia sudah makan atau belum. Bagi mantan-mantannya, yang terpenting adalah uang, uang, dan uang.Jika Kian sudah memanjakan mantannya dengan uang yang banyak, barulah mereka bahagia. Ada untungnya juga ia menikah dengan wanita yang polos dan sederhana seperti Laureta. Wanita itu tidak pernah meminta apa pun dari Kian.Pakaian yang ia belikan untuk Laureta tidak bermerk mahal, tapi wanita itu memakainya dengan senang hati. Tasnya hanya tas buatan lokal. Meski begitu, ia meminta Clara memilih produk lokal yang terbaik. Ada baiknya juga ia memajukan produk lokal untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.Sejak kapan Kian peduli? Mungkin sejak ia bertemu dengan Laureta. Ia hanya ingin meminim
Debar jantung Laureta semakin bertalu-talu tatkala ia masuk ke dalam kamar mandi. Awalnya ia pikir kamar ini benar-benar spektakuler. Harganya sudah pasti berjuta-juta semalam. Namun, ia tak pernah menyangka jika ia harus berhadapan dengan kamar mandi transparan.“Aduh, kenapa kamar mandinya seperti ini?” keluh Laureta saat menatap kaca besar transparan yang terpampang di hadapannya.Tidak ada tirai penutup sama sekali. Pancuran airnya berada di dekat jendela tersebut. Jadi, sudah pasti siapa saja bisa melihatnya mandi. Kacau. Apalah gunanya pintu kamar mandi jika kacanya saja tidak ada penutupnya.Laureta meremas pakaiannya dan memutuskan untuk tidak mandi. Ia bisa membasuh wajah, mencuci tangan, dan ketiaknya dengan sabun. Itu sudah cukup untuk seperti mandi. Ia tidak perlu membuka baju sama sekali.Hal itu terdengar seperti ide yang bagus. Laureta pun bergegas membuka blazernya yang terasa agak panas. Ia harus bergerak cepat sebelum Kian tiba-tiba mengintipnya. Apakah pria itu tipi
Rasa geli menjalar dari atas hingga ke bawah. Lidah Laureta terasa kebas hingga ia tak sanggup untuk berkata-kata. Yang keluar dari mulutnya hanya suara erangan serta rintihan yang tidak terdengar seperti suaranya.Kian mengusap bahunya, lalu menyentuh bekas luka di lengannya. Ia berhenti mencium Laureta. Hal itu membuat Laureta membuka matanya. Ternyata Kian sedang menatap bekas lukanya. Matanya tampak sendu.“Aku belum sempat mengatakan maaf,” ucap Kian.Laureta pun terkejut mendengarnya. “Maaf?”“Ya. Maafkan aku karena telah menabrakmu. Apa luka ini masih terasa sakit?”Laureta mengatur bibirnya agar tidak terlalu bergetar. “I-iya, sedikit. Kalau ditekan masih terasa sakit, tapi tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”Kian pun menarik tangan Laureta dari dada dan bagian bawah tubuhnya, lalu menaruh keduanya di pinggang Kian. Perlahan pria itu menunduk dan mencium bibir Laureta.Seketika lutut Laureta semakin lemas hingga ia pikir ia bisa pingsan kapan saja. Bibir Kian menciuminya denga
Sudah banyak wanita yang pernah menjadi kekasih Kian, menghangatkan ranjangnya, menemaninya dalam kesunyian, menghiasi hari-hari sibuknya. Selera Kian cukup tinggi dan para wanita pun dengan rela hati melakukan apa saja untuk terlihat maksimal di hadapan Kian. Namun, baru kali ini Kian melihat ada wanita yang terlihat begitu cantik meski tanpa riasan wajah. Laureta bukanlah wanita tercantik di dunia. Masih banyak yang lebih cantik dari istrinya itu, tapi jelas Laureta telah memberikan kejutan baru untuk Kian. Pipinya terlihat merona alami ketika Kian memujinya cantik. Bibirnya tidak perlu dipoles lipstik sudah terlihat merah muda dan tampak manis. Mungkin Kian berlebihan. Ia baru saja melihat wanita itu tanpa busana. Tubuhnya sangat kekar dan indah dari segala sudut. Bagian yang paling Kian suka selain tangan dan punggungnya yang kekar, perutnya yang six pack, juga paha dan betisnya yang besar dan kokoh. Laureta jelas-jelas wanita yang tangguh dan tidak mudah terguncang oleh apa pu
Kian sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran Laureta. Mengapa wanita itu khawatir akan sikap Kian? Apa ia tampak menakutkan di hadapan wanita itu?Laureta pun mendongak. “Ya. Aku takut kalau kamu akan semakin membenciku.”Kian menyipitkan matanya sambil menatap Laureta seperti ia tidak pernah menatap wanita itu. Ia terdiam, menunggu Laureta melanjutkan kalimatnya.“Aku tahu, kamu terpaksa menikah denganku. Kamu bisa saja menikah dengan wanita lain yang lebih baik dariku, tapi kamu malah mengajakku menikah. Ayahku sudah mengambil uang perusahaan banyak—”“Stop! Jangan bahas lagi tentang ayahmu!” potong Kian tegas.Laureta pun melebarkan matanya ketakutan. Ia melipat bibirnya sambil menurunkan pandangannya. Kian jadi merasa bersalah karena telah membentaknya agak keras.“Aku tidak ingin kita membahas lagi tentang ayahmu. Semua itu sudah terlanjur terjadi. Aku tidak akan menikahi wanita yang aku benci,” ucap Kian penuh keyakinan.“Jadi …, kamu tidak membenciku?”“Sejujurnya, aku ingin
Laureta membuka mulutnya sambil matanya membola. “A-aku ….”“Ayo kita pulang!” Kian berjalan cepat meninggalkan restoran, lalu menuju ke parkiran.Laureta bergerak cepat untuk mengimbangi langkahnya yang panjang-panjang. Bagaimana bisa pria itu memiliki kaki yang begitu jenjang? Tinggi tubuh Kian mungkin sekitar seratus delapan puluh sentimeter atau lebih. Sementara Laureta selisih dua puluh senti lebih pendek darinya.Langkah kakinya agak kurang leluasa. Salahnya sendiri karena mengenakan rok.Kian sudah hampir tiba di mobil. Laureta masih ketinggalan. Tiba-tiba, ujung sendalnya tersangkut paving block karena ia berjalan sambil menyeret-nyeret kakinya. Laureta menjerit sambil berlari menyeruduk bagai banteng.Untungnya, Kian bergerak cepat. Ia menangkap Laureta sebelum tubuhnya jatuh terjerembab.“Kamu itu ceroboh sekali!” tegur Kian.“Maaf! Maaf!”Laureta berpegangan pada dada Kian, lalu tatapan mereka saling berserobok. Selama sekian detik yang terasa sangat lama, mereka berpandang