Setelah mengatakan hal itu, Kian pun tersenyum. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Kian menghadapi wanita yang usianya masih sangat muda. Sekarang ia tahu cara membujuk Laureta. Wanita itu suka makan.Harus Kian akui jika Laureta sangat perhatian padanya. Tidak pernah ada wanita lain yang peduli jika ia sudah makan atau belum. Bagi mantan-mantannya, yang terpenting adalah uang, uang, dan uang.Jika Kian sudah memanjakan mantannya dengan uang yang banyak, barulah mereka bahagia. Ada untungnya juga ia menikah dengan wanita yang polos dan sederhana seperti Laureta. Wanita itu tidak pernah meminta apa pun dari Kian.Pakaian yang ia belikan untuk Laureta tidak bermerk mahal, tapi wanita itu memakainya dengan senang hati. Tasnya hanya tas buatan lokal. Meski begitu, ia meminta Clara memilih produk lokal yang terbaik. Ada baiknya juga ia memajukan produk lokal untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.Sejak kapan Kian peduli? Mungkin sejak ia bertemu dengan Laureta. Ia hanya ingin meminim
Debar jantung Laureta semakin bertalu-talu tatkala ia masuk ke dalam kamar mandi. Awalnya ia pikir kamar ini benar-benar spektakuler. Harganya sudah pasti berjuta-juta semalam. Namun, ia tak pernah menyangka jika ia harus berhadapan dengan kamar mandi transparan.“Aduh, kenapa kamar mandinya seperti ini?” keluh Laureta saat menatap kaca besar transparan yang terpampang di hadapannya.Tidak ada tirai penutup sama sekali. Pancuran airnya berada di dekat jendela tersebut. Jadi, sudah pasti siapa saja bisa melihatnya mandi. Kacau. Apalah gunanya pintu kamar mandi jika kacanya saja tidak ada penutupnya.Laureta meremas pakaiannya dan memutuskan untuk tidak mandi. Ia bisa membasuh wajah, mencuci tangan, dan ketiaknya dengan sabun. Itu sudah cukup untuk seperti mandi. Ia tidak perlu membuka baju sama sekali.Hal itu terdengar seperti ide yang bagus. Laureta pun bergegas membuka blazernya yang terasa agak panas. Ia harus bergerak cepat sebelum Kian tiba-tiba mengintipnya. Apakah pria itu tipi
Rasa geli menjalar dari atas hingga ke bawah. Lidah Laureta terasa kebas hingga ia tak sanggup untuk berkata-kata. Yang keluar dari mulutnya hanya suara erangan serta rintihan yang tidak terdengar seperti suaranya.Kian mengusap bahunya, lalu menyentuh bekas luka di lengannya. Ia berhenti mencium Laureta. Hal itu membuat Laureta membuka matanya. Ternyata Kian sedang menatap bekas lukanya. Matanya tampak sendu.“Aku belum sempat mengatakan maaf,” ucap Kian.Laureta pun terkejut mendengarnya. “Maaf?”“Ya. Maafkan aku karena telah menabrakmu. Apa luka ini masih terasa sakit?”Laureta mengatur bibirnya agar tidak terlalu bergetar. “I-iya, sedikit. Kalau ditekan masih terasa sakit, tapi tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”Kian pun menarik tangan Laureta dari dada dan bagian bawah tubuhnya, lalu menaruh keduanya di pinggang Kian. Perlahan pria itu menunduk dan mencium bibir Laureta.Seketika lutut Laureta semakin lemas hingga ia pikir ia bisa pingsan kapan saja. Bibir Kian menciuminya denga
Sudah banyak wanita yang pernah menjadi kekasih Kian, menghangatkan ranjangnya, menemaninya dalam kesunyian, menghiasi hari-hari sibuknya. Selera Kian cukup tinggi dan para wanita pun dengan rela hati melakukan apa saja untuk terlihat maksimal di hadapan Kian. Namun, baru kali ini Kian melihat ada wanita yang terlihat begitu cantik meski tanpa riasan wajah. Laureta bukanlah wanita tercantik di dunia. Masih banyak yang lebih cantik dari istrinya itu, tapi jelas Laureta telah memberikan kejutan baru untuk Kian. Pipinya terlihat merona alami ketika Kian memujinya cantik. Bibirnya tidak perlu dipoles lipstik sudah terlihat merah muda dan tampak manis. Mungkin Kian berlebihan. Ia baru saja melihat wanita itu tanpa busana. Tubuhnya sangat kekar dan indah dari segala sudut. Bagian yang paling Kian suka selain tangan dan punggungnya yang kekar, perutnya yang six pack, juga paha dan betisnya yang besar dan kokoh. Laureta jelas-jelas wanita yang tangguh dan tidak mudah terguncang oleh apa pu
Kian sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran Laureta. Mengapa wanita itu khawatir akan sikap Kian? Apa ia tampak menakutkan di hadapan wanita itu?Laureta pun mendongak. “Ya. Aku takut kalau kamu akan semakin membenciku.”Kian menyipitkan matanya sambil menatap Laureta seperti ia tidak pernah menatap wanita itu. Ia terdiam, menunggu Laureta melanjutkan kalimatnya.“Aku tahu, kamu terpaksa menikah denganku. Kamu bisa saja menikah dengan wanita lain yang lebih baik dariku, tapi kamu malah mengajakku menikah. Ayahku sudah mengambil uang perusahaan banyak—”“Stop! Jangan bahas lagi tentang ayahmu!” potong Kian tegas.Laureta pun melebarkan matanya ketakutan. Ia melipat bibirnya sambil menurunkan pandangannya. Kian jadi merasa bersalah karena telah membentaknya agak keras.“Aku tidak ingin kita membahas lagi tentang ayahmu. Semua itu sudah terlanjur terjadi. Aku tidak akan menikahi wanita yang aku benci,” ucap Kian penuh keyakinan.“Jadi …, kamu tidak membenciku?”“Sejujurnya, aku ingin
Laureta membuka mulutnya sambil matanya membola. “A-aku ….”“Ayo kita pulang!” Kian berjalan cepat meninggalkan restoran, lalu menuju ke parkiran.Laureta bergerak cepat untuk mengimbangi langkahnya yang panjang-panjang. Bagaimana bisa pria itu memiliki kaki yang begitu jenjang? Tinggi tubuh Kian mungkin sekitar seratus delapan puluh sentimeter atau lebih. Sementara Laureta selisih dua puluh senti lebih pendek darinya.Langkah kakinya agak kurang leluasa. Salahnya sendiri karena mengenakan rok.Kian sudah hampir tiba di mobil. Laureta masih ketinggalan. Tiba-tiba, ujung sendalnya tersangkut paving block karena ia berjalan sambil menyeret-nyeret kakinya. Laureta menjerit sambil berlari menyeruduk bagai banteng.Untungnya, Kian bergerak cepat. Ia menangkap Laureta sebelum tubuhnya jatuh terjerembab.“Kamu itu ceroboh sekali!” tegur Kian.“Maaf! Maaf!”Laureta berpegangan pada dada Kian, lalu tatapan mereka saling berserobok. Selama sekian detik yang terasa sangat lama, mereka berpandang
Laureta menatap Kian yang sedang balas menatapnya dengan tatapan yang menusuk. Pria itu serius akan melakukannya malam ini juga. Laureta semakin tegang hingga napasnya tercekat.“Santai saja,” ucap Kian dengan suara yang pelan dan dalam.Pria itu mengusap paha Laureta hingga ke selangkangannya. Matanya tak sedikit pun melihat ke yang lain. Laureta merasa dirinya terintimidasi. Ia tak sanggup melawan godaan Kian, padahal ia masih ingin menjaga keperawanannya.Wajah Kian semakin maju. Ia menyentuh milik Laureta, lalu menggeser celananya dan menyentuh kulitnya. Laureta mengerang sambil berusaha menjauhkan tangan Kian dari sana.Pria itu bergerak cepat untuk menarik lepas celananya hingga Laureta hampir tergelincir ke dalam kolam. Tangannya menahan dengan sekuat tenaga. Kian sangat bersemangat. Ia memeluk pinggang Laureta, lalu membenamkan wajahnya tepat di tengah-tengah milik Laureta.Kian memainkan milik Laureta dengan ciuman dan jilatan lidahnya, mencoba merasukinya. Laureta sesak napa
Udara malam itu terasa agak panas. Kemunculan wanita itu membuat hati Kian semakin tidak karuan. Ia tidak menyangka jika wanita itu akan menghampirinya ke Bali. Tadi Clara meneleponnya dan memberitahu semuanya. Clara telah berusaha untuk tidak memberitahu keberadaan Kian. Namun, tetap saja wanita itu bisa melakukan apa saja yang ia inginkan. Sejujurnya, Kian tidak ingin berhubungan lagi dengan wanita itu. Namun, apa boleh buat. Kian bukan pria pengecut. Ia akan menghadapi wanita itu. Segala sesuatu bisa dibicarakan dengan baik-baik. Kian baru saja tiba di beach club. Seorang pelayan restoran menghampirinya. Lalu Kian menyebut nama wanita itu. Pelayan itu segera mengantarkan Kian ke sebuah ruangan terpisah yang berada di lantai dua. Seorang wanita berambut coklat kemerahan membalikan badannya. Ia langsung tersenyum saat melihat kehadiran Kian. Dipandanginya wanita itu dari bawah hingga ke atas. Ia mengenakan atasan berupa crop top putih dengan belahan dada yang spektakuler. Rok panj
Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan
Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku
Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq
“Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para
Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber
Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h
Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t
Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki
Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian