Kian mulai sadar jika ia sedang membawa wanita yang sedang hamil. Ia harus menguasai emosinya dan tidak boleh mengebut. Terpaksa, ia pun mengurangi kecepatannya hingga delapan puluh dan berbelok ke jalanan yang di tengah. Helga sudah meneteskan air matanya.
“Maafkan aku.”
“Kalau sudah begini, kamu baru berkata maaf padaku!” Helga memukul tangan Kian. “Kamu sadar tidak apa yang sudah kamu lakukan padaku?! Kamu membuatku terus sakit hati dan menderita! Kamu sengaja bersikap begitu untuk menyingkirkanku! Padahal aku sudah memberimu segala yang kamu mau. Aku tahu, kamu membutuhkan seorang anak laki-laki supaya papamu menuliskan namamu di surat warisnya. Aku sudah hamil, tapi kamu masih mempertanyakan siapa ayah dari anak ini.”
“Aku tidak mempertanyakan siapa ayahnya. Aku hanya tidak yakin jika aku telah menghamilimu!”
“Sama saja!” teriak Helga. “Kamu ingin anak ini dites DNA. Lalu jika hasilnya
Tidak ada ekspresi terkejut sedikit pun di wajah Ivan. “Aku tidak mungkin mencegah kalian berdua untuk menikah. Helga terlalu mencintaimu.”“Oh ya? Lalu apa hubungannya denganmu? Apa kalian sungguh berpacaran? Apa kamu sudah menghamilinya?’Kali ini, Kian berhasil menorehkan sesuatu di wajah Ivan hingga pria itu tampak skeptis. Ia terdiam sejenak.“Apa Helga yang memberitahumu tentang hal itu?” tanya Ivan pada akhirnya.“Dia menyangkal semuanya. Sudah kubilang, dia mengaku tidak mengenalmu, tapi aku tahu jika dia sedang berbohong. Ada sesuatu di antara kalian dan aku bisa menebaknya.”Ivan menghela napas. “Sebenarnya, aku tidak bisa seratus persen mengakui jika anak itu adalah anakku.”Napas Kian pun tercekat seketika. Ia tahu jika Ivan ini pastilah kekasihnya Helga, tapi tetap saja ia terkejut begitu mendengar kalimat ambigu itu sebagai pernyataan ‘ya’ dari Ivan.
“Dia tidak sadarkan diri. Demamnya masih tetap di empat puluh atau empat puluh satu derajat,” jawab Ivan.Kian mengangguk. Ia menatap Ivan yang masih tampak gelisah.“Apa kamu baik-baik saja?”“Tidak! Aku takut sekali, Kian! Aku …, aku tidak ingin kehilangan dia.”Tak berapa lama kemudian, Marisa datang sambil berlari. Ia menghampiri Kian sambil napasnya terengah-engah.“Helga masuk ICU?” tanyanya.Kian mengangguk. “Ya, dia ada di dalam sana.”“Apa kamu sudah menjenguknya?”“Belum.” Kian menoleh pada Ivan. “Apa kita boleh masuk dan menjenguknya?”“Kita harus minta izin dulu pada dokter,” ucapnya.Marisa menautkan alisnya sambil menatap Ivan. “Siapa dia? Tunggu sebentar! Sepertinya aku pernah melihatnya.”Ivan tampak tegang melihat Marisa. Saat itu juga, Kian berpikir untuk mencerita
Kian melihat Ivan sedang duduk bersebelahan dengan Marisa. Sepertinya mereka sedang berbincang-bincang sesuatu. Ia pun mendekati mereka. Seketika keduanya mendongak.“Bagaimana?” tanya Marisa. “Helga bicara apa padamu?”Kian mendesah. “Dia meminta maaf padaku karena dia sudah merebutku dari Laura. Dia terdengar seperti yang sedang berpamitan denganku.”Wajah Ivan langsung pucat. Ia berdiri dan kemudian berlari masuk ke dalam ICU. Kian hanya memperhatikannya hingga Ivan menghilang di balik pintu.Kian pun duduk di sebelah Marisa. “Kalian mengobrol apa tadi?”Marisa menyeringai. “Gila! Sungguh kalian gila! Keluarga aneh macam apa kita? Bisa-bisanya kamu menikah dengan wanita yang sedang hamil anak orang lain.”Kian mengangkat alisnya. “Ivan mengakui semua itu padamu?”“Ya, kurang lebih begitu. Ivan bilang kalau Helga itu adalah kekasihnya. Kamu percaya itu? Te
Suasana rumah sakit terasa begitu menegangkan. Laureta sedang berada di ruang bersalin seorang diri. Sementara Ivan dan ibunya menunggu di luar. Laureta takut sekali karena ia tidak pernah membayangkan seperti apa rasanya melahirkan.Sembilan bulan bayinya berada di dalam perutnya, lalu sebentar lagi bayi itu akan segera berada dalam pelukannya. Laureta pun sudah tak sabar lagi ingin bertemu dengan bayinya meski ia takut.Rasa mulas terus menerus ia rasakan setiap satu menit sekali. Peluh menetes di pelipisnya. Sejak tadi ia berkonsentrasi untuk menarik napas sedalam-dalamnya dan mengembuskannya lewat mulut. Suster mengecek detak jantung bayi. Suaranya begitu kencang dan cepat.Laureta pun semakin bersemangat dan berusaha menahan rasa sakit yang sejak tadi ia rasakan. Kepala bayi seperti yang menekan dari dalam perutnya, lalu ia pun merasakan sesuatu yang hangat keluar dari bawah tubuhnya.Dokter sudah siap di tempat. Pembukaannya sudah lengkap. Ia pun me
Kian sedang membereskan dokumen-dokumen yang baru saja ia tanda tangani. Meeting seharian bersama para staff membuatnya lelah. Namun, hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan, membuat dirinya sesibuk mungkin supaya ia melupakan semua kepedihan yang ia rasakan.“Pak, sebentar lagi kan sudah mau masuk musim liburan sekolah. Apakah pertunjukkan putri duyungnya akan dimulai lagi?” tanya Glory.Kian mendongak menatap sekretarisnya. “Ah ya. Aku sampai lupa sekarang sudah tanggal berapa.”“Sekarang sudah tanggal empat belas Juni. Sebentar lagi anak-anak akan libur kenaikan kelas.”Kian mengangguk perlahan sambil menatap kalendar yang ada di mejanya. Lalu ia pun menyadari jika Laureta sudah pergi dari hidupnya lebih dari satu tahun. Ia tersenyum getir. Mau berapa tahun lagi ia akan terus menunggu hingga wanita itu muncul lagi dalam hidupnya.“Baiklah. Besok kita akan membahas tentang pertunjukkan putri duyung,&r
Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian
Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki
Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t