"ALGAZKAAA APAAN SIHHH?!" Teriakan histeris Allesa sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Tubuh Allesa sudah terbentur ke dinding dengan nafasnya yang berantakan. Jantung Allesa pun semakin melemah atas sikap Algazka yang lagi-lagi menguji kepanikan dirinya."ALGAZKA JANGAN MACEM-MACEM!" teriak Allesa lagi.Hampir dua menit Allesa dibuat uring-uringan oleh sikap Algazka yang melepaskan handuknya. Namun tidak ada tanda-tanda setelah itu. Perlahan-lahan Allesa mengintip dari balik jemarinya dan mulai menurunkan kedua tangan.Dilihatnya Algazka yang sudah rapi dengan kemeja putihnya dan celana panjang, bahkan posisi dia telah kembali ke semula. Allesa mendengus kesal."Apaan sih maksudnya kayak tadi?" tanya Allesa ketus.Algazka hanya tersenyum kecut. Lucu juga melihat kepanikan Allesa saat dia mendekatinya. Padahal Algazka tidak ada niat berbuat macam-macam, dia pun juga mengenakan celana dan tidak telanjang. Tapi Allesa panSikap yang dilakukan Allesa berhasil membuat jantung Algazka berhenti sesaat.Sial!Apa yang dilakukan gadis itu tidak pernah Algazka pikirkan sama sekali. Hal kecil, tapi entah kenapa membuat hati Algazka tidak karuan walau dengan mencium tangan saja.Algazka merapikan jasnya yang sudah rapi dan berdehem pelan untuk mengatasi tenggorokan dia yang hampir tercekat oleh nafasnya sendiri. Sementara Allesa berdiri santai dengan pembawaannya yang tenang setelah dia melakukan cium tangan pada Algazka sebagai hal yang wajar-wajar saja dari hubungan mereka."Tuan Algazka." Suara Daskar yang berada di luar pintu kamar Algazka memecahkan kecanggungan Algazka di hadapan Allesa.Ketukan pintu tersebut membuat Allesa berniat untuk membuka pintu kamar Algazka."Mau kemana?" tanya Algazka menghentikan langkah kaki Allesa menuju pintu."Bukain pintu buat kamu," jawab Allesa berterus terang."Nggak perlu. Lebih baik kamu disini
Allesa menarik nafasnya dalam-dalam, ragu namun dia perlu mengungkapkannya. "Algazka, aku kangen sama keluarga aku." Allesa memberanikan dirinya bersuara dengan nada pelan. Dilihatnya raut wajah Algazka yang langsung berubah. Tatapan dia tajam dan penuh amarah. "Tapi aku ngomong gini bukannya aku minta buat pulang, aku cuma ..." "Nggak!" Algazka menghentikan ucapan Allesa. "Algazka, aku cuma minta waktu beberapa menit aja buat ketemu sama keluarga aku. Aku janji nggak akan lama." Allesa masih berusaha membujuk, berharap Algazka bisa memberikan dia sedikit toleransi mengingat permohonan Garvin yang Allesa baca. Terbayang sudah bagaimana kesedihan Nadya yang baru melahirkan. Allesa tidak tega jika semua itu menyangkut keluarganya. "Aku cuma minta waktu sebentar aja, Algazka." Algazka mendekati Allesa yang berdiri menatapnya dengan memohon. Ini adalah suara permohonan
Keberadaan Algazka yang sudah berhasil masuk ke dalam kamar semakin membuat hati Allesa merasa tertusuk.Sorot mata Algazka mengamati banyaknya tisu yang berhamburan di atas kasur dan juga lantai yang menjadi lautan tisu. Dilihatnya mata Allesa yang sangat sembab sekali meski dia sudah mengalihkan pandangannya dari Algazka.Situasi yang memperlihatkan hati Allesa seharusnya membuat Algazka merasa puas dan senang karena ini adalah keinginan dia sejak membawa gadis itu masuk ke istana miliknya. Tapi sekarang, keadaan Allesa yang sangat sedih membuat hati Algazka malah menjadi tidak nyaman."Kenapa belum makan?" Tanya Algazka yang tahu bahwa seharian ini dia melihat Reina mondar-mandir di CCTV untuk membawakan makanan Allesa yang ditolak mentah-mentah.Allesa tidak menjawab, dia tetap membuang mukanya dari Algazka."Kamu mau saya ...""Apaaa?" Allesa sudah beralih menatap Algazka dengan tatapan kesalnya. Ancaman apa lagi yang ingin
"Udah.""Sedikit lagi.""Nggak mau.""Cuma sedikit lagi, Allesa.""Nggak mau, aku bilang udah ya udah, Algazka." Allesa berkata ketus sambil menatap kesal Algazka.Matanya masih berkaca-kaca mengingat perilaku Algazka yang sangat memaksa dirinya untuk makan meski Allesa melihat bahwa sikapnya itu memang karena Algazka yang hanya tampak khawatir.Tapi Allesa tidak mau peduli, dia masih kesal terhadap Algazka yang sudah memaksa dirinya makan dengan hati yang sangat kacau."Yaudah kalo gitu." Algazka memilih mengalah untuk kali ini, yang jelas Allesa sudah makan setidaknya walau setengah porsi saja.Cukup tenang melihat Allesa yang mau makan meski Algazka tahu kalau Allesa benci akan dirinya. Algazka tidak peduli, yang dia inginkan hanya agar Allesa tidak jatuh sakit.Algazka membawa nampan makanan tadi ke atas nakas, setelah itu dia mengambil gelas minuman untuk Allesa.Sempat terdiam melihat perilaku Algazka yang begitu memperhatikan dirinya. Seorang Algazka melayani Allesa yang tidak
"Semua udah disiapkan?" tanya Algazka pada Daskar pada pagi itu. Ada rapat penting yang akan dihadiri oleh para komisaris untuk membahas sebuah projek besar yang menjadi target utama Algazka. "Sudah, Tuan Algazka. Jadwalnya masih satu setengah jam lagi, tapi sudah ada beberapa komisaris yang hadir. Sepertinya mereka juga tidak sabar untuk membahas projek ini, Tuan Algazka mengingat projeknya sangat besar sekali." Daskar ikut mengutarakan rasa antusiasnya pada Algazka yang sudah mengenakan pakaiannya. Algazka mengambil salah satu jam tangan termahalnya untuk dia kenakan. Rasa percaya dirinya terlihat jelas dengan kharisma dan wibawa yang dia miliki meski tatapannya selalu dingin dan tajam. "Saya yakin kalau projek ini bisa berhasil." Algazka tersenyum kecut. "Memangnya sejak kapan saya kalah?" Mendengar itu membuat Daskar tertawa kecil, tahu sekali kalau kinerja Algazka tidak pernah main-main meski dihadapkan pada rival yang besar sekali pun. Kemenangan memang akan selalu ja
"Duh gimana ya aku khawatir banget." Reina yang sejak tadi mondar-mandir di depan kamar Allesa.Rasa kahwatir yang terus menghantui dirinya setelah mendapatkan keadaan Allesa tadi. Selama ini perempuan itu selalu ceria dan tidak pernah sakit meski Algazka memperlakukan dirinya tidak baik.Daskar yang melihat kepanikan Reina menghela nafasnya. Reina itu memang selalu berlebihan jika sudah peduli apalagi sayang terhadap seseorang. Apalagi selama empat bulan ini Reina yang juga sangat dekat dengan Allesa."Allesa pasti baik-baik aja." Daskar menenangkan meski Reina masih mondar-mandir."Tapi tetap panik ih akunya.""Lama-lama aku yang jadi bisa ikutan sakit juga kalo liat kamu kayak setrikaan, Reina." Daskar menggerutu.Reina menatap sebal Daskar, temannya itu yang sejak tadi memang hanya diam dan sangat tenang."Aku kan deket sama Allesa jadi aku khawatir banget sama dia, beda sama kamu yang deketnya sama Tuan Algazka. Kal
Sudah tiga jam lebih Algazka berada di kamar Allesa, menemani Allesa yang masih belum kunjung bangun dari tidurnya. Sesekali Algazka memastikan Allesa dalam suhu yang normal. Takut jika kondisi tubuh Allesa kembali seperti tadi.Dan tanpa Algazka sadari, dia tertidur di dekat Allesa meski dalam kondisi tidak terlentang. Kepalanya berada di atas tempat tidur sedangkan tubuhnya berada di kursi yang dia pakai sejak tadi menemani Allesa sehingga posisinya membungkuk. Kondisi Algazka yang tidak sengaja tertidur dengan satu tangannya menggenggam tangan Allesa sejak tadi menampakkan dirinya yang lelah bercampur rasa khawatir.Allesa yang masih dalam keadaan lemah mulai membuka kedua matanya. Kepala dia agak berat sehingga Allesa meringis pelan karena pusing dan pandangannya yang belum jernih.Namun tatapannya menoleh pada bayangan yang memperlihatkan keberadaan Algazka yang berada di dekatnya. Lelaki itu terpejam sambil menggenggam satu tangan Allesa dan sementar
Kecemasan itu kini tidak dirasakan lagi oleh Algazka setelah melihat Allesa yang sudah tersadar dan membuka kedua matanya. Dia benar-benar frustasi melihat keadaan Allesa yang sakit seperti tadi."Gimana saya bisa kerja kalo lihat kamu sakit seperti tadi?" Ungkapan kalimat dari Algazka mengalir begitu saja.Sebuah perasaan yang masih tidak Algazka mengerti. Yang jelas Algazka memang sangat peduli pada keadaan Allesa dari masalah apapun."Saya khawatir sama kamu." Algazka menatap Allesa yang belum bersuara kembali.Satu tangan Algazka menyentuh wajah Allesa dan ibu jarinya mengusap-usap pipi gadis polos itu. Sikapnya yang mengalirkan kehangatan dan sebuah kepedulian dapat Allesa rasakan."Saya nggak suka liat kamu sakit. Maaf, ya?" Nada Algazka terdengar berat meski kedua sorot matanya jauh lebih tenang dari sebelum dia mendapatkan kesadaran Allesa.Algazka melepaskan tangannya dari wajah Allesa dan masih menatapnya lekat.
Algazka yang sudah rapi dan pastinya wangi. Dia duduk di meja makan untuk menyantap makan malam bersama Allesa. Rasanya tidak sabar untuk makan malam bersama lagi setelah beberapa hari sibuk di kantor."Mana untuk Allesa?" tanya Algazka pada Reina yang meletakkan beberapa menu makanan di atas meja makan.Piring kosong yang disiapkan oleh Reina hanya untuk dirinya. Tidak seperti biasa saat mereka makan malam bersama dan Reina yang juga menyiapkan piring kosong untuk Allesa di posisi yang berhadapan dengan dirinya."Non Allesa tadi minta disiapkan untuk makan malamnya di kamar, Tuan." Penjelasan Reina membuat Algazka menoleh menatapnya."Allesa sakit?""Nggak, Tuan. Non Allesa baik-baik aja, tapi dia maunya makan di ..." Reina menghentikan ucapannya karena Algazka yang sudah bangkit dari duduknya.Semoga saja dia tidak salah menjawab karena Reina memang hanya menjawab apa adanya.Sementara itu, Allesa tengah menyantap maka
"Allesa, Allesa, Allesaa." Panggilan Algazka yang tidak dihiraukan oleh Allesa sejak tadi.Dia memanggil-manggil Allesa yang tidak menggubrisnya sedikit pun. Gadis polos itu tetap berjalan tanpa mempedulikan Algazka yang sudah diperhatikan dari lirikan beberapa anak buahnya yang berdiri tegas menjaga keamanan. Tapi rupanya sikap Algazka itu berhasil membuat lirikan mata mereka jadi teralihkan.Bagaimana tidak? Tuannya yang tengah mereka lihat berjalan mengikuti Allesa yang super tidak peduli dan mengacuhkan dengan sengaja. Belum lagi Algazka yang mengintili Allesa dari belakang layaknya anak kecil sambil berjalan menuju lantai atas dengan menggunakan tangga."Allesaaa." Algazka memanggil Allesa yang terus berjalan menuju lantai dua dengan tangga.Algazka tahu kalau gadisnya tengah merajuk karena dia yang tidak memberitahu tentang foto yang sempat dia lihat dan juga pertanyakan. Foto yang tidak penting bagi Algazka."Allesa, saya masih mau
Lagian foto apa sih? Allesa yang semakin curiga dengan tingkah Daskar berjalan menjauh dan buru-buru langsung ingin melihatnya secara jelas."DASKARRR!" Allesa berteriak karena Daskar yang sudah berhasil merebutnya secepat kilat.Gerakan Daskar yang begitu cepat membuktikan bahwa dia memang sangat terlatih sekali dalam bertindak. Padahal tadi Allesa sudah membawa tangannya hampir ke hadapan wajah dia. Tapi saat Allesa ingin melihatnya, tangan Daskar yang seperti tornado itu sudah berhasil merampas dari tangan Allesa."BALIKINNN!" teriak Allesa lagi.Tapi Daskar yang sudah merebut selembar foto dari tangan Allesa hanya tersenyum puas. Dia malah memasukkan fotonya ke dalam saku celana kembali tanpa mempedulikan kekesalan Allesa.Gadis polos itu berjalan ke arah Daskar dengan langkah paskibranya."Mana?" Allesa menengadahkan tangannya pada Daskar."Apanya yang mana?""Balikin!""Balikin apa, Non Allesa?"
Setelah kejadian bersama Zie ternyata hari-hari Allesa semakin baik. Gadis polos itu sama sekali tidak sedih meski Zie akhirnya membawa Queen. Rasa sedih yang dia alami hanya di awal saja karena Allesa paham atas apa yang menjadi hak Zie tanpa mau memperpanjangnya. Dia juga yakin kalau Queen mendapatkan perawatan yang baik dari mantan kekasih Algazka.Hampir sebulan sudah berlalu. Suasana hati Allesa yang selalu ceria apalagi Algazka yang bersikap hangat pada dirinya. Tidak sekali pun Algazka kembali memperlakukan dirinya tanpa perasaan. Keberadaan Algazka yang semakin lama membuat Allesa merasa nyaman ketika ada di dekatnya."Hai, Princess." Allesa menyapa Princess dengan senyumannya.Kuda berwarna putih pemberian Algazka yang dibelikan untuk Allesa. Yah, lelaki tampan itu langsung membawakan kuda yang hampir sama dengan Queen esok harinya. Bahkan Algazka membawa sekitar 10 kuda yang bisa Allesa pilih. Kaget juga waktu Algazka membawa kuda seban
"Coba bilang sekali lagiii!" Zie menatap penuh Allesa dengan rasa marahnya. Nafas dia memburu mendengar apa yang telah Allesa ucapkan dengan nada jelas meski wajahnya santai dan tenang."Aku bilang kalo kamu memang nggak layak untuk dinikahi sama Algazka." Allesa mengulangi dengan mimik polosnya."Memang pantas lo disini jadi pelayan karena sifat lo yang bener-bener nggak tau diri."Allesa menghela nafasnya. Berhadapan dengan Zie memang butuh hati yang tenang."Lo dan adik perempuan lo itu gue sumpahin akan hidup menderita!" tatap Zie kesal.Allesa menatap Zie yang lagi-lagi membawa Almana."Kamu tau nggak kenapa Algazka meninggalkan kamu?" tanya Allesa kemudian."Itu karena cewek kurang ajar kayak lo!"Allesa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Bukan.""Terus lo mau bilang apa? Mau ngerasa besar kepala lagi karena Algazka yang ada di pihak lo? Ngerasa lebih lo dari gue, hah?""Aku nggak ng
Dua tamparan berhasil dilayangkan oleh Allesa yang menurut dia pantas diterima oleh Zie. Sudah sejak tadi dia menahan diri dan berusaha menerima semua perkataan Zie yang akhirnya tidak dapat Allesa bendung lagi.Sebenarnya Allesa masih dapat sabar, tapi saat Zie yang mulai masuk menghina keluarganya apalagi Almana yang masih bayi, Allesa tentu saja tidak terima. Jangan kan Zie, bahkan dia bisa melawan Algazka jika sampai lelaki itu membawa-bawa Almana yang tidak memiliki dosa.Sungguh Allesa tidak suka dengan apa yang Zie katakan dan sudah keterlaluan melebihi batasnya."Jangan sampai kamu kelewatan lagi buat ngomong yang diluar batas. Aku bisa nampar kamu lagi." Allesa mengancam Zie yang benar-benar muak melihatnya."Lo ngancem gue?" tanya Zie dengan wajah menantang.Allesa menggeleng kepalanya. "Aku bukan ngancem, tapi aku memberi kamu peringatan. Jangan semena-mena sama aku hanya karena kamu liat aku diam aja."Zie mencoba men
"Jam berapa sekarang?" tanya Algazka pada Daskar yang berdiri tidak jauh darinya."Jam tujuh lewat tiga puluh, Tuan Algazka." sahut Daskar yang melihat jam tangannya. Sejak tadi Daskar turun menghampiri Algazka, dia melihat wajah Algazka yang tampak cemas."Baru tiga puluh menit artinya." Algazka bergumam dalam duduknya.Sejak dia membiarkan Allesa berbicara dengan Zie, hati Algazka tidak tenang. Entah apa yang mereka bicarakan sampai tiga puluh menit menjadi waktu yang paling lama dirasakan Algazka."Daskar." Algazka memanggil Daskar agar mendekat.Dan sementara itu, waktu 30 menit masih menjadi waktu yang belum membuat Zie puas untuk menghardik, menghina, dan mencaci maki Allesa. Kata-kata yang lama-lama membuat hati Allesa merasa sangat sakit.Apalagi sekarang Zie melihat diri Allesa yang seperti kotoran hewan, bahkan jauh dari itu."Lo boleh ngerasa hebat dan bangga, tapi akan ada waktunya Algazka ninggalin lo lebih
Pernyataan Zie membuat hati Allesa sangat terkejut. Jadi Zie sudah mengetahui siapa diri dia yang sesungguhnya? Tapi Zie tahu dari mana? Apakah dari Algazka?"Kenapa? Lo kaget kalo gue tau siapa lo sebenernya?" tanya Zie tersenyum kecut.Tatapannya semakin menatap remeh Allesa yang sangat jauh dari dirinya."Lo itu terlalu besar kepala dan mengharap Algazka benar-benar punya perasaan sama lo, Nona Allesandra." Zie menatap meremehkan Allesa yang semakin terdiam dan mulai membendung air matanya.Zie semakin tidak terima setelah mengetahui siapa Allesa. Dirinya yang dikalahkan oleh Allesa yang tidak tahu diri."Algazka udah ninggalin gue dan dia sekarang mihak sama lo. Terus lo pikir dia bakal serius gitu dan bikin lo paling berharga di dalam hidupnya? Lo kalo mau mimpi boleh aja, tapi jangan terlalu ketinggian."Allesa masih diam dengan bendungan air matanya yang dia tahan. Rasa sesak mulai menghampiri mendengar apa yang Allesa uca
"Kalo kamu sampai ditampar, kamu harus tampar balik tiga kali dari yang kamu terima."Hanya itu yang bisa Algazka sampaikan pada Allesa yang memilih mau berbicara pada Zie. Gadis polosnya sudah pergi ke luar setelah meyakinkan dirinya kalau dia akan baik-baik saja.Algazka tidak bisa menahan Allesa karena dia yang benar-benar tampak ingin juga berbicara dengan Zie. Entah apa yang akan mereka bicarakan namun Algazka memilih menunggu meski dengan kerisauannya.Dan sementara itu Allesa mengikuti apa yang Zie mau untuk berbicara berdua di luar. Tepatnya di halaman belakang rumah Algazka dan tidak jauh dari kandang kuda Queen."Kamu mau ngomong apa, Zie?" tanya Allesa dengan nada tenang dan senyuman hangat setelah Zie berdiri menghadap dia dan siap berbicara.Tapi kehangatan Allesa tidak akan mudah diterima begitu saja oleh Zie. Apalagi saat mendengar Allesa menyebut namanya dngan tidak menggunakan kata 'nona' lagi. Hal itu semakin membuat hat